Perundungan muncul karena kurangnya rasa empati di kalangan pelajar. Rasa empati tersebut bisa kita artikan merasakan apa yang dirasakan orang lain. Hilangnya rasa empati itu dapat membuat remaja tega melakukan apapun, termasuk perundungan karena mereka tidak merasakan apa yang dirasakan korban, melainkan hanya mementingkan kesetiakawanan pada kelompoknya. Salah satu penyebab tergerusnya rasa empati itu sendiri dikarenakan maraknya penggunaan telepon pintar atau gadget yang dapat membuat orang tidak terlalu acuh dengan lingkungan sekitarnya.
Saya kira sekolah memiliki peranan yang sangat penting untuk menanamkan rasa empati itu sendiri. Sekarang, di tempat-tempat publik, para remaja akan asik bermain dengan telepon genggamnya sendiri dan tidak saling bertegur sapa. Sekolah atau lembaga pendidikan seharusnya lebih gencar lagi menumbuhkan rasa empati bagi siswa-sisiwnya untuk mencegah terulangnya kasus perundungan di kalangan remaja.
Sekarang sedang gencar-gencarnya kasus perundungan di kalangan remaja, seperti halnya peristiwa yang menimpa Audrey, korban penganiayaan belasan siswa SMA, menyebar luas di media sosial dan membuat tagar #justiceforAudrey menjadi topik bahasan utama dalam beberapa hari terakhir.
Pada Rabu malam (10/4), Kepolisian Resor Kota Pontianak telah menetapkan tiga murid SMA yang berinisial FA atau Ll, TP atau Ar dan NN atau Ec sebagai tersangka.
Psikolog forensik yang bernama Reza Indragiri Amriel menyatakan, munculnya petisi #JusticeForAudrey belum menyentuh akar masalah. "Pada tataran fundamental, sepakatkah kita untuk melakukan revisi besar-besaran UU Sistem Peradilan Pidana Anak?" kata Riza.
Inti dari revisi itu adalah penurunan batasan usia anak, penentuan jenis perbuatan pidana yang dapat dikenakan sanksi yang telah diperberat atau bahkan dikecualikan dari UU Sistem SPPA, dan penetapan batas hukuman minimal.
Kontrol orangtua
Sehari usai kejadian itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, menjenguk Audrey di rumah sakit dan mendatangi sang pelaku penganiayaan itu.
Setelah memberikan pengarahan kepada para kepala sekolah, guru, dan para orang tua pelajar di Pontianak, Mendikbud meminta guru dan pimpinan sekolah cepat merespons. "Masalah ini dalam menyelesaikannya hendaknya dengan mendidik, dan anak bukan penjahat, karena mereka sedang mengalami masa pertumbuhan," ucapnya.
Mendikbud mengimbau agar ilmu jiwa, ilmu sosiologi pendidikan, dan konseling sekolah bisa diterapkan ke anak didik. "Saya juga minta pada para orang tua dan guru agar memantau aktivitas anak-anak mereka, dan kepada orang tua yang memberikan kebebasan terhadap anaknya untuk menggunakan gawai agar memeriksa apa yang ada di gawai mereka, termasuk siapa temannya, dan konten apa saja yang ada di dalam gawai tersebut," imbaunya.
Dari pemaparan polisi, menurut Mendikbud, isu yang viral di medsos bahwa korban dikeroyok oleh 12 pelaku juga tidak benar. "Termasuk soal merusak area sensitif korban juga tidak benar."