Mohon tunggu...
Aditia Ginantaka
Aditia Ginantaka Mohon Tunggu... karyawan swasta -

saya seorang aktivis pembinaan manusia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menebak Arti Senyum Ibu

30 November 2012   05:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:26 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Senyum..mu

Aku merasa agak berbeda, saat engkau membangunkan aku dari istirahat malamku. Sungguh, aku merasa ada banyak hal yang telah aku lewatkan. Aku melihat mulai banyak uban di rambutmu, mungkin jilbab yang kau kenakan saat menyambut kedatanganku agak menutupi itu semua. Keriput di wajahmu tampak semakin jelas, tapi senyum mucukup manghiasinya.

Benar…aku telah melewatkan semuanya…kebersamaan dimasa tua mu…tapi sejak dulu hingga aku berdiri saat ini, kau tak pernah berhenti menunjukan bahwa kau sayang padaku, senyum mu menggambarkan itu.

Segelas susu coklat pun kau hidangkan pagi itu, dan terasa begitu nikmat kuminum setelah ku bermunajat di waktu fajar pada sang khaliq. Ku melihat engkau masih tetap sigap, membereskan sisa makanan semalam, dan mulai menyiapkan sejumlah makanan untuk sarapan pagi itu. Senyum mu menjelaskan bahwa engkau sangat menikmati aktivitas rutin itu..yang tidak hanya engkau anggap sebagai kewajiban, tapi juga bentuk cintamu padaku.

Suaramu masih seteduh dulu, saat aku berpamitan padamu. Ajakanmu untuk duduk bersama menikmati sarapan bersama begitu membahagiakan, kuceritakan kisah perjalanan pulangku semalam, senyum mu membuatku selalu bersemangat untuk berbagi kisah menarik yang kujalani di luar sana, tanpa pendampinganmu.

Kuingat disebuah pesan singkat..yang membuatku sangat bahagia memilikimu…

“ ibu hanya bisa memberikan doa supaya anak ibu selalu sehat dan sukses”

Walau mungkin sudah banyak yang kau korbankan, engkau pun masih merasa bahwa engkau tidak memberikan apa-apa kepadaku selain doa.

Walaupun telah berulang kali aku membuatmu sakit hati dengan sikap buruk yang kumiliki, tapi senyum mu selalu hadir menepis itu semua, dan kau tetap sabar mendidik serta membesarkanku.

Walau beberapa kali aku berbohong kepadamu, engkau pun selalu memberikan maaf yang luasnya bagai bumi dan langit, benar-benar tiada batas….

Ibu…baru ini yang aku bisa lakukan..tetap menjadi anak yang terus berusaha menunjukan bhaktinya walau tak kan pernah sempurna, tak kan pernah mampu membayar semua peluh dan letih yang telah engkau rasakan.

Baru sekedar ini saja..yang aku bisa lakukan, berusaha untuk tetap taat pada Dia yag telah menitipkan ku kepadamu. Ini kulakukan agar kelak bhaktiku dapat menolongmu saat Dia meminta pertanggungjawabanmu

Maafkan aku ibu….karena banyak melewatkan kebersamaan indah dimasa tuamu, untuk sekedar mengejar harapanku…kuingin kau tau ibu… bahwa aku mencintaimu….

Ditemani beberapa tetes kenikmatan air mata….kupersembahkan tulisan ini untuk mu….

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun