Mohon tunggu...
Giovanny Agnes Mahami
Giovanny Agnes Mahami Mohon Tunggu... -

Mahasiswa S-1 Sekolah Bisnis dan Manajemen, Institut Teknologi Bandung.

Selanjutnya

Tutup

Money

Hutan Indonesia, Nasibmu Kini

6 Mei 2012   11:23 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:38 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Isu mengenai kerusakan alam, terutama hutan, sudah lama terdengar di telinga masyarakat. Sejak beberapa tahun belakangan, isu ini telah berkembang mengenai isu global dan isu ini pun menarik perhatian masyarakat dunia karena munculnya isu-isu besar lainnya seperti pemanasan global dan mulai langkanya sumber daya alam tak tergantikan.

Hutan Indonesia sebagai salah satu kawasan hutan terbesar di dunia, seharusnya menyumbang sebagian besar kawasan hijau yang ada di planet ini. Hal ini berbanding terbalik dengan data menurut Bank Dunia yang menyebutkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, Hutan Indonesia tergerus sebanyak 2 juta hektar per tahunnya akibat pembalakan liar dan pengubahan fungsi hutan yang terjadi tanpa adanya sistem hukum dan manajemen yang baik. Tingkat kehilangan wilayah hutan ini cukup drastis, yakni  meningkat 100% dari tahun 1980-an yang “hanya” kehilangan satu juta hektar lahan per tahunnya.

Salah satu fakta yang menarik tentang hutan di Indonesia adalah hutan merupakan penyumbang lahan terbesar yang ada di negeri ini. Hutan menyumbang 54% dari total lahan yang ada di Indonesia, namun kehadirannya semakin lama semakin memudar seiring dengan pengalihan fungsi hutan yang tidak ada pada tempat dan proporsinya. Sangat disayangkan bahwa pengelola hasil hutan ini hanya mementingkan keuntungan jangka pendek dibandingkan dengan keuntungan jangka panjang yang mungkin dapat dinikmati anak-cucu mereka.

Pengalihan fungsi hutan menempatkan dirinya pada urutan nomor satu penyebab berkurangnya wilayah hutan di Indonesia. Menurut Global Forest Watch, salah satu lembaga pemerhati hutan, mencatat bahwa terdapat lebih dari 20 juta hektar hutan di Indonesia sudah beralih fungsi menjadi lahan industri. Dari angka tersebut, 9 juta hektar lahan hutan dimanfaatkan sebagai industri penanaman kayu, khususnya lahan yang menanam pohon jenis Acacia mangium, jenis pohon yang dapat tumbuh secara cepat, yang digunakan sebagai bahan utama pembuatan kertas.

Pengalihan fungsi hutan yang cukup populer lainnya adalah pengalihan fungsi hutan menjadi lahan perkebunan kelapa sawit. Perkebunan kelapa sawit menempatkan dirinya pada posisi kedua sebagai perebut wilayah hutan, dengan total hampir 7 juta hektar lahan garapan yang berada di seluruh wilayah Indonesia.

Keberadaan kondisi lain yang mungkin kita acuhkan yang turut mengambil wilayah hijau hutan adalah adanya petani skala kecil yang membuka lahan hutan sebagai wilayah garapannya. Hal ini menyumbang sekitar 20% dari seluruh pengalihfungsian lahan hutan yang terjadi dari tahun 1985 hingga tahun 1997. Adapun kondisi minor yang cukup menarik lainnya yaitu adanya program transmigrasi yang berjalan di Indonesia dari tahun 1960-an hingga tahun 1999, yang mewajibkan penduduk dari pulau Jawa berpindah ke pulau lainnya sehingga menyebabkan adanya pembersihan wilayah hutan sebagai wilayah tempat tinggal dan usaha bagi mereka. Para pendatang ini pada akhirnya juga mengajak sanak saudara mereka berpindah ke tempat domisilinya yang baru, sehingga wilayah hutan yang beralih fungsi sebagai pemukiman penduduk pun bertambah seiring dengan jumlah penduduk yang ikut bertambah.

