Test keperawanan. Issu ini kembali merebak semenjak Dinas Pendidikan kota Prabumulih melontarkan gagasan untuk melakukan test keperawanan terhadap siswa yang akan melanjutkan jenjang pendidikan mereka. Sebenarnya gagasan ini sempat muncul beberapa tahun yang lalu, namun mereda seiring dengan banyaknya pihak yang tidak menyetujui gagasn tersebut.
Tujuan dari test keprawanan yang saat ini sedang gencar menjadi bahan pemberitaan sendiri tetaplah sama dengan beberapa tahu lalu. Memperbaiki moral bangsa. Ya. Itulah sebuah alasan tunggal yang menjadi latar belakang gagasan ini. Dan tentu bisa ditebak, reaksi masyarakat tak jauh beda dari beberapa tahun lalu ketika pertama kali gagasan ini dimunculkan.
Banyak pihak menilai bahwa ide ini memunculkan isu diskriminasi antara perempuan dan laki-laki. Pasalnya, secara biologis perempuan lebih mudah diidentifikasi perawan tidakknya dari pada laki-laki sehingga hal ini menjadi sebuah ketidakadilan. Namun tentu ketidakadilan disini tidak akan menyentuh masalah ketidakadilan penciptaan: kenapa Tuhan menciptakan perempuan dengan selapun dara sementara tidak dengan laki-laki.
Setidaknya ada tiga alasan kenapa test keperawanan tidaklah relevan diterapkan untuk menekan angka pergaulan bebas, untuk memperbaiki moral bangsa. Pertama, moralitas tidak bisa disempitkan hanya pada masalah seks, pergaulan bebas, atau perawan tidaknya seseorang. Moral adalah sesuatu yang berkenaan dengan nilai-nilai kebaikan pada masyarakat berdasarkan agama atau budaya. Pergaulan bebas hanyalah sebagian kecil dari prilaku masyarakat yang bersinggungan dengan moral. Masih ada banyak hal yang lain yang juga menjadi bagian dari pada ini, misalnya tindakan pencurian, korupsi, mabuk-mabukan, dan sebagainya. Intinya, tindakan yang bertentangan dengan apa yang sudah menjadi norma agama dan sosial, itulah tindakan yang merusak moral. Jadi jika kita ingin memperbiki moral bangsa, tentu tidak bisa hanya dengan memberlakukan test keperawanan.
Ke dua, ketidakperawanan seseorang (terutama wanita), tidak selalu mencerminkan keburukan prilaku. Secara biologis kondisi tidak perawan adalah ketika seorang perempuan telah mengalami perobekanpada selaput daranya. Padahal perobekan selaput dara bisa disebabkan oleh kecelakaan, olahraga, dan faktor lainnya. Kendatipun ketidakperawanan seseorang diakibatkan oleh aktifitas seksual, hal masih belum bisa menjadi tolak ukur bahwa yang bersangkutan bermoral buruk karena banyak gadis-gadis yang tidak perawan karena tindakan kekerasn dan pelecehan seksual.
Ke tiga, pendidikan adalah hak semua warga negara. Tidak ada undang-undang yang menyebutkan bahwa yang berhak untuk mendapatkan pendidikan hanyalah warga yang masih perawan saja. Tidak adil rasanya jika pemerintah melarang siswa-siswa yang tidak perawan untuk bersekolah dengan alasan moralitas sementara banyak siswa pemakai drugs, suka tawuran, tidak berbakti pada orangtua, dan prilaku menyimpang lainnya tetap bisa bersekolah.
Dari ketiga alasan di atas itulah maka test keperawanan masih perlu dikaji ulang sebelum benar-benar diterapkan. Dan sebagai point terahir, di negeri ini banyak warga yang tidak bisa mendapatkan pendirikan dengan beragam alasan terutama alasan ekonomi. Kalau ada lagi katagori yang membatasi warga untuk mendapatkan pendidikan, berapa banyak lagi anak bangsa ini yang tumbuh tanpa pendidikan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H