Bulan Juli tahun 2020 lalu, tepatnya saat pandemi Covid-19 sedang berada di puncaknya, saya yang kala itu bekerja di retail fashion mendapat perintah kerja untuk mutasi ke luar kota. Asal kota saya Cimahi dan tinggal bersama keluarga, yang kemudian pindah ke Kabupaten Sumedang.
Di tahun itu pulalah pertama kalinya saya merantau dan merasakan "LDR" bersama keluarga. Padahal sejak sekolah hingga kuliah dulu, saya masih diberikan rezeki dapat tempat yang dekat dari rumah sehingga belum pernah merasakan jadi anak kosan.
Saya menghabiskan waktu di Sumedang selama kurang lebih 3 tahun, lebih tepatnya dari Juli 2020 hingga Juli 2023. Di mana per Agustus 2023 lalu saya dimutasikan kembali ke Bandung, lebih tepatnya di Kabupatennya daerah Selatan.
Selama jangka waktu tiga tahun itu, tiga kali pulalah ketika bulan Ramadan tiba saya berada di perantauan dan jauh dari keluarga (2021-2023). Sahur sendiri, cari takjil sendiri, buka puasa pun sendiri. Pulang memang bisa diusahakan seminggu sekali di mana saya akan ada di rumah selama 1-2 hari, apalagi hari libur di perusahaan retail sangatlah tak menentu.
Saya juga tak akan melupakan bagaimana sibuknya pekerjaan di seminggu terakhir lebaran. Maklum saja, orang-orang berlomba untuk mencari baju lebaran baru. Saya baru bisa pulang lagi di malam takbiran. Kadang menggunakan motor pribadi, kadang juga menggunakan travel.
Momen (pernah) jauh dari keluarga memang berbekas hingga saat ini karena apa-apa dilakukan sendiri. Bahkan shalat tarawih pun jarang bisa berjamaah ke masjid karena situasi di toko yang justru padat sehabis Magrib. Waktu bersama keluarga terpangkas habis dan menjadi sesuatu yang sangat berharga.
Perjalanan 3 tahun tersebut semakin membuat  saya merindukan kebersamaan bersama mereka terutama di bulan Ramadan seperti ini. Dan alhamdulillahnya, pada doa yang sebenarnya sesekali saja terucap bahwa saya ingin merasakan kebersamaan Ramadan seperti dulu, akhirnya terwujud di tahun 2024.
Saya sudah tak lagi merantau dan bisa menghabiskan waktu bersama keluarga selama apapun saya mau. Saya bisa sahur, mencari takjil, memasak, berbuka, hingga shalat tarawih bersama. Tak ada lagi jarak yang pernah memisahkan sebelumnya.
Apalagi mengingat kembali bahwa Ibu saya telah berpulang di tahun 2022 lalu dan kini hanya ada Ayah yang sedang sakit stroke dan seorang adik yang harus saya temani. Saya pun merasa bahwa keberadaan saya kali ini di rumah menjadi petunjuk dari Allah SWT untuk bisa menemani Ayah dan adik di rumah.
Ayah jadi lebih senang karena ditemani oleh kedua anaknya. Ia tak lagi kesepian karena saya dan adik bisa sama-sama mengatur waktu agar salah satu dari kita tetap ada di rumah dan tidak membiarkan Ayah sendirian. Dengan begini pun saya yakin Ayah saya akan semakin menuju titik kesembuhannya (mohon doanya ya, Kompasianer).