Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

2016 Masih SMS-an, Heloo?

6 Januari 2016   10:35 Diperbarui: 6 Januari 2016   11:21 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="SMS - ilustrasi: yourstory.com"][/caption]

Jujur, saya orang yang agak malas membalas SMS mahasiswa. Karena saya sudah pakai smartphone jadi agak malas membalas SMS. Apalagi dengan adanya aplikasi seperti BBM atau Whatsaap, SMS tidak begitu signifikan. Plus, biaya SMS yang saya anggap mahal untuk sekadar berkirim pesan singkat. Lebih lagi saat sudah beda operator.

Harus fikir-fikir lagi untuk berkirim pesan dengan pulsa yang mepet. Jadilah, SMS bukan menjadi pilihan saya. SMS tidak lagi sepopuler saya masih memiliki HP Nokia 3315. SMS memang masih menjadi prioritas saat itu. Walau masih sangat mahal ber-SMS saat itu, sekitar Rp. 350/SMS. Dan 2016, masih populerkah SMS?

SMS atau Short Message Service menjadi awal mula era pesan singkat. 140 karakter pada SMS yang diciptakan Matti Makkonen asal Finlandia, dikirim pertama kali tahun 1992. 2 dasawarsa lebih kepopuleran SMS tercatat sejarah. Menurut riset Informa, pada tahun 2012 ada sekitar 17,6 miliar SMS terkirim tiap harinya di dunia.

Namun di tahun yang sama, pesan singkat aplikasi OTT (over-the-top) seperti WhatsApp, BBM, iMessage, dll mencapai jumlah 19 miliar pesan. Saat ini SMS sudah kalah jumlah menurut Ofcom. Jumlah SMS terkirim sejak tahun 2011 menurun drastis. Saat ini, 50% pesan singkat terkirim melalui WhatsApp. Dengan jumlah active user mencapai 700 juta lebih di 2015, dengan jumlah pesan mencapai 30 miliar perhari. Sedang SMS hanya mencapai angka 20 miliar perhari.

[caption caption="WhatsApp VS SMS - grafik: The Economist"]

[/caption]

Benarkah SMS tidak lagi populer?

SMS memiliki kekhasan tersendiri bagi provider dan pengguna. Pertama, SMS lebih cepat terbaca. SMS tingkat keterbacaan mencapai 90%. SMS memiliki sedikit sekali hambatan teknologi komunikasi. Hanya dengan memiliki HP dan nomor telpon, semua orang bisa ber-SMS. Tidak perlu lagi men-download aplikasi OTT yang sama. Misalnya untuk BBM, user harus sama-sama mengunduh BBM untuk bisa berkirim pesan. Kedua, minimnya gangguan dengan SMS.

Aplikasi OTT dengan platform A2P (application to person) bisa dengan mudah terganggu saat jaringan internet atau server down. Akibatnya, chat di BBM bisa terkirim berjam-jam kemudian. Berbeda dengan SMS dengan paltform P2P (person to person). Gangguan bisa sangat minim. Malah kadang tidak ada. Selama ada sinyal provider dan pulsa, berkirim pesan pun real-time. Ketiga, SMS mnjadi double-layer otentifikasi.

Saat ini email pun akan terkoneksi dengan nomor HP. Saat ada otensifikasi, Gmail misalnya akan memberi SMS konfirmasi ke HP. Begitupun saat ada orang lain yang mencoba membobol email, akan ada notifikasi lewat SMS kita.

Secara personal, saya anggap ber-SMS juga memiliki kekhasan. Pertama, ber-SMS harus teliti dan berhati-hati. Dengan hanya 140 karakter per SMS plus biaya yang 'mahal', SMS mengetik SMS pun harus teliti. Mengirim ulang satu kata yang salah ketik (typo) akan memakan pulsa kembali. Mengetik SMS pun harus sering-sering melihat jumlah karakter dan SMS yang akan dikirim.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun