Pada era digital ini, internet sudah menjadi salah satu kebutuhan pokok manusia. Mulai dari kebutuhan hiburan seperti menonton video, scrolling media sosial, hingga kebutuhan pekerjaan menggunakan teknologi internet. Pada tahun 2005, penduduk dunia sekitar 6,5 miliar jiwa. Namun, pengguna internet saat itu baru mencapai 1 dari 6 orang saja. Namun, pada 2021 walaupun populasi melonjak menjadi 7,9 miliar jiwa, pengguna internet naik drastis hingga mencapai total 63% dari populasi manusia. Jika dilihat dari jumlah pengguna, China merupakan negara dengan pengguna internet terbanyak di dunia. Ada total lebih dari 1 miliar pengguna internet di China. Jumlah ini disusul oleh India dengan pengguna internet sekitar 830 juta jiwa, dan Amerika Serikat dengan pengguna internet sekitar 300 juta jiwa. Namun, jika dilihat dari persentase penetrasi internet, hanya 72% penduduk China yang memiliki akses internet, di India sekitar 60%, dan di Amerika Serikat sekitar 92%.Â
 Sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, pengguna internet di Indonesia tidak kalah jauh dibandingkan China, India, dan Amerika Serikat. Menurut APJII, tercatat 221,5 juta pengguna internet di Indonesia pada tahun 2024. Artinya, penetrasi internet di Indonesia mencapai 79.5%. Persentase ini naik drastis, sebab pada tahun 2018 penetrasi internet di Indonesia hanya 64,8%. Persentase ini tidak terlalu buruk, lebih tinggi daripada India, namun lebih rendah daripada negara-negara tetangga seperti Singapura (96%) dan Malaysia (97,4%). Namun, permasalahan utama penetrasi internet di Indonesia adalah kesenjangan antara kota dan desa. Di pedesaan, persentase penetrasi internet hanya 30,5%, sedangkan di kota 69,5%.
 Kota-kota di Indonesia sudah memiliki akses internet yang merata, namun desa-desa di Indonesia masih terkesan terisolasi. Hal ini disebabkan oleh berbagai macam faktor. Mengenai infrastruktur, banyak desa-desa di Indonesia yang tidak memiliki jaringan internet. Banyak desa yang sudah memiliki jaringan internet, namun terkadang jaringannya sangat buruk. Ini mengkhawatirkan karena mereka akan lebih terisolasi dari dunia luar, mereka akan sulit berkembang karena terbatas akses informasi. Selain itu, masalah biaya internet juga masih menjadi persoalan serius. Bagi warga Jakarta dan sekitarnya, internet merupakan kebutuhan sehari-hari. Namun, bagi warga desa yang memiliki penghasilan rendah, internet masih menjadi barang mewah. Karena harga kebutuhan pokok seperti beras, listrik, dan sembako semakin mahal, warga desa menjadi semakin jauh dari internet karena mengutamakan kebutuhan pokok yang lebih penting
 Ketika akses internet di pedesaan sudah tersedia, bukan berarti permasalahan selesai.Walaupun memiliki akses internet, warga desa cenderung memiliki memiliki literasi digital yang rendah. Banyak dari mereka yang tidak bisa menggunakan perangkat digital. Bahkan, sebagian tidak mengerti cara mencari informasi di internet atau menggunakan aplikasi yang ada di ponsel. Hal ini karena belum ada pelatihan atau penyuluhan mengenai teknologi. Ini dapat membuat mereka semakin tertinggal dari masyarakat kota. Padahal, akses ke dunia luar merupakan salah satu cara mencapai kemajuan.Â
 Ini terbukti mengkhawatirkan, pada era pandemi, banyak anak-anak di desa yang tidak bisa mengikuti pembelajaran daring. Begitu juga dengan UMKM desa, mereka sulit bersaing karena tidak bisa memasarkan produk secara online. Ini dapat membuat mereka sulit berkembang. Ini merupakan pertanda bahwa literasi digital di pedesaan harus diperhatikan oleh pemerintah.
 Oleh karena itu, pemerintah harus mengambil langkah-langkah strategis. Pertama, pemerintah perlu memperluas dan memperbaiki jaringan internet di pedesaan. Pemerintah juga harus turun tangan mengatasi biaya internet yang tinggi. Dengan demikian, internet lebih mudah dijangkau masyarakat pedesaan. Kemudian, penting juga untuk melakukan penyuluhan atau edukasi mengenai teknologi di pedesaan. Pemerintah dan lembaga pendidikan juga harus memastikan pendidikan di Indonesia harus mengintegrasikan teknologi sebagai bagian utama dari pembelajaran. Ini tidak hanya penting untuk anak-anak, namun juga orang dewasa. Warga desa yang mayoritas bekerja sebagai petani harus dibekali literasi digital untuk meningkatkan produktivitas mereka. Pemerintah desa harus memastikan ketersediaan perlatan teknologi seperti komputer, printer, dan lain-lain untuk warga desa. Hal ini karena banyak warga desa yang tidak memiliki teknologi digital. Namun, untuk mewujudkan ini diperlukan kolaborasi antara pemerintah dan swasta.
 Salah satu desa yang perlu dicontoh oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah lainnya adalah Desa Loa Duri Ilir di Kutai Kartanegara. Penduduk desa ini kurang lebih 13 ribu dengan pelayanan publik yang terintegrasi dengan teknologi digital. Kepala Desa H. Fakri Asyad perlu diapresiasi sebagai pelopor desa digital ini. Urusan administrasi seperti pembuatan surat-surat dapat dilakukan dengan singkat menggunakan sistem digital. Tidak hanya administrasi, Desa Loa Duri Ilir juga memiliki marketplace digital yang mempermudah UMKM di sana untuk mempromosikan produk mereka. Selain Desa Loa Duri Ilir di Kutai Kartanegara, Desa Negeri Halong di Kota Ambon juga bisa dijadikan contoh. Dengan sekitar 12 ribu penduduk Desa Negeri Halong juga memanfaatkan teknologi digital dalam urusan administrasi. Warga desa tidak harus datang ke kantor untuk mengurus administrasi, mereka dapat mengurusnya lewat platform digital. Urusan seperti pengajuan izin pun dapat dilakukan lewat web. Selain itu, Desa Negeri Halong juga menggunakan teknologi digital untuk mempromosikan wisata di sana. Lewat media sosial, situs web, dan aplikasi perjalanan, mereka telah menarik perhatian wisatawan. Selain mempermudah administrasi, teknologi digital telah meningkatkan perekonomian desa melalui sektor pariwisata. Harapan saya adalah Desa Loa Duri Ilir dan Desa Negeri Halong menjadi inspirasi bagi desa-desa lain untuk berkembang di era digital ini. Untuk mewujudkan desa-desa seperti Desa Loa Duri Ilir dan Desa Negeri Halong, pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu berkolaborasi.
Sumber:
1. Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia. (t.t.). Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia. Diakses dari https://apjii.or.id/berita/d/apjii-jumlah-pengguna-internet-indonesia-tembus-221-juta-orang.
2. DataReportal -- Global Digital Insights. (23 Februari 2024). Digital 2024: Malaysia. Diakses dari https://datareportal.com/reports/digital-2024-malaysia.
3. DataReportal -- Global Digital Insights. (21 Februari 2024). Digital 2024: Singapore. Diakses dari https://datareportal.com/reports/digital-2024-singapore.