Mohon tunggu...
Zavry W. Zaid
Zavry W. Zaid Mohon Tunggu... lainnya -

Chairman/CEO at Human Paradigm Enlightemen Foundation (HPEF/YPPI).Freelancer now n then. Nothing more interesting than immortality. In between, just passing n away while looking for the better future of body, mind n soul. Positive thinking, open minded, forget the past n forgiveness for a glorious of humanities.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Melekat Erat dalam Atribut, Terperangkap Pikir pada Jabatan

29 Mei 2011   06:05 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:05 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Hasil dari buah pikiran yang meluncur dalam bentuk opini lisan atau tulisan, serta sikap dan perbuatan spontan itulah sebenarnya tampilan diri Anda sesungguhnya. Orang-orang pandir lebih menghargai pendapatan ketimbang pendapat, sebrilian apapun opini Anda. Sikap dan perilaku tradisionalisme mengungkung diri, membuat terjadi kemelekatan erat dalam berbagai atribut. Pikiran unggul tak lagi murni memihak pada kebenaran dan kemuliaan hidup. Keuangan yang maha kuasa membuat segalanya seolah tak berarti lagi, kecuali terkontaminasi jabatan dan uang. Martabat sebagai umat manusia yang mulia dan terhormatpun ikut jadi sirna.

Kini tidak penting lagi sepakar apakah Anda, semulia, sebaik, sejujur, seikhlas, sehebat dan secanggih apapun hasil pemikiran unggul Anda, tak bakal ada artinya. Pikiran mulia tak bisa dieksekusi jadi panutan dan perbaikan bagi kemaslahatan hidup manusia. Tak punya daya kekuatan uang serta tak melekat pada kuasa  jabatan mentereng. Anda pasti bisa dicap sebagai bukan siapa-siapa! Anda para pakar silahkan berdebat, berdiskusi berbuih-buih, atau berbagi kecerdasan pikiran dengan dukungan teknologi terkini pertelevisian, namun opini Anda tetap opini yang hampa, tak bakal digubris jadi tindakan nyata. Pasca reformasi, anjing terus menggonggong, kafilah tetap saja berlalu. Gue nyang kuase, emangnye elu mau ape....EGP kata yang muda-muda.

Menyedihkan bila mandat sebagai elite penguasa bangsa tak diikuti visi, kebijaksanaan, kejujuran dan keikhlasan ketika mengeksekusi privilese jabatan. Pikiran, sikap dan perilaku elite penguasa terperangkap dalam upaya mempertahankan kekuasaan oligarki dengan pola usang jabatan-uang-jabatan-uang. Terperangkap pikir dalam jabatan dan uang karena hasil perolehan berkuasa didapat dengan cara tujuan halalkan cara. Asalkan tujuan kekuasaan dapat tercapai,  segala proses, sikap dan perilaku tak mampu membedakan antara halal atau haram. Dosa dan pahala itu pasti hanya akan menjadi urusan akhirat nanti. Tak sadar diri, seolah lepas kehidupan nyata ketika berada di dunia tak sambung menyambung dengan kehidupan akhirat.

Kehilangan virtue, tak punya keunggulan moralitas, kebenaran dan kebajikan dalam menjalani hidup sebagai manusia paripurna. Perolehan kembali virtue, sangat perlu untuk membangkitkan kesadaran ilahiah, kecerdasan otak unggul dan intuisi hati nurani dari dalam diri elite penguasa, agar bisa miliki kuasa sekaligus martabat sejati.

Banyak sekali mantan penguasa bangsa-bangsa di dunia berakhir dengan sangat menyedihkan. Hanya sedikit mantan pemimpin bangsa yang mampu dan layak dikenang sebagai pewaris nilai-nilai virtue. Meningkatkan kualitas moral, menjadi sumber inspirasi tak habis-habis untuk memajukan pemikiran unggul umat manusia.

Kejatuhan mantan penguasa lebih banyak disebabkan keserakahan dan lupa diri sehingga tega melakukan KKN. Menikmati hasil korupsi, sambil melupakan aspirasi rakyat. Merasa diri sebagai raja diraja memiliki tulah dan kuasa memutus apa saja. Mengabaikan partisipasi kedaulatan rakyat yang sejatinya adalah pemilik sah negara dan bangsa. Membiarkan rakyat sengsara tak mampu penuhi kecukupan dana untuk dapat hidup layak sekedar memenuhi standar pangan, sandang dan papan secara sederhana. Konon lagi menjadi cerdas, makmur dan sejahtera.

Kemelekatan erat pada atribut kekuasaan membuat pikiran penguasa terperangkap dalam struktur hirarki jabatan. Tak jelas lagi mana pikiran murni otak unggul memperjuangkan tegaknya kebenaran demi memajukan kesejahteraan rakyat. Mencerdaskan kehidupan bangsa serta menjamin keamanan warga, bahagia dalam kenyamanan hidup bernegara. Mana pula yang berkaitan dengan gengsi, prestise dan citra diri bersama keluarga serta kepentingan kelompok elite penguasa untuk tetap mempertahankan agar kekuasaan tetap dalam genggaman mereka.

Ketika semua atribut kekuasaan terlepas,  jabatan tak punya, hilang pulalah kebanggaan, bahkan tak mampu hidup sebagai manusia biasa. Misalnya saja sebagaimana dialami Soeharto pasca kejatuhannya sebagai mantan penguasa orba dahulu. Karena diduga telah berperilaku sangat negatif berbuat KKN yang masif dan terstruktur serta penghilangan nyawa secara paksa sebagai kejahatan kemanusiaan, maka layak dihadapkan ke pengadilan. Namun rekomendasi para dokter menyatakan bahwa Soeharto telah kehilangan fungsi luhur, tak mampu lagi menjalani pemeriksaan di pengadilan. Secara implisit dokter hendak menyatakan tak bisa menjalani fungsi untuk membela diri sebagaimana manusia normal dengan akal, pikiran dan hati nurani yang sehat. Pola menjadi tidak sehat alias sakit telah menjadi hambatan serius penegakan hukum di negeri ini. Terutama apabila menyangkut kasus besar yang melibatkan kuasa uang dan jabatan, hingga saat kini masih terkesan nuansa tebang pilih.

Solusi keluar dari jebakan jabatan dan kemelekatan erat pada atribut kekuasaan adalah dengan membangkitkan kesadaran diri elite penguasa. Kesadaran yang hanya dapat dicapai melalui pendayagunaan fungsi otak unggul secara optimal serta menghidupkan intuisi berlandaskan hati nurani penguasa. Jabatan yang padanya melekat erat berbagai atribut dan privilese kekuasaan adalah amanah seluruh rakyat nusantara. Kepercayaan rakyat harus dijaga dan dibuktikan dalam tindakan nyata untuk memakmurkan dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Sesungguhnya tanpa jabatan dan ragam atribut kekuasaan serta privilese melekat padanya, -yang dapat terlepas seketika-, Anda tetap mampu hidup menjadi manusia paripurna seutuhnya. Jabatan dan atribut kekuasaan serta privilese yang melekat padanya adalah amanat rakyat yang bersifat sementara. Menjalani kehidupan biasa memberi dan berbagi opini dengan pemikiran cerdas mencapai virtue, itulah hidup mulia yang sebenarnya. Mampu memiliki keunggulan moral, kemuliaan hidup benar dalam damai, jujur, ikhlas, sejahtera dan bahagia memuaskan hasrat jiwa.   Capailah, tingkatkan dan peliharalah otak unggul nan cerdas penuhi dengan tacit knowledge yang melekat dalam diri Anda, selaraskan dengan intuisi dan hati nurani terberkahi. Percayalah bisa!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun