Pergahula Sidauruk menjadi nama baru yang menghiasi dunia distributor rempah Bandung. Pria berdarah batak kelahiran 15 Desember 1974 di Pulau Samosir ini, sering kali mendistribusikan rempah -- rempahnya pada para pedagang di wilayah Bandung dan Cimahi. Walaupun tergolong baru, Pria yang akrab di sapa P. Sidauruk ini memiliki perkembangan bisnis yang cepat. Sehingga namanya cukup dikenal di kalangan para pedagang yang bergelut di bidang rempah khususnya di wilayah Bandung dan Cimahi.
Pada saat ini P. Sidauruk tergolong sebagai distributor sukses, walaupun begitu beliau memiliki masa lalu yang penuh liku. Saat menginjak usia remaja, keluarga P. Sidauruk memiliki perekonomian yang tidak stabil sehingga membuat beliau mengalami kesulitan untuk membayar biaya sekolah. Hal tersebut membuat P. Sidauruk remaja berpikir untuk membantu perekonomian keluarganya dengan mencari pendapatan tambahan. Setelah berpikir dan mencari akhirnya P. Sidauruk remaja yang saat itu duduk di bangku SMP memutuskan untuk bekerja menjadi kuli angkut di salah satu pasar. Pekerjaan tersebut terus di lakoninya hingga P. Sidauruk mulai beranjak SMA.
Masa SMA merupakan masa ketika kita menunjukkan segala ketertarikan terhadap apapun. Begitu pula dengan P. Sidauruk, Pada masa SMA beliau mulai menunjukkan rasa ketertarikannya yang tinggi terhadap bisnis. Sehingga setelah menjalani pekerjaan pertamanya sebagai kuli angkut, P. Sidauruk mulai menunjukkan ketertarikannya pada bisnis dengan mulai membangun bisnis Tuak (Miras) dalam skala kecil. Tuak sendiri merupakan sejenis minuman beralkohol Nusantara yang berbahan dasar nira, beras, atau bahan minuman/buah yang difermentasi dengan kandungan gula di dalamnya. Dengan segala keterbatasan, P. Sidauruk remaja mulai untuk memproduksi Tuak dengan menggunakan bahan baku air nira yang beliau dapatkan dari Hutan yang kemudian diolah lalu dijual dipasar tempat ia dahulu menjadi kuli angkut, bisa dibilang saat itu ia memulai langkahnya menjadi seorang pemasok diusia muda .
 Selepas melewati berbagai peristiwa semasa sekolah dan mulai beranjak dewasa, P. Sidauruk muda mulai terpikir untuk bertransmigrasi ke pulau Jawa, dengan harapan meningkatkan perekonomian keluarga yang saat itu sedang tidak stabil juga dukungan penuh oleh sanak keluarga membuat P. Sidauruk muda memutuskan untuk bertransmigrasi ke tempat yang paling diimpikan oleh para transmigran yaitu Jakarta. Dengan berbekal tekad dan segudang harapan, P. Sidauruk muda mulai menapakkan jejaknya dan mencari pekerjaan. Namun sayang harapan dan kenyataan tak selamanya beriringan, P. Sidauruk yang selalu bertekad ingin memperbaiki  perekonomian keluarga harus gigit jari karena selama enam bulan lamanya ia berada di Jakarta, ia masih tetap kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan di kota dengan julukan metropolitan itu.
Sulitnya mencari pekerjaan di kota metropolitan bukan menjadi halangan bagi sosok P. Sidauruk, Kegigihan untuk memperbaiki perekonomian keluarga terus berkobar dalam dirinya, ia terus mencari pekerjaan sampai ke berbagai sudut kota hingga akhirnya kegigihan tersebut membuahkan hasil, ia pun mendapat pekerjaan sebagai pekerja serabutan. Namun karena penghasilan yang ia dapatkan tergolong kecil membuat P. Sidauruk pun mulai memutar otak untuk mencari tempat kerja yang baru. Melalui beberapa kenalan ia pun mendapati berbagai informasi terkait dengan pekerjaan dan ia mendapati fakta bahwa kota Bandung merupakan kota yang tepat untuk didatangi ketika ingin mencari pekerjaan dengan penghasilan yang lebih baik. Oleh karena itu P. Sidauruk bertekad untuk menabungkan hasil jerih payahnya sebagai pekerja serabutan dan pergi  bermigrasi ke kota priangan Bandung.
Selepas sampai di Kota Bandung, P. Sidauruk mulai menjajal berbagai pekerjaan. Melalui salah satu kenalannya, ia mulai menapakkan jejak karir  pertamanya di Kota Bandung sebagai tukang cuci mobil. Walaupun penghasilannya tidak seberapa, beliau tetap bersikukuh untuk menyisihkan segelintir hasil jerih payahnya untuk menjadi sopir angkutan kota. Pada tahun 1996 sampai tahun 2003 beliau beralih profesi menjadi supir angkutan kota. Selama tujuh tahun menjadi sopir angkutan kota, P. Sidauruk telah menjadi sopir dari berbagai jurusan angkutan kota di berbagai wilayah Kota Bandung dan Cimahi seperti jurusan Cicaheum Kalapa, Cicaheum Ledeung, Cimahi Kalapa, Cimahi Padalarang, Cimahi Stasion dan berbagai jurusan lainnya. Walaupun sudah nyaman dengan profesinya sebagai sopir angkutan kota, P. Sidauruk menilai penghasilannya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarga, sehingga membuatnya memutuskan untuk berhenti menjadi sopir angkutan kota dan memutar otak agar mendapatkan pekerjaan pengganti yang sekiranya dapat memenuhi kebutuhan keluarganya.
Selepas berkonsultasi dengan sanak keluarga, P. Sidauruk pun akhirnya memutuskan untuk beralih profesi dan mencoba menjajal dunia bisnis dengan membuka usaha sebuah koperasi simpan pinjam yang mulai didirikan pada tahun 2003 dan terus berlanjut hingga tahun 2019. Menjaga suatu bisnis agar tetap stabil merupakan kunci agar suatu bisnis dapat bertahan, Namun menjaga kestabilan bisnis memiliki tingkat kesulitan yang tinggi, sehingga tak jarang banyak bisnis yang kesulitan untuk bertahan. Bisnis koperasi simpan pinjam yang telah berdiri selama 16 tahun ini juga akhirnya tergoyahkan karena bermunculannya  para pesaing dan berbagai faktor lainnya yang membuat bisnis kurang stabil dan semakin memaksa koperasi ini untuk tidak melanjutkan perjalanannya. Dengan bermunculannya segala kendala tersebut membuat P. Sidauruk kembali harus memutar otak untuk mencari pengganti dari profesi yang ia jajal selama 16 tahun lamanya itu.
Selain memikirkan pengganti dari profesi sebelumnya, P. Sidauruk mencoba mencari solusi dengan berkonsultasi terkait pergantian profesi dengan para sanak keluarga dan teman -- teman sejawat. Hingga akhirnya ia mendapati keputusan untuk mengganti profesinya menjadi seorang sopir truk. Pada awalnya berprofesi sebagai sopir truk memiliki pendapatan yang cukup stabil. Namun rencana tak selamanya mulus, karir yang diharapkan berlangsung lama berbanding terbalik dengan kenyataan. Munculnya pandemi covid-19 menjadi tamparan keras bagi P. Sidauruk, Pendapatan yang bisanya selalu stabil mendadak berubah dan terjun bebas. Kehadiran covid-19 dianggap sebagai malapetaka pada karir baru yang dimiliki P. Sidauruk. Profesinya sebagai supir truk pun tidak dapat berlanjut karena adanya pandemi covid-19 yang membuat pekerjaannya semakin hari semakin sepi sehingga pekerjaannya tidak berjalan lancar. Hal tersebut sebanding dengan perekonomian dunia khususnya Indonesia yang saat itu sedang mengalami penurunan drastis.
Saat kondisi perekonomian keluarga semakin hari kian memburuk, P. Sidauruk mulai berpikir untuk menjajal profesi baru, yaitu dengan menjadi seorang distributor. Pemikiran tersebut tercetus ketika sang istri mencoba untuk menjual suatu produk rempah di Pasar Induk Caringin Kota Bandung. Namun sang istri mengalami kesulitan dalam memasarkannya produknya yang ia jual tersebut, karena untuk memasarkannya harus menunggu pembeli datang ke kiosnya. Hal tersebut membuatnya berpikir bagaimana cara memasarkan suatu produk rempah agar lebih efisien. Dan dari peristiwa tersebut, P. Sidauruk menyimpulkan bahwasannya menjadi seorang distributor lebih mudah untuk dijalani dibandingkan menjadi seorang penjual rempah di pasar yang mengharuskan dia menghantarkan produk secara langsung ke konsumen. Ditambah keponakannya mengajak untuk ikut serta menjadi distributor rempah yang membuatnya semakin yakin untuk berkarir menjadi seorang distributor rempah. Hingga akhirnya beliau pun setuju untuk mengikuti jejak karir sang keponakan yaitu dengan menjadi seorang distributor rempah. Alasan P. Sidauruk lebih memilih untuk menjadi distributor rempah dibandingkan menjadi distributor lainnya karena keuntungan yang didapatkan lebih menjanjikan dan memiliki kemungkinan kecil produk rempah rusak selama masa perjalanan tidak seperti komoditi sayur mayur ataupun buah-buahan yang memiliki tingkat kerusakan tinggi selama masa perjalanan.
Pada proses awal karir pendistribusian, P. Sidauruk memilih untuk mendistribusikan bawang sebagai komoditi yang akan di jual ke berbagai pulau dan provinsi di Indonesia seperti Sumatra Utara, Riau, dan Kalimantan Barat. Namun sayangnya pada awal proses distribusi, P. Sidauruk mengalami berbagai kendala yang menyebabkan ia harus mengalami pahitnya kegagalan. Produk bawang sebagai komoditi utama yang digadang -- gadang sebagai produk yang akan laris manis di pasaran malah hancur di tengah proses distribusi. Selama proses distribusi produk mengalami berbagai kendala yang menyebabkan kualitas produk menjadi rusak selama masa perjalanan yang dikarenakan faktor rusaknya akses jalan, jarak tempuh yang terlampau jauh dan kondisi cuaca yang kurang mendukung untuk melakukan distribusi membuat barang yang sampai di tangan konsumen sudah mulai ada yang mengalami kerusakan Sehingga membuat para pelanggan pergi mencari distributor lain. Dengan adanya insiden ini, distribusi bawang antar pulau menyebabkan P. Sidauruk mengalami kerugian yang amat besar, sehingga beliau harus meminjam sebesar 650 juta rupiah dari sanak saudara untuk menutupi kerugian.
Setelah mengalami pahitnya kegagalan, P. Sidauruk yang didukung oleh keluarganya tak pantang menyerah dan selalu gigih pada setiap keputusan yang diambil sehingga ia pun kembali memutuskan untuk terus melanjutkan karirnya sebagai seorang distributor rempah, tentu dengan berbagai persiapan yang lebih matang juga mulai mengenali dan memahami segala permasalahan -- permasalahan yang biasanya muncul selama proses distribusi dan mengetahui solusi dari setiap permasalahan yang biasanya muncul ketika proses distribusi sedang berlangsung.