Putusan Banding Meringankan atau Memberatkan Terdakwa?
Banding atau upaya hukum biasa merupakan upaya hukum yang dimintakan oleh Terdakwa maupun Jaksa Penuntut Umum atas putusan pengadilan pada tingkat pertama atau pengadilan negeri. Hal ini dipertegas dengan ketentuan hukum yang ada dalam Pasal 67 KUHAP yang menyebutkan:
"Terdakwa atau penuntut umum berhak untuk minta banding terhadap putusan pengadilan tingkat pertama kecuali terhadap putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan pengadilan dalam acara cepat". KUHAP memberikan hak kepada jaksa penunut umum untuk mengajukan upaya banding terhadap putusan pengadilan tingkat pertama kecuali terhadap putusan bebas murni/vrijpraak (bebas dari segala dakwaan), bebas tidak murni/onslag van alle rechtvervollging atau lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum dan putusan pengadilan dalam acara cepat (putusan tindak pidana ringan dan perkara pelanggaran lalu-lintas").
Biasanya, setelah putusan selesai dibacakan oleh hakim, hakim akan menanyakan apakah Jaksa Penuntut Umum atau Terdakwa akan mengajukan banding, namun keputusan mengenai pengajuan banding dapat dimintakan sesaat setelah putusan dan paling lambat 7 hari setelah putusan. Adapun permintaan banding yang diajukan, dicatat dalam register induk perkara pidana dan register banding oleh masing-masing petugas register. Permintaan banding diajukan selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari sesudah putusan dijatuhkan, atau 7 (tujuh) hari setelah putusan diberitahukan kepada terdakwa yang tidak hadir dalam pengucapan putusan.
Apabila permintaan banding yang diajukan melampaui tenggang waktu, maka tetap dapat diterima dan dicatat dengan membuat Surat Keterangan Panitera bahwa permintaan banding telah lewat tenggang waktu dan harus dilampirkan dalam berkas perkara.
Adapun dasar hukum pengajuan banding terdapat di dalam ketentuan Pasal 233 sampai Pasal 243 KUHAP, tentang acara peradilan banding.
Setelah adanya proses hukum selanjutnya di tingkat banding, maka prosedur hukum yang berlaku menjadi kewenangan Pengadilan Tinggi termasuk kewenangan hakim pada pengadilan tinggi dalam menjatuhkan putusan. Adapun putusan yang kemungkinan diputuskan hakim yaitu penjatuhan hukuman yang sama seperti di pengadilan tingkat pertama, meringankan maupun memperberat hukuman Terdakwa.
Kesimpulannya adalah penjatuhan putusan banding pada pengadilan tinggi menjadi kewenangan penuh hakim pada pengadilan yang memeriksa perkara yang amar putusannya bisa tetap maupun merubah putusan pada tingkat pertama, namun putusan tersebut belum memiliki kekuatan hukum tetap atau inkracth karena masih ada upaya hukum kasasi yang dapat ditempuh pada tahap selanjutnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H