Mohon tunggu...
Zavry W. Zaid
Zavry W. Zaid Mohon Tunggu... lainnya -

Chairman/CEO at Human Paradigm Enlightemen Foundation (HPEF/YPPI).Freelancer now n then. Nothing more interesting than immortality. In between, just passing n away while looking for the better future of body, mind n soul. Positive thinking, open minded, forget the past n forgiveness for a glorious of humanities.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menyenangkan, Menyusahkan, dan Mental Inlander

11 Juni 2011   05:37 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:38 530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Orang yang menyenangkan pasti berdampak sehat dan positif kepada diri sendiri, keluarga dan lingkungan. Sehat, bugar, kreatif dan produktif untuk mau dan mampu berbagi kebajikan dan kemuliaan hidup bagi sesama. Membuat senang berarti memberi dengan cara membangkitkan rasa senang, memuaskan, menarik hati dan menyukai orang lain. Dengan memberi kesenangan kepada orang lain melalui niat, pikiran, perkataan dan perbuatan menyenangkan, membuat hati sendiri menjadi damai, nyaman, senang dan bahagia. Apalagi kalau kita mau dan mampu memberi serta berbagi hal-hal menyenangkan kepada orang dengan ikhlas tanpa pamrih. Maka pasti semua makhluk dapat menikmati hidup berbahagia. Suka berbagi senang dengan tepa selira, memberi secara ikhlas sekaligus mendapat kesenangan berlipat ganda. Hidup ke negara utopia tak sekedar mimpi utopis.

Menyusahkan berarti menyebabkan susah, memberi kesedihan, menyulitkan dan membuat orang lain sengsara serta menderita. Memberi kesedihan atau menjadikan orang lain susah, bukan berarti kesusahan yang ada pada kita diberikan kepada orang lain. Tetapi merupakan penyakit diri, jiwa ataupun hati yang beku sulit cair karena susah menyatu dalam kehidupan yang damai, sejahtera dan bahagia bersama umat manusia secara manusiawi. Mempersulit, menambah susah dengan membuat orang lain menderita, sengsara dan menjadikan lemah tak berdaya  lalu menjadi miskin  papa adalah perbuatan orang sakit jiwa. Jiwanya sakit karena tega memperoleh kesenangan dan kepuasan dari perbuatan yang menyebabkan orang lain jadi korban menderita dan sengsara.

Jiwa mengalami kondisi sakit, membawa patogen yang menimbulkan penyakit dalam bersikap dan berperilaku. Merasakan berbagai gejala sakit pada fisik, jasad tubuh. Selanjutnya pasien tumbuh menjadi parasit dalam masyarakat. Bila semakin parah, bisa muncul menjadi seorang psikopat. Penderita mengalami gangguan kelainan jiwa, disorientasi sehingga sulit menyesuaikan diri hidup dalam masyarakat beradab. Kehilangan fungsi luhur untuk menjalani hidup sehat sebagai manusia biasa, normal, kreatif, produktif, damai, sejahtera dan bahagia.

Apabila orang yang mengalami gangguan kelainan jiwa sempat berkuasa di suatu negara, maka rusaklah bangsa dan negara itu. Bukan hanya terjadi degenerasi dan degradasi rakyat dan bangsanya, tak jarang menimbulkan dehumanisasi, hilangnya harkat dan martabat kemanusiaan sebagai bangsa. Sudah banyak contoh dari sejarah bangsa-bangsa dunia dimana penguasa membantai, menyengsarakan, menistakan dan memiskinkan kehidupan manusia sebangsanya demi ambisi kuasa jabatan, keserakahan dan kegilaan hidup yang diidap  jiwa yang sakit. Indonesia bisa jadi salah satu negara yang mengalaminya dimasa Orba, salah satu warisannya, korupsi yang memiskinkan dan menyengsarakan rakyat masih berlanjut hingga kini. Cukup sudahlah jangan sampai terulang pengalaman traumatis degenerasi, degradasi dan dehumanisasi bangsa dimasa-masa mendatang.

Gangguan jiwa ringan dalam diri yang bersangkutan dapat menimbulkan kondisi psikosomatis. Penyakit yang dialami jiwa menjalar dan dirasakan oleh sebagian atau  keseluruh bagian dari jasad tubuh (soma). Pasien yang mengalaminya, jarang sembuh tuntas bila berobat ke berbagai dokter fisik atau umum. Karena itu biasa disarankan untuk menjalani psikoterapi. Terapi yang dilakukan untuk memulihkan kondisi jiwa sebagai akar pemasalahan dan penyebab yang menimbulkan gejala penyakit fisik. Lazim juga untuk dikonsultasikan kepada dokter spesialis ahli penyakit psikosomatis atau kepada psikolog sebagai ahli ilmu jiwa.

Manusia menjalani kehidupan sosial bermasyarakat dengan lingkungan yang cenderung berperilaku hedonis, konsumtif, dengan narsisisme berlebihan, mudah meledak bahkan tak sungkan bertindak anarkistis. Hampir semua kita kini seperti mengalami gangguan psikologis. Hanya berbeda dalam gradasi, level atau tingkatan saja. Tergolong berat, sedang-sedang saja atau masih tergolong ringan. Yang terakhir kelihatan normal, beda-beda tipis dengan manusia sehat, segar, bugar, kreatif  dan produktif menjalani hidup damai, sejahtera dan bahagia dalam masyarakat madani (civil society).

Padahal sesungguhnya mengalami ketidakseimbangan jiwa dan ketidakselarasan hidup yang tampak jelas mengarah pada gangguan psikologis. Karena itu perlu pemulihan kesadaran agar insaf  jiwanya. Dalam kondisi ketidakpastian semakin tinggi kini, tampaknya tak cukup lagi hanya sekedar berobat tapi benar-benar butuh bertobat-punya kepekaan ilahiah- dengan sadar diri dan insaf. Kesadaran dan keinsafan dalam setiap diri individu bangsa, terutama melalui keteladanan agar  niat, pikiran, perkataan seiring sejalan dengan perbuatan. Semuanya mesti tercermin dari sikap dan perilaku para elite penguasa negeri yang punya hati nurani.

Perspektif  untuk menyenangkan atau menyusahkan orang lain terbentuk dari proses panjang hasil suatu persepsi dalam diri. Persepsi dihasilkan oleh daya serap otak dan akal sehat terhadap ragam informasi untuk diolah, dianalisis, dipilih, dipilah dan disampaikan kembali kepada orang lain melalui perseptif yang unggul dan cerdas. Keunggulan dan kecerdasan muncul sebagai konsekuensi logis dari pendayagunaan kapasitas terpasang sistem nilai indriyah dari sistem syaraf otak dan fithriyah melaluigarizah, intuisi ilahiah.

Kalau begitu apa hubungan antara menyenangkan atau menyusahkan orang lain dengan mental inlander? Mental berarti hal-hal yang berkaitan dengan watak, karakter, batin manusia yang tidak bersifat fisik, jasad tubuh kasar. Inlander adalah sebutan bagi bangsa pribumi yang terjajah oleh penjajahan pemerintahan Hindia Belanda selama 350 tahun bercokol di nusantara. Mental terjajah dan kultur penjajah itulah yang tampak hingga kini belum dilepaskan dalam sikap dan perilaku berbangsa dan bernegara selama 66 tahun merdeka secara turun temurun. Bahkan cenderung dipertahankan dalam bentuk neo feodalisme, republik aristokrasi menuju negara oligarki.

Tak terlihat adanya niat dan pemikiran apalagi praksis yang tegas dan tuntas menguatkan penerapan hukum yang pro terhadap kebenaran dan keadilan subtansial. Hukum, demokrasi dan good governance hanya sebatas legal formal, prosedural dan berhenti pada wacana dan retorika belaka. Selalu berulang tirani minoritas elite penguasa terhadap opini mayoritas rakyat yang lemah tak berdaya. Rakyat sudah tak punya harapan untuk mendapatkan akses kekuasaan penegakan hukum yang benar, jujur dan adil. Kecuali KPK mau dan mampu bertindak cerdas dan tegas tanpa tebang pilih. Bila harapan tak tersisa, maka rakyat merasa adakah gunanya teriak apa-apa sementara para pakar diskusi sampai berbusa-busa, tanpa punya kuasa mengeksekusi kebenaran opininya ?  Rakyat hanya bisa menyerah pada nasib dengan do'a dan pasrah menanti tiupan angin sorga, semoga Tuhan menyadarkan mereka dan kita semua.

Ketika elite penguasa bangsa sendiri berkuasa atas rakyat dan bangsanya, mental inlander semakin terasa. Rakyat yang berada dalam posisi lemah, miskin dan sengsara tetap jadi korban paksa penegakan hukum yang kurang manusiawi karena berpihak kepada penguasa jabatan dan uang. Hampir semua penegak hukum mengabdi, menghamba dengan patuh pada intervensi penguasa dalam pemerintahan  partai berkuasa. Tidak membela kepentingan yang lebih besar atas akses terbatas rakyat yang lemah, miskin dan sengsara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun