Mohon tunggu...
Giofandy Matondang
Giofandy Matondang Mohon Tunggu... Pengacara - Legal

Fiat Justitia Ruat Caelum, Istilah yang sangat tidak asing dalam dunia hukum, Apakah benar-benar diterapkan atau hanya slogan semata? IG @matondang0910

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Penyertaan Modal dalam Bentuk Benda atau Inbreng ke dalam Sebuah Perseroan Terbatas

26 Agustus 2024   14:16 Diperbarui: 26 Agustus 2024   14:16 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar Penulis Foto: iStock Photo

Penyertaan Modal dalam Bentuk Benda atau Inbreng ke dalam Sebuah Perseroan Terbatas

Di zaman yang terus berkembang, kebutuhan hidup terus meningkat seiring dengan perjalanan waktu, niai ekonomi dari sebuah barang tidak terkecuali dengan nilai tanah dan bangunan juga ikut meningkat, sehingga memaksa masyarakat untuk lebih bijak dalam mengelola perekonomiannya dengan baik untuk dapat mempertahankan atau meningkatkan diri secara ekonomi  agar tetap dapat bertahan dalam situasi yang sulit dan penuh dengan persaingan yang sangat ketat. Salah satu cara yang sering dilakukan oleh masyarakat adalah dengan melakukan kegiatan usaha dibidang-bidang tertentu, salah satu hal yang dilakukan adalah dengan cara menjadikan dirinya sebagai salah satu pemegang saham dalam sebuah perusahaan. Namun tidak sedikit masyarakat yang tidak memiliki uang untuk dijadikan modal dalam melakukan kegiatan usaha tersebut, sehingga mencari alternatif lain untuk dapat ikut serta dalam melakukan kegiatan usaha, yaitu dengan cara menyertakan barang sebagai modal dalam sebuah perusahaan. Akan tetapi, apakah hal itu bisa dilakukan dalam sebuah kegiatan usaha Perseroan Terbatas? Maka dari itu mari lihat dalam ketentuan-ketentuan di bawah ini.

Pengertian

Menurut Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, penyetoran modal saham dapat dilakukan dalam bentuk uang dan/atau dalam bentuk lain. Suatu modal dalam perseroan Terbatas pada umumnya berupa uang, tetapi modal saham juga dapat disetorkan dalam bentuk benda berwujud seperti: tanah, bangunan, gedung, alat transportasi, mesin perlengkapan kantor atau dalam bentuk benda lainnya, maupun benda tidak berwujud yang dapat dinilai dalam bentuk uang atau disebut dengan Inbreng, seperti, hak cipta, hak paten, franchise, merek dagang, atau hak sewa.

2 orang ingin mendirikan sebuah perusahaan dalam bentuk persekutuan modal dengan total nilai saham sebesar 300 juta rupiah, calon pemegang saham A memiliki modal sebesar 150 juta dan Pemegang saham B tidak memiliki uang untuk dijadikan Modal, lalu bagaimana caranya agar calon pemegang saham B bisa menjadi pemegang saham pada perusahaan yang akan didirikan tersebut?

Berangkat dari ketentuan Pasal 34 ayat (1) dan pertanyaan di atas, maka pembahasan lebih lanjut akan dijelaskan dalam penjelasan di bawah ini.

Proses Penyertaan Modal

Transaksi inbreng adalah proses memasukkan aset non-tunai seperti tanah, bangunan, atau harta lainnya dari pemegang saham sebagai bagian dari modal perusahaan. Sebelum inbreng dilakukan, calon pemegang saham harus mengevaluasi nilai kekayaan yang akan di-inbreng-kan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, seperti yang diatur dalam Pasal 34 ayat (2). Proses evaluasi ini biasanya dilakukan oleh penilai independen untuk menentukan nilai pasar wajar dari aset yang akan di-inbreng-kan. Setelah nilai aset ditetapkan, nilai tersebut dikonversikan menjadi saham atau bentuk permodalan lain dalam perusahaan. Apabila nilai pasar suatu aset tidak tersedia, penentuan nilai wajar dilakukan dengan menggunakan teknik penilaian yang paling sesuai dengan karakteristik aset tersebut. Penilaian ini harus didasarkan pada informasi terbaik dan paling relevan yang dapat diakses untuk memastikan bahwa estimasi nilai wajar seakurat mungkin.

Dalam pelaksanaan inbreng, yaitu penyertaan aset dalam bentuk barang sebagai modal dalam Perseroan Terbatas, penilaian aset yang akan di-inbreng-kan harus dilakukan oleh ahli yang tidak terafiliasi untuk memastikan objektivitas dan independensi penilaian tersebut.

Berikut adalah kriteria ahli tidak terafiliasi berdasarkan pengecualian yang harus dipenuhi:

  • Tidak mempunyai hubungan keluarga
  • Ahli penilai tidak boleh memiliki hubungan keluarga dengan karyawan, anggota dewan direksi, dewan komisaris, atau pemegang saham Perseroan. Hubungan keluarga ini termasuk hubungan karena perkawinan (misalnya, suami atau istri) atau keturunan hingga derajat kedua, baik secara horizontal (seperti saudara) maupun vertikal (seperti anak atau orang tua).
  • Tidak mempunyai hubungan dengan Perseroan karena adanya persamaan atau perbedaan antara anggota dewan atau dewan komisaris
  • Ahli penilai tidak boleh terlibat dalam hubungan yang menciptakan konflik kepentingan terkait dengan dewan direksi atau dewan komisaris. Hal ini untuk memastikan bahwa tidak ada bias yang mungkin timbul akibat persamaan atau perbedaan kepentingan antara ahli penilai dan pihak-pihak di dalam perusahaan.
  • Tidak mempunyai hubungan pengendalian dengan Perseroan
  • Ahli penilai tidak boleh memiliki hubungan yang memungkinkan pengaruh signifikan terhadap Perseroan, baik secara langsung (misalnya, melalui kepemilikan mayoritas saham atau posisi manajerial) maupun tidak langsung (melalui hubungan bisnis atau lainnya).
  • Tidak memiliki hubungan kepemilikan saham dalam Perseroan sebesar 20% atau lebih
  • Ahli penilai tidak boleh memiliki saham dalam Perseroan dengan persentase kepemilikan sebesar 20% atau lebih. Ini untuk menghindari situasi di mana ahli penilai mungkin memiliki kepentingan pribadi yang dapat mempengaruhi hasil penilaian.

Kriteria-kriteria ini dirancang untuk menjaga integritas proses penilaian aset dalam inbreng, memastikan bahwa penilaian dilakukan secara objektif, tanpa adanya pengaruh dari kepentingan pribadi atau hubungan tertentu dengan pihak-pihak yang terlibat dalam Perseroan.

Ketentuan Hukum dalam Penyetoran Inbreng

Kemudian penyetoran modal dalam bentuk benda (inbreng) yang tidak bergerak sebagaimana diatur dalam Pasal 34 ayat 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas adalah: "Penyetoran saham dalam bentuk benda tidak bergerak harus diumumkan dalam 1 (satu) Surat Kabar atau lebih, dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah akta pendirian ditandatangani atau setelah RUPS memutuskan penyetoran saham tersebut".

Adapun tujuan dari diumumkannya modal inbreng di surat kabar yaitu agar memenuhi asas publisitas, yaitu agar diketahui masyarakat dan memberikan kesempatan kepada pihak yang berkepentingan untuk mengajukan keberatan atas penyetoran benda sebagai modal saham.

Waktu Penyertaan Modal

Penyertaan Modal dalam bentuk barang dapat dilakukan pada saat:

  • Dalam proses pendirian Perseroan Terbatas, penyertaan modal dapat dilakukan bersamaan dengan pendirian Perseroan Terbatas tersebut. Artinya, pada saat akta pendirian Perseroan Terbatas dibuat, para pendiri dapat sekaligus melakukan inbreng, yaitu penyertaan aset non-tunai seperti tanah, bangunan, atau aset lainnya sebagai modal perusahaan.
  • Berdasarkan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, apabila proses enyertaan modal (inbreng) dilakukan pada saat Perseroan terbatas sudah berdiri dan beroperasi, maka Inbreng harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) adalah forum dimana para pemegang saham memberikan hak suara dan menyetujui keputusan untuk kepentingan perusahaan, termasuk perubahan modal atau struktur kepemilikan melalui inbreng.

Apabila penyetoran saham dalam bentuk inbreng ini disetujui oleh RUPS, maka penyetoran modal ini akan mengakibatkan perubahan persentase kepemilikan saham. Berdasarkan Pasal 42 ayat 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, Penambahan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diberitahukan kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan.

Kewajiban Pajak dalam Penyertaan Inbreng

Dalam transaksi inbreng, pihak-pihak yang terlibat wajib mematuhi peraturan perpajakan yang berlaku, yang mengatur kewajiban pajak atas pengalihan aset dari pribadi pemegang saham menjadi aset perusahaan. Pajak yang mungkin dikenakan dalam transaksi inbreng meliputi:

  • Pajak Penghasilan (PPh):

Jika aset yang di-inbreng-kan menghasilkan keuntungan bagi pemegang saham, maka keuntungan tersebut dikenai Pajak Penghasilan (PPh). Pajak ini dihitung berdasarkan selisih antara nilai wajar aset yang di-inbreng-kan dengan nilai perolehan awal aset tersebut. Besaran PPh yang dikenakan tergantung pada aturan perpajakan yang berlaku dan klasifikasi aset yang di-inbreng-kan.

  • Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB):

Jika aset yang di-inbreng-kan berupa tanah dan/atau bangunan, maka transaksi inbreng tersebut akan dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). BPHTB merupakan pajak yang dibayarkan atas perolehan hak atas tanah dan bangunan, yang dihitung berdasarkan nilai perolehan atau nilai pasar aset tersebut, mana yang lebih tinggi.

Pajak yang dibayarkan dalam transaksi inbreng ini merupakan konsekuensi dari pengalihan hak kepemilikan atas aset dari pemegang saham pribadi kepada perusahaan. Pajak tersebut wajib dibayarkan sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku, dan besaran serta cara perhitungan pajak ini mungkin berbeda-beda tergantung pada jenis aset yang di-inbreng-kan dan kondisi spesifik lainnya. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PJ.03/2008 tentang transaksi pengalihan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam inbreng, subjek pajak baik orang pribadi maupun badan yang mengalihkan hak atas tanah, wajib membayar Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 5% dari nilai transfer. Adapun yang dikecualikan dari Pajak Penghasilan (PPh) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau badan yang bukan subjek pajak.

Dengan mematuhi kewajiban perpajakan ini, perusahaan dan pemegang saham memastikan bahwa proses inbreng dilakukan secara sah dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Pengecualian Pajak

Pengecualian terhadap pajak diatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh) sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh), khususnya Pasal 4 ayat (3) huruf c, penerimaan setoran modal oleh perusahaan dari pemegang sahamnya bukan merupakan objek Pajak Penghasilan bagi perusahaan yang bersangkutan tersebut. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) yang diatur berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008 Pasal 2b. Dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat  (1) dan Pasal 2 ayat (1) adalah:

a. orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah             dan/atau bangunan dengan jumlah bruto pengalihannya kurang dari Rp60.000.000,00 (enam puluh juts rupiah) dan bukan                       merupakan jumlah yang dipecah-pecah;

b. orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada     Pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus;

c. orang pribadi yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada keluarga sedarah dalam garis                   keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi             yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang           hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang                                   bersangkutan;

d. badan yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan,                 badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur             lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,                         kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan; atau

e. pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena warisan.

Pada intinya, ketika seluruh ketentuan hukum telah dipenuhi, baik penilaian terhadap aset, hasil RUPS dan ketentuan lainnya, maka modal dalam bentuk inbreng dapat dijadikan menjadi saham atau beralih menjadi aset dalam sebuah Perseroan Terbatas, baik dalam bentuk benda berwujud maupun benda tidak berwujud selama memiliki nilai ekonomi yang dapat dinilai dalam bentuk uang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun