Mohon tunggu...
Gilang sakti
Gilang sakti Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Industri Budaya; Praktik Manipulatif Media Massa

26 Mei 2017   04:08 Diperbarui: 26 Mei 2017   09:10 7847
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Film, radio, and magazine make up a system which is uniform as a whole and in every part. 

Film, radio, dan majalah membuat sebuah sistem yang seragam secara keseluruhan dan di setiap bagian”.

– Adorno and Horkhaimer –

Celana skinny yang menjadi kekhasan kaum skinhead fashion tahun 1980-an kembali populerpada tahun 2000an melalui tayangan video-video klip di televisi. Seolah digerakkan oleh keinginan dan kebutuhan yang sama, serempak anak muda mengenakan produk yang populer di era ayah-ibu mereka. Pergeseran fesyen atau kebudayaan  busana masa lampau yang kembali terulang di atas adalah fenomena sosial yang tampak disebabkan oleh massifikasi publisitas media massa. 

 Media sebagai corong komunikasi simbol dan nilai-nilai kerap dijadikan wadah industrialisasi dan komodifikasi budaya. Kecenderungan orientasi media yang lebih kental terhadap pangsa pasar dari pada nilai positif informasi dan edukasi sebagaimana fakta fungsionalnya, menjadikan media layaknya ‘gerobak dagang’ pemiliknya. Kongsi media dan pemodal menciptakan ide bahwa apa yang dipublikasi media dapat atau akan menjadi bagian dari komoditas tertentu. Caranya,dengan memanipulasi kebutuhan khalayak akan sesuatu budaya atau fesyen tertentu sehingga menjadi layak sebagai kosumsi massa maupun trend baru yang dapat menciptakan peluang pasar baru. 

 Istilah industri budaya pertama kali diperkenalkan oleh Theodor Adorno dan Max Horkhaimer, dalam tulusannya yang berjudul The CurturalIndustry (1944), Adorno menjelaskan bahwa produksi budaya ditandai oleh beberapa karakteristik, yaitu standarisasi, massifikasi dan komodifikasi. Dengan menggunakan konsep industri budaya, Adorno sebenarnya ingin menekankan bahwa budaya yang diproduksi secara massif dan standard bukanlah berasal dari eskpresi kultural rakyat kebanyakan, tetapi produk dari industri semata. Industri budaya telah menyatukan ‘yang lama’ dengan ‘yang familiar’ ke dalam satu kualitas baru berupa produk industri. Produk-produk tersebut memang diciptakan untuk kepentingan konsumsi massa yang dalam banyak hal menentukan asal-muasal konsumsi tersebut sehingga diciptakan dengan perencanaan yang strategis dalam hitungan bisnis. 

 Secara bersamaan, media dipahami memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi realitas. Publikasi media yang massif melaluifilm, radio, dan majalah dinilai mampu menetapkan standarisasi produksi budaya. Hal tersebut agaknya menjadi dasar para pemodal memanipulasi kebutuhan massa melalui industrialisasi budaya. Dengan demikian, secara tidak disadari,khalayak telah dimanipulasi dan dipaksa untuk membutuhkan dan berusaha memilikibudaya yang serupa, bagaimanapun kondisi mereka. 

 Lebih lanjut, penulis melihat bahwa industri budaya oleh media massa merupakan konsekuensi logis dari sebuah media yang hidup di sistem kapitalis, dimana setiap media dituntut pemiliknya untuk memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan biaya produksi. Media-media massa di Indonesia sendiri, hampir sebagian besar berada dalam sistem kapitalis. Maka tidak lagi mengherankan, jika para pengguna media di Indonesia tak jarang yang terpengaruh dengan budaya-budaya baru dan spontan produksi media.

 Industrialisasi dan komodifikasi budaya dalam praktik publisitas media massa dengan tujuan komersil, telah merampas subjektivitas individu sebagai konsumen aktif. Singkatnya, masyarakat sebagai konsumen tidak lagi memperhatikan komoditas dari kualitas, nilai guna dan mutu, melainkan lebihkepada iklan yang impresif dan menyentuh. Dengan kata lain, konsumen sebenarnya tidak membeli produk, tetapi membeli citra atas produk yang diiklankan. 

 Dari artikel ini, penulis bermaksud memberikan deskripsi ilmiah terhadap praktik manipulatif media massa dalam orientasi komersial pemilikmodal maupun media. Sehingga dapan menjadi refleksi diri dalam memahami agenda tertentu dalam pesan dan media tertentu. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun