Mohon tunggu...
M. Gilang Riyadi
M. Gilang Riyadi Mohon Tunggu... Penulis - Author

Movie review and fiction specialist | '95 | contact: gilangriy@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Jakarta, The Catastrophe

23 November 2024   13:42 Diperbarui: 23 November 2024   13:54 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Jangan khawatir, Rez," jawab Ardi santai. "Mereka hanya bisa terlihat normal dari mata kita, tapi sama sekali nggak bisa berkomunikasi. Intinya, kalian harus hati-hati kalau ketemu orang mencurigakan."

Mereka sampai di Bundaran HI dengan kondisi yang sudah diduga sebelumnya ketika Inhuman benar-benar menguasai lokasi. Tepat di Patung Selamat Datang yang air bawahnya telah mengering, menjadi sarang Inhuman yang perlahan menyadari kehadiran mereka berenam. Semua kini memasang ancang-ancang untuk memulai pertarungan baru dengan senjata yang sudah dipersiapkan sebelumnya.

Arez sekuat tenaga mengantam para Inhuman dengan tongkat bisbolnya. Cody yang memang mahir menggunakan senjata api nyaris tak meleset ketika menembak kepala manusia yang sudah terinfeksi itu. Yang lain pun sama melindungi diri masing-masing semaksimal mungkin.

"Stasiun MRT! Sinyalnya kuat, orangnya pasti di sana," kata Ardi yakin.

"Kita bagi tim!" kata Cody sambil mengisi ulang peluru, menembakkan kembali ke arah kepala Inhuman. "Ardi, Arez, dan Teresa ke MRT bawah. Aku, Susi, dan Gama di sini untuk halangi mereka. Begitu kalian ketemu orangnya, bawa dia pergi ke markas kita."

Komando Cody dilaksanakan langsung lima rekannya. Bersama Ardi yang fokus memperhatikan sinyal dan Teresa yang mengambil ancang pada panahnya, Arez bergerak cepat menuju stasiun bawah tanah MRT menuju sinyal SOS yang dikirim. Beberapa Inhuman mengejar mereka, tapi ketiganya sama-sama bertahan dengan senjata yang apa adanya.

Sementara itu masih di lokasi Cody bertarung, ia harus merelakan dua temannya yang harus gugur diserang Inhuman. Dan seperti apa yang sudah dibahas jauh sebelumnya, jika mereka terinfeksi Inhuman, maka lebih baik dibunuh saat itu juga dibanding harus menjadi Inhuman lagi yang akan membuat dunia semakin kacau.

***

Stasiun bawah tanah MRT Bundaran HI sunyi, gelap nyaris tanpa cahaya,dan bisa dipastikan tak ada keberadaan Inhuman. Arez bergerak hati-hati menyalakan senter kecil menelusuri tempat ini sambil bersuara pelan memanggil siapapun yang ada di sini. Karena tak ada tanda-tanda orang, maka ketiganya menyebar ke titik berbeda di mana Arez memberanikan sendirian ke lantai bawah menuju jalur rel kereta MRT.

Kondisi masih sepi dan gelap, tapi entah kenapa Arez bisa seberani itu ke sini sendirian menolong orang yang tak dikenalnya. Ia hanya teringat kata-kata Teresa sebelumnya bahwa jika tanpa ditolong Cody, mungkin ia sudah mati. Maka dari itu Arez tidak mengingkan hal sama pada orang itu dan ingin menolong dengan apapun caranya.

"Hei kamu!" kata seseorang di jalur rel MRT. Meski samar, Arez tahu bahwa suara itu jelas laki-laki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun