Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Karena Gede Pasek, SBY Akan Terus Berjaya

22 Desember 2014   07:40 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:45 766
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ilustrasi: fineartamerica.com)

[caption id="" align="aligncenter" width="480" caption="(ilustrasi: fineartamerica.com)"][/caption] Mungkin karena sudah menjadi wataknya yang taktis, Susilo Bambang Yudhoyono selalu ingin menciptakan equilibrium dalam polah politiknya. Sebagai mantan orang nomor 1 di Indonesia selama 10 tahun ke belakang, SBY tetap ingin menancapkan kuat pengaruhnya di Demokrat. Partai yang lekat dengan sosok SBY sendiri, kini ia ciptakan seolah-olah memiliki gejolak. Gede Pasek, yang pernah menjabat Mantan Komisi III dari Partai Demokrat seolah adalah 'boneka' SBY untuk menciptakan gejolak ini. SBY nampaknya tidak ingin Demokrat 'tenang' dalam kancah politik. Ia menganggap perlu adanya gejolak. Dan gejolak ini adalah dinamika menciptakan equilibrium dinamika Demokrat.

"Hitungannya kan jelas, Kalau dari 108 kursi menjadi 61 kursi, berhasil atau tidak? 10 tahun kita punya presiden dan beberapa menteri serta anggota DPR RI tidak juga punya sekretariat, berhasil atau tidak? Kemudian di dalam mengelola partai, puluhan orang di-Plt (pelaksana tugas) tanpa sebab, berhasil atau tidak?" kata Gede Pasek Suardika saat diskusi dengan media, Denpasar, Minggu (21/12/2014). (berita:kompas.com)

Belajar dari Permainan Equlibrium Masa Lalu SBY dan Demokrat Sudah sering saya menyoroti strategi SBY dalam dunia politik. Sepertinya, drama dan tragedi yang muncul sejak 2004, saat SBY menjadi pihak 'terdzolimi' dari pemerintahan Mega, berhasil melambungkan namanya. Menelikung dengan gaya dan pencitraan SBY pada masa itu masih teringat jelas di benak Megawati. Belum lagi Pilpres 2009 yang juga penuh pencitraan apik SBY pada masa itu. Ternyata, 5 tahun kepemimpinannya tetap mampu menyedot antusias publik untuk memilihnya. Entah apa yang terjadi secara terstruktur, sistematis dan masif di lini birokratif KPU. Dua nama besar dari Demokrat pada waktu itu melambung tinggi pula. Selain SBY, orang juga tidak pernah lupa nama Anas Urbaningrum (AU). Yang kini AU menjadi pesakitan karena kasus korupsi Hambalang. AU sepertinya adalah korban permainan equilibrium ala SBY. Tidak terima menjadi korban permainan equilibrium ini, AU lalu melawan dengan membentuk PPI atau Perhimpunan Pergerakan Indonesia. Sayangnya, perlawanan AU dengan PPI plus Sri Mulyono nampaknya menemui sebuah maze atau alur berliku yang ujungnya memoles citra apik SBY itu sendiri. Alih-alih menuntut PPI dengan membenturkan Demokrat pimpinannya, ia lebih memilih membenturkan PPI dengan pengacara pribadinya. Dengan kasus Sri Mulyono yang mempersoalkan tulisannya di Kompasiana yang dianggap menebar fitnah. SBY menjadi gagah di dunia maya dengan isu ini. SBY kembali menjadi sosok yang kuat dan taktis dalam pergerakan dinamika politiknya. Jatuhnya, permainan equilibrium atau penyeimbang dinamika politik SBY dengan Demokrat semakin kuat adanya. (Lihat artikel saya: SBY Berhasil Benturkan PPI Dengan Pengacaranya) Jangan lupa pula, publik pun pernah tertarik permainan SBY ini. Publik sempat kecewa dan kecele (tertipu, Jawa) saat kabarnya SBY batal hadir di acara Kick Andy. Sebuah talkshow yang digawangi Andy F. Noya ini selalu penuh dengan kejutan. Selain pertanyaan yang kritis dan menohok, Andy F. Noya sepertinya mewakili isi kepala publik atas satu isu. Dengan momen penting saat Boediono mau tapping di Mata Najwa. Ternyata jadwal tapping SBY dibatalkan. Pembatalan yang terjadi karena ada pertanyaan Andy F. Noya yang 'sensitif'. Sang jubir Presiden berkata, ada pertanyaan yang perlu di-cut karena tidak sesuai dengan protokoler. Publik dibuat bingung dengan hal ini. Namun publik juga terseret permainan equilibrium ala SBY. Gejolak inilah yang akan terus memubuat dinamika politik SBY dengan Demokrat. (Lihat artikel saya, Batal Hadir di Kick Andy, SBY Bunuh Citranya Sendiri) [caption id="" align="aligncenter" width="461" caption="(foto: thejakartapost.com)"]

(foto: thejakartapost.com)
(foto: thejakartapost.com)
[/caption] Saat Permainan Ini Menemui Akhirnya? Berjaya selama 10 tahun dan membesarkan Demokrat bukan suatu yang mudah buat SBY. Apalagi karut-marut Demokrat yang terstigma kasus korupsi dari kadernya, membuat dinamika semakin surut. Pembersihan Demokrat sudah ada sejak dulu. Dan SBY pun tahu akan terjadi pembersihan kader-kadernya. AU sebagai kulminasi kader yang terseret kasus megakorupsi, adalah korban utama permaianan equilibrium ini. Dan SBY berhasil 'menumbalkan' AU ke altar KPK dan Kejaksaan. Tanpa menyentuh dinasti Cikeas yang selama ini AU coba tuduhkan kepada keluarganya. Bahkan, Demokrat akan semakin bercorak dinasti Cikeas. Ini pun yang dikeluhkan Gede Pasek, Demokrat tidak beres karena didominasi dinasti Cikeas. Menurutnya, SBY gagal membangun Demokrat karena isinya sanak saudara. Mulai dari Edi Baskoro sebagai Sekjen. Waketum adalah ipar SBY. Lalu ada pula Bendahara yang kini dipegang oleh sepupunya. Walaupun, hal ini juga mengokohkan sosok dan peran SBY sendiri dalam 'menjaga' Partai Demokrat. Sekaligus, menjaga terjadinya pembersihan Demokrat jilid 2 dari KPK atau Kejaksaan. Entah suatu saat akan terbongkar dugaan dan sangkaan dari AU selama ini pada dinasti Cikeas. SBY juga telah menjaga riak permainan equilibrium ini dari seorang Gede Pasek. Karena, siapa lagi yang akan menjadi boneka permainan ini selain Gede Pasek. Adakah latent intention (agenda tersembunyi) dari SBY kepada Gede Pasek untuk terus merongrong dirinya dan Demokrat. Seolah untuk menciptakan Demokrat yang terus bergejolak, sekaligus dinamis dalam dunia politik. Sehingga alih-alih mengkritik keras SBY dan Demokrat, Gede Pasek sedang atau sengaja memainkan permainan SBY. Karena sudah habis korban untuk menjaga permainan equilibrium ini untuk SBY dan Demokrat. Salam, Tangerang, 22 Desember 2014 12:46 am

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun