Mohon tunggu...
Gilig Pradhana
Gilig Pradhana Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

adalah aktivis Muhammadiyah yang mengidamkan pendidikan yang revolusioner. Dulunya pernah menjadi Kepala SMK di Jember, kini mengikuti pelatihan guru di Hyogo University of Teacher's Education, Jepang. Punya rumah di www.gilig.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Berbeda-beda Akhirnya Satu Jua

7 Januari 2012   03:04 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:13 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Syahdan di sebuah negara Demokratik
Seorang presiden baru dilantik
Di gedung DPR, ke atas mimbar dia naik
Dengan gagah berwibawa dengan berpekik
“Mari Perangi Korupsi!”

Semua terbengong
Kemudian riuh melolong

Anggota dewan yang aktivis pluralisme menolak
“Jangan pakai kata perang, nanti kita sama saja dengan teroris!”
Baiklah, kata presiden, diapun menggantinya dengan:
“Mari menumpas korupsi!”

Anggota dewan yang keturunan korban kekejaman PKI protes
“Sadis, ah! Seperti G30S PKI saja!”
Baiklah, kata presiden, diapun menggantinya dengan:
“Mari memberantas korupsi”

Anggota dewan yang mantan penyuluh kesehatan angkat bicara
“Itu mah buat nyamuk dan serangga… Ini kan koruptor!”
Baiklah, kata presiden, diapun menggantinya dengan:
“Mari menghilangkan korupsi!”

Anggota dewan yang beraliran liberal berdalih
“Tidak mungkin kita menghilangkan korupsi, kejahatan itu pasti akan tetap ada sampai hari kiamat.”
Baiklah, kata presiden, diapun menggantinya dengan:
“Mari menghapus korupsi!”

Ada yang meledek
“Anda ini Presiden, bukan guru!”
Baiklah, kata presiden, diapun termenung.

Lama sekali hening terdengar
Ruang dewan akhirnya riuh dengan komentar
“Negara kita banyak perbedaan
pendapat pribadi janganlah dipaksakan”

Para anggota dewan yang tadinya mengkritik akhirnya bersimpati dan menyemangatinya kembali.
“Sudahlah, Presiden sudah berniat baik, yang penting kini ialah aksinya. Tidak peduli mottonya apa.”
Ya, ya. Presiden pun bangkit
Dengan menghela nafas panjang yang diambilnya dari segenap dada hadirin, dia kembali berpekik:
“Mari Korupsi!”
Seketika anggota dewan serempak berdiri memberikan standing applause dan siul gembira.

Kunjungi arsip puisi saya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun