Tak terasa, sudah 28 kali saya berhadapan dengan Hari raya nyepi. Sekali salam setahun yang oleh umat hindu dijadikan ajang instropeksi diri dan beristirahat dalam arti sebenarnya. dalam 1 hari ini kita tidak diperbolehkan untuk melakukan aktivitas apapun. Beristirahat. Itu kata kuncinya. Jika dipikir, akan nikmat sekali jadinya. Namun jangan lupa, kita ini manusia. Seperti pepatah, dikasi hati minta jantung. Selalu ingin lebih!Â
Bagaimana tidak, kita yang seharusnya disuruh beristirahat malah melakukan banyak kegiatan. Sebenarnya dalam pandangan saya, Hari Raya Nyepi ini kita sebagai umat beragama, di"perintahkan" untuk berkumpul bersama keluarga. Berinteraksi secara maksimal dalam 1 hari ini saja. Mencari kedekatan yang mungkin saja renggang dalam 1 tahun belakangan. Kita diperintah untuk berhenti memikirkan hal duniawi. Fokus pada kelurga, bukan pada pekerjaan, atapun hal lainnya. Jika dipikir mungkin adalah hal yang sangat mudah memang. Tapi pikir kembali wahai umat sedarma. Bagaimana kita yang selalu memikirkan untuk beristirahat saat bekerja, namun malah sibuk untuk memikirkan dan melakukan berbagai kegiatan dalam hari raya nyepi ini.Â
Saya tinggal di kota kecil di bali.Di kelurahan Baler Bale Agung, kecamatan Negara, kabupaten Jembrana. Sebuah kabupaten yang memiliki umat beragam. Walaupun dibali, disini persentase hindu dan agama lainnya, hanya 52% saja. Dan saya sangat yakin, hampir 60% masyarakat beragama islam dibali, tinggal disini.Â
Kembali tentang hari raya nyepi. Saya tinggal di gang kecil dengan 14 kk. Hanya ada 1 umat islam disini, tapi saya sangat berterimakasih dengan keluarga ini. Mereka ikut merasakan dan merayakan Nyepi. Bahkan dapat dikatakan, hanya mereka yang benar-benar menjalankan tapa brata penyepian. Mereka tidak keluar rumah, tidak menghidupkan lampu, tidak menonton TV dan kegiatan lainnya. Padahal mereka ini umat muslim. Kita sebagai umat hindu yang memiliki hari raya ini malah bersantai dijalan-jalan, menghidupkan lampu penerangan lainnya, menonton tv, berjudi dan mabuk-mabukan dengan berbagai alasan. Tidakkah kita malu dengan tetangga saya ini?Â
Pernah suatu ketika saya bertanya pada keluarga yang berasal dari jember ini. Kenapa pas Nyepi ga pulkam ke Jember? Jawabannya sangat mengejutkan saya, mungkin saya muslim, tapi kami tinggal dibali dan senang mengikutiprosesi Nyepi. Satu hari dalam setahun kami disuruh beristirahat dan berkumpul dengan keluarga tanpa ada gangguan tv, handphone, laptop dan lainnya. Fokus tentang keluarga saya.Â
Mereka saja menghargai hari raya kita, mengapa kita tidak dapat menghargai hari raya kita sendiri?
Saya jadi teringat beberapa saat lalu ketika ada umat lain yang menghina hari raya Nyepi dengan komentar "dasar umat hindu, hari raya nyepi malah mabuk-mabukan ga jelas..." seketika itu banyak komentar yang berapi-api dialamatkan kepadanya. Apakah itu salah?
Saya hanya tertawa melihatnya, sudah taukita yang salah, ko marah2? Mungkin sejarang saatnya bagj kita umat sedharma, memaknai hari raya Nyepi dengan mulai menghargainya sendiri. Hanya stu hari. Apakah sesulit itukah menjaga keinginan dan nafsu duniawi kita?? Suruhlah nafsu dan keinginan ittu beristirahat, hanya 1 hari, dari jam 6 pagi hingga keesokan hari. 364 hari setelahnya biarkan mereka kembali.. hanya satu hari. Terimakasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H