Puasa dan Idul Fitri tahun ini masih sama seperti tahun-tahun sebelumnya, mudik ke kampung halaman masih menjadi agenda yang wajib dilakukan.
Mudik atau mulih dilik, adalah kegiatan perantau atau pekerja migran untuk kembali ke kampung halamannya. Mudik sangat erat kaitannya dengan Idul Fitri karena pada moment libur panjang ini masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim pasti menyempatkan diri utk mudik ke kampung halaman masing-masing setelah beribadah puasa selama 1 bulan.
Perlu kita ketahui bersama bahwa puasa dan Idul Fitri merupakan momen yang spesial, tidak hanya bagi umat muslim, tetapi juga bagi para pelaku industri, demand meningkat karena tingginya perilaku konsumtif dan daya beli masyarakat, menjadikan bulan puasa dan Idul Fitri sebagai ajang jorjoran para pedagang untuk meraup untung berlipat.
Kita harus paham bahwa selama ini media selalu membentuk image mudik sebagai perjalanan suci, perjalanan syahdu utk melepas rindu dan karena image yang sudah ditanamkan tsb, kita menjadi buta bahwa setiap tahunnya, terdapat kurang lebih 1.900 kecelakaan lalu lintas yang menewaskan tidak kurang dari 300 jiwa dan ratusan lainnya yang mengalami luka berat atau ringan.
Melihat fenomena mudik yang begitu masif dan terus berkembang setiap tahunnya, saya justru melihat ini sebagai cerminan suatu masalah, yaitu tidak meratanya pembangunan di Indonesia. Lihatlah bagaimana jalur ke jawa bagian tengah dan timur selalu padat saat musim mudik tiba, kosongnya Jakarta dan beberapa kota bedar di area barat jawa, mengindikasikan bahwa kesempatan utk bekerja dan berkarya belum sama di beberapa tempat.
Saat kemajuan teknologi informasi seperti tidak terbendung, nyatanya pembangunan dan ketersediaan lapangan kerja masih saja belum merata, cukuplah sudah pembangunan di Jakarta, kota itu tidak akan pernah nyaman bila penghuninya tetap padat, masih luas wilayah Indonesia yang dapat dikembangkan agar pemuda daerah bisa berkontribusi membangun daerahnya.
Sulit memang mewujudkan pembangunan yang merata, bila tidak ada dukungan dan koordinasi dari pemerintah, perlu keberanian untuk menolak perusahaan raksasa atau negara luar yang ingin berinvestasi di Jakarta dan menyalurkannya ke daerah lain di Indonesia, tetapi semua yang berat dan sulit memang akan terlihat mustahil sampai hal tersebut terwujud.
Warm regards,
Gil
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H