Hal yang patut disoroti pada permasalahan ini adalah penyebab utama alih fungsi hutan dari segi industri. Seperti yang telah kita ketahui, industri kertas dan kelapa sawit seakan menjadi “tren” di kalangan pengusaha, karena banyaknya keuntungan yang didapat dari jenis usaha ini. Skala permintaan nasional akan kedua komoditi tersebut semakin bertambah setiap tahunnya, menyebabkan adanya kelebihan permintaan (excess demand) yang dapat dilihat sebagai pasar yang semakin berkembang bagi para pengusaha tersebut.Kelebihan permintaan ini pada akhirnya menciptakan titik kesetimbangan (equilibrium) baru, dimana tingkat penawaran (supply) pun meningkat.  Sebagai contoh, industri kertas di Indonesia hingga tahun 2008 dituntut untuk memproduksi sekitar 7 juta ton kertas setiap tahunnya, yakni sekitar 2,2% dari seluruh kebutuhan kertas dunia, dan produksi ini diperkirakan akan meningkat hingga 10 juta ton kertas pada satu tahun mendatang untuk terus dapat memenuhi permintaan pasar, baik pasar domestik maupun pasar luar negeri. Fakta ini cukup mencengangkan, karena jika satu ton kertas memerlukan 10 buah pohon untuk memasok bahan bakunya, maka 10 juta ton kertas akan memerlukan penebangan 100 juta pohon dalam jangka waktu setahun, yang tentu saja diambil dari wilayah hutan.

Adanya industri kertas juga mendorong penebang liar (illegal loggers) untuk membabat pohon-pohon yang tumbuh secara alami dan menjualnya kepada para penadah. Menurut data dari Bank Dunia pada tahun 2008, untuk setiap pohon yang ditebang secara liar, seorang penebang dapat menghasilkan sekitar 500 ribu rupiah dari penjualan pohon tersebut dan dapat mengantongi hingga 20 juta rupiah per bulan jika mereka produktif menebang pohon. Hal ini cukup menggiurkan, mengingat pendapatan per-kapita di Indonesia pada tahun tersebut hanya sekitar 14 juta rupiah per tahunnya.

Industri kelapa sawit juga seakan tidak ada habisnya diperbincangkan oleh kalangan pengusaha. Komoditi utama yang dihasilkan oleh jenis tanaman ini, seperti minyak makanan, kosmetik, bahan farmasi, dan bahan bakar biodiesel, menjadi kebutuhan sehari-hari bagi penduduk di Indonesia dan bahkan di dunia. Sifat tanamannya yang multi-fungsi juga menjadi kelebihan dari kelapa sawit. Buah dan tempurungnya dapat dimanfaatkan hingga habis, mulai dari turunan pertamanya yakni minyak makanan hingga turunan terakhirnya yang berupa ampas, yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak ayam.Tidak mengherankan jika para pengusaha pun memanfaatkan lapangnya lahan hutan sebagai wilayah usaha mereka dengan cara membabat habis wilayah alami hutan, dan menjadikannya wilayah perkebunan kelapa sawit. Keadaan ini pun terjadi hampir sama dengan kondisi industri kertas, yang terus berkembang dan bertumbuh setiap tahunnya. Melihat kondisi dari peningkatan produksi kelapa sawit yang terus melaju tersebut, para pengusaha kelapa sawit itu pun berhasil membawa Indonesia menjadi produsen kelapa sawit nomor satu di dunia. Hal ini merupakan suatu fakta yang mungkin membanggakan, dan mungkin juga tidak.

Dengan adanya beberapa fakta dan kondisi diatas, merupakan suatu keadaan yang sangat memprihatinkan jika situasi yang ada tetap dibiarkan. Kebijakan industri, khususnya industri yang berhubungan langsung dengan hutan, harus segera ditegakkan dan diawasi dengan baik oleh pemerintah sehingga kerusakan dan pengalihfungsian hutan tidak semakin parah. Hutan, sebagai suatu wilayah pendukung kelestarian planet, haruslah dijaga dan dirawat dengan baik demi kelangsungan hidup jangka panjang dari seluruh penghuni bumi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun