Mohon tunggu...
Giovanny Saully
Giovanny Saully Mohon Tunggu... -

Everything Starts With A Dream\r\n-Sheila Pouty-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Don’t Judge Woman by Tattoo

21 Maret 2011   04:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:36 1234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1300681684372444268

Nina: "Eh..kemarin aku lihat ada cewek bertattoo di tangan kanannya loh. Pokoknya parah banget lah. Masa jadi cewek tato-an. Nani: "Hah?masa sih?ihh..serem ya. Padahal kalo cewek yang tato-an kan, terkesan kayak preman." Percakapan di atas mungkin sering kita jumpai sehari-hari. Perempuan yang bertato identik dengan perempuan yang nakal. Tapi tidak semua masyarakat berkata demikian, "Menurut saya, kalo perempuan yang tato-an, terkesan keren dan sangar tapi untuk diri pribadi saya ga mau bertato", ungkap Aurelia Titis (20) seorang mahasiswa. Konon kata "tato" berasal dari bahasa Tahiti, yakni "tattau" yang berarti menandai, dalam arti bahwa tubuh ditandai dengan menggunakan alat berburu yang runcing untuk memasukan zat pewarna di bawah permukaan kulit. (Olong, H.A.K dalam buku Tato, 2006 : 83). Berbeda dengan Agatha Bayu Warnani, perempuan pecinta tato ini tidak segan-segan menghiasi tubuhnya dengan tato. Keinginannya untuk bertao sudah ia rasakan sejak SMP. Awalnya, ia lebih senang mencoret-coret atau sekedar menggambar di tubuhnya sendiri daripada di kertas atau buku. Akhirnya, perasaannya untuk memiliki tato semakin ia rasakan sejak SMA. Hal ini disebabkan karena ia melihat tiga saudara sepupunya ada yang bertato dan rasa keinginannya untuk bertato semakin besar. Sampai suatu ketika, ia memberanikan dirinya untuk bertato saat ia menduduki bangku perkuliahan, tepatnya pada semester tiga. Atha, panggilannya, berusaha untuk merahasiakan tato pertamanya pada orang tuanya. Tapi, ia berusaha untuk jujur dan terbuka pada orang tuanya mengenai keberadaan tattoonya. Alhasil, orangtuanya kaget karena tato yang dimiliki anaknya bersifat permanen. Memang tidak ada kekerasaan secara fisik dari perlakuan orangtua Atha, "Akhirnya mereka (orang tua)  mengerti juga dengan bertambahnya tattooku yang sampe ke tangan". Selain orangtua, perempuan yang gemar bersepeda dan membaca buku ini, pernah ditanyakan oleh para tetanga, khususnya teman arisan ibunya, "Emang ga sakit pa mba ditattoo gitu?itu tato' asli atau palsu mba?", ungkap Atha dengan nyeleneh karena para tetangga melihatnya seperti sedang memamerkan lukisan berjalan. Atha yang "Aku bangga terhadap diri sendiri,,ga munafik juga sih tapi yang paling penting ya kepuasan sama gambar yang kita inginkan ada di badan kita". Baginya, keindahan tubuhnya dapat ia nikmati dengan bertato. Awalnya, ia takut untuk bertato dan selama proses berlangsung ia berusaha untuk mendengarkan musik karena mesin tato agak bising. "Tapi, rasa sakit itu yang buat nagih", tambahnya. Mengenai harga tatorelatif ekonomis di kalangan mahasiswa, asal, kenal dengan artist tatonya. "Yang termurah ga bayar cuman bayarnya pake minuman atau kalo pas ada contest tattoo pasti artist tattoo nyari mangsa yang mau di tattoo sesuai kemauan artist tattoo-nya sedangkan yang termahal sih ada di Ken Tattoo, itu kisaran 1 juta-an ke atas. Tapi semua tatoku dibuat Pak Peng". Mendengar kata 'jarum' mungkin sudah membuat orang ada merinding atau menghindar sama sekali. Tapi tidak bagi Atha. Jarum untuk tato ia serahkan pada artist tattoo kepercayaannya. "Soal jarum aku percaya kalo itu steril soalnya artist tattoo ku menyimpannya di kulkas steril dan aku lihat sendiri selalu kalo aku atau orang lain yang tato pasti dibuka bungkus jarumnya langsung di depan mata konsumen dan sehabis itu dibuang di tempat sampah", tutur perempuan yang memiliki empat tato di tubuhnya. Bahan-bahan yang perlu dipersiapkan sebelum memulai tato sangat perlu diperhatikan. Atha, mengatakan misalnya,  jarum tato steril, alkohol untuk menyemprotkan ke bagian kulit yang ingin di tato, lotion untuk melicinkan tinta yang akan dimasukan ke kulit, plastik pembungkus tangan artist tato-nya, tinta tato-nya, wadah kecil untuk tempat tinta, dan tisu. Sampai saat ini, Atha berencana untuk menambah tato tato keluarga di punggung. "Tapi sepertinya, ini ga mungkin di ACC sama Papa, soalnya, ini 'kan bakal besar banget kayak lukisan keluarga", tambah Atha sambil tertawa. Atha juga berprinsip bahwa ia tidak pernah menyesal mempunyai tato yang menyelimuti kulit putihnya. Awalnya, ia sempat berpikir mengenai perusahaan tempat ia suatu saat nanti bekerja. Takut bahwa akan ditolak karena memiliki tato di tangan yang mudah terlihat orang lain. "Aku kerja sesuai dengan bidangku saja, aku rasa seiring berjalannya waktu, pasti syarat kerja kayak gitu dirasa sudah ada beberapa perusahaan yang gag mempermasalahkan bertato", tambah perempuan yang mempunyai favorit bentuk tato bintang. Tapi semua itu dapat di atasinya "Selama ini sih saya punya tattoo selalu cuek ya dimana pun saya berada, cuman yg pasti saya  selalu menjaga sikap di dimanapun itu, tergantung kita membawa diri", tambah gadis yang lahir pada 27 Mei 1989. Rupanya, pengalaman Atha sebagai perempuan yang bertato membuka pikiran kita semua bahwa perempuan yang bertato belum tentu perempuan itu sebagai perempuan yang tidak baik-baik. "Perempuan bertato seperti Atha, lebih berani mengambil keputusan dan teguh dalam berprinsip karena untuk memutuskan di tato perlu keberanian, walaupun mungkin ada yang nekat", celoteh Edho Pehelerang sebagai teman Atha. Agatha (21) Walaupun, perempuan yang berani itu tidak harus diukur dengan dia memberanikan diri menato atau tidak. Pada intinya, jangan menilai seorang perempuan hanya karena ia memiliki tato atau tidak. Tapi lihatlah, skill yang ia miliki.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun