Bagi saya yang termasuk ke generasi 90an atau milenial, perkembangan teknologi saat ini sangat membuat saya terpana. Bagaimana tidak, saya melhat jelas perubahan-perubahan yagn terjadi karena teknologi, dari zaman ngatri di wartel, kirim surat pake pos, internet centrin dan berbagai hal lainnya yang membatasi di masa lalu, telah berubah menjadi sangat amat mudah di zaman ini.
Komunikasi dan berbagai teknologi pendukungnya berkembang pesat, dan sebagai efeknya akses kita terhadap informasi menjadi sangat mudah dan cepat. Kemudahan dalam mengakses informasi ini membuat dunia seolah tanpa batas lagi, jarak dan waktu bukan lagi menjadi penghalang.
Kemajuan teknologi komunikasi juga memberikan kita kemampuan untuk “memilih” informasi apa yang ingin kita terima, dan hal ini memberikan efek yang lumayan besar dalam pergerakan masyarakat (note : memang perlu diakui bahwa pada zaman dimana informasi bergerak dengan massif dan cepat, memberi filter terhadap informasi yang kita terimamenjadi hal yang tepat). Makin maraknya kelompok fanatic atau ekstrimis dapat dijadikan contoh efek buruk dalam kemampuan memilih informasi, seperti kita ketahui bahwa saat ini semua media sosial memberikan kita kebebasan untuk memilih apa yang ingin dan tidak ingin kita ketahui.
Seperti pilkada DKI Jakarta yang sudah lewat kemarin, sebelum pilkada berlangsung netizen sangat sangar dalam mengekspose kandidat jagoannya, yang pro Ahok, pasti follow akun info-info tentang Ahok, yang pro Anies, pasti juga follow akun yang mendukung Anies, akibatnya, masing-masing pendukung mendapatkan berita yang tidak berimbang, masing-masing kandidat di TUHANkan, informasi yang diberikan selalu pro kandidat jagoannya, sehingga makin meyakinkan public bahwa kandidat jagoannya lah yang terbaik. Hal ini sering memicu debat kusir, si pro Ahok hafal semua kebaikan Ahok dan dosa Anies, sedangkan si pro Anies hafal betul semua dosa Ahok dan kebaikan Anies.
Pastinya masih banyak netizen yang selalu mencari informasi dari 2 sudut pandang agar mendapatkan pandangan yang berimbang, akan tetapi netizen yang sudah mature (ya kita sebut mereka netizen yagn sudah mature) ini biasanya tidak agresif dalam memberikan pendapat, tersisalah pada polaris yang mati-matian menTUHANkan kandidatnya di jagad digital, mereka para kandidat tersebut manusia juga yang bila dicari-cari pasti memiliki kesalahan.
Hal tersebut hanya 1 contoh, ironis bahwa kemudahan dalam mengakses informasi tidak selalu membuat kita berpandangan luas, tetapi malah membatasi pandangan dan pengetahuan yang kita terima.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H