Mohon tunggu...
Giofandy Matondang
Giofandy Matondang Mohon Tunggu... Pengacara - Legal Internship

Saya merupakan seorang Advokat Magang yang memiliki minat dalam menulis artikel yang berkaitan dengan persoalan hukum yang sering terjadi di masyarakat. tulisan ini saya buat untuk menambah wawasan saya dan bisa memberi manfaat bagi pembaca.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Perseroan Rugi! Dapatkah Direksi Dimintai Pertanggungjawaban Pribadi? (Penerapan Prinsip Piercing The Corporate Veil)

1 Agustus 2024   10:01 Diperbarui: 1 Agustus 2024   10:11 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perseroan Rugi! Dapatkah Direksi dimintai Pertanggungjawaban Pribadi?

(Penerapan Prinsip Piercing the Corporate Veil)

Perseroan adalah suatu badan usaha yang didirikan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan untuk menjalankan kegiatan bisnis. Kegiatan bisnis ini mencakup produksi, distribusi, dan penjualan barang atau jasa untuk mendapatkan keuntungan. Perusahaan dapat berbentuk usaha kecil, menengah, hingga besar, dan dapat beroperasi di berbagai sektor industri, seperti manufaktur, jasa, perdagangan, dan lain-lain.

Perseroan Terbatas sebagaimana terdapat dalam Pasal 1 Undang-Undang 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

Suatu organ Perseroan dibutuhkan dalam menjalankan fungsi-fungsi tertentu agar Perseroan dapat berjalan sesuai dengan maksud dan tujuan pendirian Perseroan. Adapun Organ Perseroan berdasarkan UU 40 tahun 2007, yaitu:

  • Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.
  • Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.
  • Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi.

Dalam hal mendirikan suatu Perseroan, ada syarat-syarat yang harus diperhatikan terlebih dahulu mengenai pendirian Perseroan, adapun syarat-syarat tersebut, yaitu: Suatu Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia dan setiap pendiri Perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat Perseroan didirikan. Mengenai pengambilan bagian saham dalam hal ini adalah pemegang saham menyetorkan modal dasar pendirian Perseroan sesuai dengan jumlah saham yang disepakati para pihak dalam struktural Perseroan, sehingga modal dasar Perseroan menjadi dasar kegiatan usaha untuk menjalankan kegiatan usahanya.

Dalam kegiatan usaha Perseroan, apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan yang mengakibatkan kerugian bagi Perseroan, Undang-Undang Perseroan Terbatas pada dasarnya menganut asas hukum corporate separate legal personality atau separate legal personality sebagaimana terdapat dalam Pasal 3 ayat (1), yang artinya Pemegang saham Perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki namun hanya sebatas modal yang disetorkan oleh para pemegang saham.

Meskipun penjelasan di atas menyatakan bahwa pemegang saham tidak bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan, namun tidak menutup kemungkinan bahwa pertanggungjawaban pribadi dapat dibebankan kepada Direksi selaku organ yang menjalankan Perseroan sesuai dengan kewenangan Direksi yang terdapat dalam Pasal 92 ayat (1) di atas. Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan anggaran dasar. Maka, tanggung jawab ini dapat dibebankan terhadap Direksi apabila tidak menjalankan fungsi dan tugasnya sesuai dengan ketentuan yang sudah ditetapkan di dalam Pasal 92 ayat (1). Penerapan Prinsip Piercing the Corporate veil atau meminta pertanggungjawaban pribadi terhadap Direksi sesuai ketentuan yang terdapat di dalam Pasal 97 ayat (1, 2, 3, dan 4):

  • Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1).
  • Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan iktikad baik dan penuh tanggung jawab.
  • Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
  • Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Direksi.

Piercing the corporate veil merupakan tindakan yang membuat pengecualian terhadap suatu prinsip umum, di mana tanggung jawab Pendiri dan pengurus Perseroan dibatasi pada jumlah saham, dengan kata lain Direksi dapat dimintai pertanggungjawaban pribadi atas kerugian yang dialami sebagaimana disebutkan dalam ayat (3) di atas.

Menurut penulis, untuk dapat membebankan pertanggungjawaban pribadi kepada seorang Direksi bukanlah hal yang mudah untuk dibuktikan. Hal ini karena biasanya, Perseroan merupakan entitas hukum yang terpisah dari individu-individu yang terlibat di dalamnya. Dalam konteks ini, apabila ingin menerapkan prinsip piercing the corporate veil, Perseroan harus bersedia untuk mengungkapkan atau menguak fakta-fakta yang terjadi di dalam internal Perseroan atau Menguak tabir. Menguak tabir Perseroan membutuhkan pengungkapan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa seorang Direksi telah menyalahgunakan kewenangannya demi kepentingan pribadi atau menjalankan Perseroan tanpa berdasarkan keputusan yang sah, misalnya bertindak bukan atas dasar keputusan dalam Rapat Umum Pemegang Saham.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun