Syahdan di sebuah negara Demokratik
Seorang presiden baru dilantik
Di gedung DPR, ke atas mimbar dia naik
Dengan gagah berwibawa dengan berpekik
“Mari Perangi Korupsi!”
Semua terbengong
Kemudian riuh melolong
Anggota dewan yang aktivis pluralisme menolak
“Jangan pakai kata perang, nanti kita sama saja dengan teroris!”
Baiklah, kata presiden, diapun menggantinya dengan:
“Mari menumpas korupsi!”
Anggota dewan yang keturunan korban kekejaman PKI protes
“Sadis, ah! Seperti G30S PKI saja!”
Baiklah, kata presiden, diapun menggantinya dengan:
“Mari memberantas korupsi”
Anggota dewan yang mantan penyuluh kesehatan angkat bicara
“Itu mah buat nyamuk dan serangga… Ini kan koruptor!”
Baiklah, kata presiden, diapun menggantinya dengan:
“Mari menghilangkan korupsi!”
Anggota dewan yang beraliran liberal berdalih
“Tidak mungkin kita menghilangkan korupsi, kejahatan itu pasti akan tetap ada sampai hari kiamat.”
Baiklah, kata presiden, diapun menggantinya dengan:
“Mari menghapus korupsi!”
Ada yang meledek
“Anda ini Presiden, bukan guru!”
Baiklah, kata presiden, diapun termenung.
Lama sekali hening terdengar
Ruang dewan akhirnya riuh dengan komentar
“Negara kita banyak perbedaan
pendapat pribadi janganlah dipaksakan”
Para anggota dewan yang tadinya mengkritik akhirnya bersimpati dan menyemangatinya kembali.
“Sudahlah, Presiden sudah berniat baik, yang penting kini ialah aksinya. Tidak peduli mottonya apa.”
Ya, ya. Presiden pun bangkit
Dengan menghela nafas panjang yang diambilnya dari segenap dada hadirin, dia kembali berpekik:
“Mari Korupsi!”
Seketika anggota dewan serempak berdiri memberikan standing applause dan siul gembira.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H