Rapat Dewan Gubernur BI (Bank Indonesia) pada tanggal 17- 18 Juni 2020 menghasilkan keputusan bahwa Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan atau BI 7-days (Reverse) Repo Rate sebesar 25 basis poin, yang artinya menjadi 4,25 % dari 4,5 %. Â
Dalam Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia tersebut, selain menghasilkan keputusan penurunan suku bunga acuan, BI juga menurunkan suku bunga deposit facility dan juga suku bunga landing facility. Kedua nya sama- sama turun sebesar 25 basis poin.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan "Dengan assessment ekonomi global dan domestik. Saya ingin sampaikan atas nama RDG bahwa RDG Bank Indonesia pada tanggal 17-18 Juni 2020 memutuskan untuk menurunkan BI 7-day (Reverse) Repo Rate sebesar 25 basis poin menjadi 4,25 %" pada Kamis (18/06/2020).
Lalu pada Rapat Dewan Gubernur BI, ditanggal 15-16 Juli 2020 mengeluarkan hasil yaitu Bank Indonesia kembali menurunkan suku bunga acuan nya sebesar 25 basis poin, sehingga suku bunga acuan BI sekarang adalah 4.00%, dan masih bertahan sampai hari ini. Para ekonom menyebutkan bahwa akan ada kemungkinan suku bunga acuan BI turun kembali, karena melihat kondisi perekonomian Indonesia yang saat ini belum juga stabil.
Penurunan suku bunga acuan ini dapat dibilang penurunan terendah sepanjang sejarah perekonomian Indonesia. Penurunan suku bunga ini juga telah mempertimbangkan kondisi rendahnya tekanan inflasi, terjaganya stabilitas eksternal, dan perlunya mendorong pertumbuhan ekonomi.
Untuk  perekonomian secara makro, penetapan turunnya suka bunga acuan ini juga akan berpengaruh kepada perekonomian Indonesia.Â
Dalam hal ini, Bank Indonesia selaku pihak yang berwenang dalam melakukan kebijakan moneter, Â memiliki beberapa instrumen kebijakan yang dapat diimplementasikan dalam rangka pengendalian moneter. Salah satunya adalah suku bunga. Bank Indonesia memiliki wewenang untuk menetapkan suku bunga dalam rangka menentukan tingkat uang beredar sebagai penentu arah kebijakan moneter.
Salah satu alasan BI tidak menurunkan kembali tingkat suku bunga acuan dari Bulan Juli adalah  mempertimbangkan menjaga stabilitas rupiah ditengah inflasi yang diperkirakan akan tetap rendah seperti yang sebelumnya disampaikan. Namun keputusan ini menimbulkan pro dan kontra.
Menurut Anthony Budiawan, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) keputusan tersebut justru tidak tepat. Lantaran menurutnya bunga acuan di level 4% termasuk tinggi, dan bisa menghambat pemulihan ekonomi nasional yang dicanangkan pemerintah.
Menurutnya hal ini akan menyebabkan pemulihan ekonomi Indonesia terhambat, karena secara teori jika suku bunga acuan tidak turun maka suku bunga kredit, obligasi dan juga Surat Berharga Negara (SBN) tidak juga kunjung turun.
Hal ini menyebabkan kurang diminatinya obligasi oleh investor asing, sehingga investor asing akan lebih memilih obligasi negara lain seperti Vietnam, Thailand, Singapura, atau Malaysia. Hal ini akan berdampak supplay Dollar ( mata uang asing ) ke Indonesia akan turun.