“Dalam setahun rata rata ada 85 kasus kekerasan pada wartawan, dan jumlah tersebut akan terus bertambah setiap tahunnya”. demikian diungkap oleh vivanews.com.
Sebelum saya berbicara jauh, mengenai dampak atau hal ahal apa saja yang kerap terjadi pada pewarta berita, saya akan membahas Kewartawanan. jurnalistik itu sendiri artinya catatan harian, atau catatan mengenai kejadian sehari-hari, atau bisa juga berarti surat kabar.
Berbicara mengenai sejarah jurnalistik Indonesia, semua itu tidak bisa lepas dari pengaruh sejarah jurnalistik yang ada di berbagai negara, khususnya negara-negara yang ada di kawasan Eropa seperti Amerika dan Belanda. Sejarah perkembangan jurnalistik di Indonesia digolongkan menjadi beberapa fase.Fase pertamaadalah jurnalistik atau pers sebagai alat perjuangan. Fase keduasejarah pergolakan politik, Periode ini menjadi periode dramatis untuk sejarah perkembangan jurnalistik di Indonesia karena pers menjadi alat untuk menjatuhkan citra partai politik lain.Fase ketigadari sejarah perkembangan jurnalistik di Indonesia adalah pembredelan pers pada masa Orde Baru. Fase keempatsejarah perkembangan jurnalistik di Indonesia terjadi setelah rezim Orde baru runtuh
Dari beberapa fase diatas, kekerasan masih saja kerap melanda wartawan. dari mulai yang hanya pemukulan hingga pembunuhan. Tentu kita semua sering mendengar kejadian ini secara terus menerus. Dan seolah ada pembiaran oleh oknum kepolisian mengenai kasus ini. dan yang lebih mengenaskan, kebanyakan atau hampir seluruh kasus yang menimpa para wartawan tersebut merupakan orang-orang penting yang mempunyai jabatan dan kedudukan. Mereka semua para pelaku adalah orang orang berpendidikan akan tetapi mempunyai kadar emosional yang rendah. Sehingga ketika kasusnya mulai terkuak merasa tidak terima dan langsung melakukan tindakan abnormal.
Berikut beberapa kasus yang menimpa para pewarta berita. Dengan perincian pada 2003 (54 kasus), 2004 (26 kasus), 2005 (34 kasus), 2006 (23 kasus), 2007 (37 kasus), 2008 (17 kasus), 2009 (69 kasus), 2010 (66 kasus), 2011 (96 kasus), 2012 sebanyak (74 kasus), sumber PWI.
Tentu kita semua berharap agar kasus ini tidak lagi terjadi dan lebih banyak lagi wartawan yang mati sia-sia hanya karena berita yang dibuat. dijaman keterbukaan informasi seperti saat ini seharusnya ada hukuman yang secara tegas mengatur kekerasan pada wartawan.bukan lagi sekedar ilusi tanpa aksi, karena bila hal ini terus dibiarkan tentu akan bertambah kekerasan-kekerasan pada wartawan ditahun berikutnya.
Sesungguhnya, bila kasus ini terus dibiarkan oleh oknum kepolisan akan menimbulkan banyak kerugian baik dari pemilik media, maupun pembaca informasi dalam hal ini pelanggan setia surat kabar tersebut. Juga kampus-kampus yang menyajikan jurusan kejurnalistikan tentu akan sepi peminat. Ketiga hal diatas tidak menutup kemungkinan untuk terjadi dan bisa saja terjadi bila kita semua hanya berdiam diri. Kerugian yang dialami oleh media yaitu akan banyak wartawan yang akan mengudurkan diri karena tidak ingin mengambil resuoko yang besar, dan akan semakin sedikit penerus estafet pekerjaan ini. Kerugian yang dialami pembaca adalah, akan semakin sedikit ruang informasi yang diperoleh dan akan semakin sedikit pula menu berita yang dibaca.
Bisa anda bayangkan bila republik yang besar ini tidak memiliki media yang jujur dan taransparan dalam pemberitaan. Para koruptor akan semakin nyaman menguras kekayan negara, demi keluarga dan sanak familinya. Primordialisme akan semkin tumbuh dan berkembang karena tidak ada kontrol dari media, kasus Atut yang belakangan menjadi kasus yang hangat dperbicangkan baik media lokal maupun nasional. Tidak lepas dari peran media yang terus memblow up sehingga tergugahlah KPK untuk melakukan peneyelidikan di bumi Banten, dan akhirna usaha para wartawan dan media tidak sia-sia. Atut dan kroni-kroninya kini mendekam di rumah tahanan pondok bambu Jakarta. Meskipun sebelumnya ada intervensi pembunuhan, bagi wartawan yang memberitakan dari keluarga sang ratu terkait pemberitaan ini.
Hal diatas menunjukan betapa krusialnya profesi wartawan, wartawan bukan hanya penyampai informasi kepada masarakat, jauh dari itu wartawan dapat membongkar sekandal skandal besar yang dilakukan para pejabat negeri ini. lalu Apakah profesi tersebut salah? Apakah profesi tersebut menyalahi aturan? Tentu tidak. Hemat saya profesi wartawan adalah profesi yang mulia dan tidak semua orang dapat melakukan nya dengan baik. Lalu mengapa masih ada kekerasan pada wartawan?
Belum puaskah para pelaku mengambi kekayann negeri ini? Dan melampisakannya pada wartawan? Wartawan hanyala bagian terkecil dari sebuah perusahaan media yang mencoba menjalankan tugasnya dengan jujur. Gajih yang tidak seberapa tidak membuat mereka mundur dan memilih profesi lain yang lebih aman. Bagi mereka profesi ini merupakan panggilan jiwa. Jadi resiko dan gaji adalah nomor kesekian bagi mereka. Tapi apa balasan yang kerap mereka terima? Anacaman, penganiayaan seta pembunuhan sudah menjadi hal biasa bagi mereka yang bergelut diprofesi ini. Maka tidak heran, kita kerap melihat aksi solidaritas para wartawan dinegeri ini, bukan kenaikan gaji atau pangkat yang mereka suarakan akan teapi, mereka menuntut penuntasan kasus yang kerap melanda sahabat sahabat mereka yan hingga saat ini belum jelas
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H