"Entahlah, Pak Tarya. Namun saya merasa saat ini banyak orang tak peduli dikatakan sebagai kerbau yang hanya punya naluri harus isi perut sepenuh mungkin dan tak peduli bagaimana mendapatkannya."
Judul: Orang-orang Proyek
Penulis : Ahmad Tohari
Halaman : 224 halamanÂ
Sinopsis
Aku insinyur. Aku tak bisa menguraikan dengan baik hubungan antara kejujuran dan kesungguhan dalam pembangunan proyek ini dengan keberpihakan kepada masyarakat miskin.Â
Apakah yang pertama merupakan manifestasi yang kedua? Apakah kejujuran dan kesungguhan sejatinya adalah perkara biasa bagi masyarakat berbudaya, dan harus dipilih karena keduanya merupakan hal yang niscaya untuk menghasilkan kemaslahatan bersama?
Memahami proyek pembangunan jembatan di sebuah desa bagi Kabul, insinyur yang mantan aktivis kampus, sungguh suatu pekerjaan sekaligus beban psikologis yang berat. "Permainan" yang terjadi dalam proyek itu menuntut konsekuensi yang pelik. Mutu bangunan menjadi taruhannya, dan masyarakat kecillah yang akhirnya menjadi korban. Akankah Kabul bertahan pada idealismenya? Akankah jembatan baru itu mampu memenuhi dambaan lama penduduk setempat?
Ngeracun
[ hanya untuk orang-orang yang oke dengan spoiler]Â
Ahmad Tohari selalu bisa hadir dengan fiksi-fiksi membuminya: keberpihakan dengan orang kecil. Ia berhasil sekali lagi menelanjangi rezim, kali ini sasarannya orde baru setelah sebelumnya ia bermain kata tentang peristiwa dan kejadian di 1965an. Dan yang pasti yang tidak pernah dilewatkan oleh sang maestro adalah bumbu-bumbu cinta.Â
Jadi lengkap sudah plot yang pembaca inginkan: kupasan habis tentang fakta di lapangan terkait pembangunan di 90an; dan kisah cinta insinyur proyek, Kabul, dan sekretarisnya, Wati, yang berawal dari proyek.
Buku ini lahir tahun 2002 di hadapan khalayak umum, jadi aman saja Ahmad Tohari enggak akan kenapa-kenapa. Pasalnya, buku ini lumayan gamblang menggambarkan subjeknya, misalnya "bapak pembangunan" dan partai yang hype kesayangan si bapak yaitu "Golongan Lestari Menang (GLM)".
Jadi kisah ini diawali dengan pertemuan seorang mantan PNS, Pak Tarya dengan si peran utama, Kabul, mereka bertemu saat Pak Tarya sedang asyik memancing. Kabul kemudian merasa cocok dan berteman dengan Pak Tarya karena beliau sangat pandai dan kritis. Kabul disini dikarakterkan sebagai mantan aktivis kampus yang memiliki idealisme tinggi, memegang proyek pembangunan jembatan di Sungai Cibawor.Â
Ia mulai merasakan realita di lapangan seperti adanya penyelewengan dana, proyek percepatan untuk kebutuhan kampanye, perhitungan proposal yang mengada-ngada, sampai kelakuan licik atasannya Dalkijo yang merupakan kader partai GLM.Â