Pada awalnya saya bukanlah tipe orang yang begitu mementingkan kesehatan gigi dan mulut. Selain karena kesibukan pekerjaan, saya juga belum menyiapkan dana ekstra untuk datang ke dokter gigi, apalagi katanya perawatan gigi membutuhkan biaya yang tak sedikit. Hal ini membuat saya cukup merawat gigi di rumah saja dengan rajin menggosok gigi dua kali sehari dan sesekali menggunakan mouthwash.
Kemudian dua tahun lalu, saya mendapatkan penawaran dari marketing asuransi dental untuk bergabung menggunakan jasanya, yang mana dijelaskan bahwa biaya bulanan akan dibebankan ke tagihan kartu kredit saya.Â
Setelah bertanya-tanya soal benefit dan jumlah biaya, saya pun menyetujui tawaran itu, mengingat juga saya nyaris tak pernah ke dokter gigi (dan tak pernah bermasalah juga).
Biaya perbulan yang dibebankan sebesar Rp 180.000,-Â dengan benefit kurang lebih sebagai berikut:
- Scalling gigi dicover 100% maks 1 kali pertahun
- Tambal gigi 80% maks 3 gigi pertahun
- Perawatan akar gigi 80% maks 1 kali pertahun
- Radiologi X Ray Panoramic 100%
- dan lainnya yang belum disebutkan di sini
Biaya yang Dikeluarkan Untuk Tindakan
Setelah beberapa bulan membayar polis asuransi, saya mencoba untuk memanfaatkannya dengan membuat janji ke dental yang sudah bekerjasama dengan asuransi ini.Â
Saya memilih perawatan scalling gigi dengan waktu pembersihan sekitar 30 menit. Dokternya sempat bilang bahwa karang gigi saya cukup tebal sehingga memang membutuhkan waktu dan treatment yang lebih lama.
Begitu selesai, saya bertanya kepada pihak administrasi berapa biaya yang seharusnya saya keluarkan jika tidak menggunakan asuransi (karena scalling full tercover). Mereka bilang bahwa biaya dimulai dari Rp 400.000,- tergantung tingkat kesulitan. Sementara itu perawatan yang saya terima di hari itu senilai Rp 600.000,-. Dipikir-pikir lumayan juga ya hanya untuk satu kali saja akan menghabiskan biaya segitu.
Setahun kemudian saya datang lagi ke Dental tersebut dengan konfirmasi asuransi untuk tambal gigi, karena ada gigi saya yang sakit dan kemungkinan berlubang. Setelah melakukan proses tambal gigi (permanen), biaya yang seharusnya dikeluarkan adalah Rp 700.000,-, namun karena tercover 80%, saya cukup membayar Rp 140.000,- saja.
Sebulan kemudian saya datang lagi ke dokter yang sama karena kembali merasakan keluhan di gigi atas. Setelah diperiksa, ternyata gigi belakang ujung kiri saya besar sebelah dibandingkan dengan gigi lain, sehingga harus melakukan tindakan cabut gigi. Namun, tidak semudah itu. Mulut saya harus melakukan X Ray panoramic terlebih dulu untuk memastikan syarafnya apakah aman untuk dicabut atau tidak.
Karena di klinik langganan saya itu tak bisa melakukan X Ray Panoramic, maka dibuatlah surat rujukan yang bisa dilakukan di lab mana saja (tentu dengan biaya  tambahan sendiri). Maka saya melakukannya di laboratorium lain dengan biaya kurang lebih Rp 270.000,-.
Untungnya tindakan ini bisa kecover asuransi dengan memberikan bukti pembayaran. Jumlah yang terpotong sebesar 50%, tidak 100% pada ketentuan awal karena bukan klinik/lab yang bekerjasama dengan pihak asuransi tersebut.
Seminggu setelahnya saya kembali datang dan menyerahkan hasil lab. Karena dirasa aman, maka dokter melakukan tindakan cabut gigi dan tambal (di gigi lain) sekaligus. Biaya yang dikeluarkan untuk 2 gigi tersebut adalah Rp 1.200.000,- dengan potongan 80% oleh asuransi, sehingga saya hanya perlu membayar Rp 240.000,- saja.
Jika dipikir-pikir soal untung atau rugi menggunakan asuransi gigi ini, sebenarnya memang lebih banyak biaya yang dikeluarkan untuk polisnya. Tapi perlu diingat bahwa asuransi adalah sebagai sarana preventif atas hal-hal tak terduga. Menurut saya semuanya masih worth it asalkan disesuaikan juga dengan kemampuan finansial kita.
Perbandingan dengan BPJS
Asuransi BPJS yang dikelola oleh pemerintah sebenarnya punya sistem dan manfaat yang bagus, apalagi mengingat juga bahwa jumlah yang harus dikeluarkan pun masih terjangkau dan bisa dipilih sesuai kemampuan penggunanya.
Ketika Ibu saya kritis di ICU sampai meninggalnya pun semua ditanggung oleh BPJS tanpa pengeluaran 1 rupiah pun. Ini menjadi bukti bahwa BPJS memang layak digunakan sebagai asuransi untuk masyarakat Indonesia.
Nah, pertanyaannya apakah BPJS bisa juga dilakukan untuk perawatan gigi dan mulut?
Jawabannya tentu bisa, namun ada beberapa aspek yang harus diperhatikan juga karena sistem kerjanya tidak semudah dan secepat asuransi swasta yang saya gunakan.
Bertahun-tahun lalu adik saya ingin melakukan tambal gigi di Puskesmas dekat rumah karena giginya bolong dan terasa sakit. Tindakan ternyata tidak dilakukan hari itu, melainkan pemeriksaan awal dulu. Minggu depannya datang lagi, ditambal sedikit dan masih harus datang nanti. Minggu berikutnya dilakukan tambal lagi namun yang saya tahu tambalannya masih sementara dan belum permananen.
Adik saya akhirnya memilih untuk menghentikan perawatan karena tindakannya lama dan tak bisa selalu bisa izin di tempatnya kerja.
Lain lagi ceritanya dengan teman kerja saya. Anaknya kelas 1 SMP punya keluhan sama pada giginya yang sakit. Ia datang ke RSUD dengan menggunakan BPJS untuk melakukan tambal gigi. Ternyata sampai benar-benar ditambal permanen memerlukan 7x bolak-balik RS yang juga harus selalu izin sekolah setiap minggunya.
Teman saya itu sampai sedikit kesal karena prosesnya lama dan mengatakan bahwa jika tahu begini lebih baik langsung saja datang ke klinik gigi swasta yang langsung dilakukan tindakan sata itu juga meski harus menambah biaya lebih.
Dari sini saya bisa memaklumi juga bahwa kenyataan di lapangan pun memang banyak yang antri untuk tindakan gigi menggunakan BPJS, sehingga dokter pun tak bisa melakukan tindakan di waktu yang sama untuk menghemat waktu. Di sini juga prinsip "waktu adalah uang" benar adanya.
Dengar-dengar juga bahwa BPJS belum sepenuhnya bisa mengcover scalling gigi karena scalling bukanlah hal urgent seperti tambal atau cabut gigi. Tapi sepertinya ini menjadi kebijakan dari RS/Puskesmas/Lembaga kesehatan apakah bisa menerapkannya atau tidak.
Jadi kembali lagi ke kebutuhan pasien, apakah ingin menggunakan asuransi swasta, BPJS, atau tanpa asuransi untuk melakukan perawatan gigi dan mulut. Kalau Anda kira-kira pilih mana?
Hal yang Harus Diperhatikan Sebelum ke Dokter Gigi
Bagi para Kompasianer yang ingin melakukan konsultasi gigi dan mulut ke dokter gigi namun tidak tahu harus mempersiapkan apa saja, sama punya sedikit tipsnya di sini. Check this out.
- Pahami keluhan, mulai dari nyeri, bau mulut, gigi tak rata, ataupun gigi berlubang. Pastikan tahu ada di mana posisi gigi yang bermasalah agar dokter lebih mudah memeriksa.
- Buat janji khusus. Di klinik dental paling tidak harus buat janji dulu 1 minggu sebelumnya untuk bertemu dokter. Jadi, jangan dadakan ya. Bahkan untuk Puskesmas dan RS pun paling tidak harus datang pagi agar dapat antrian.
- Pastikan berobat ke dokter yang sama. Hal ini memudahkan ketika kita ingin konsultasi selanjutnya karena riwayat keluhan pasti lebih mudah dihapal jika bertemu dengan pasien yang sama. Belum lagi jika ke dokter yang berbeda bisa jadi dilakukan tindakan yang tak sama.
- Persiapkan dana. Ini hal penting. Jangan segan untuk bertanya lebih dulu mengenai biaya yang nanti akan dikeluarkan. Hal ini sangat wajar agar kita pun bisa memposisikan diri akan sejauh mana melakukan perawatan.
Nah seperti inilah pengalaman saya secara pribadi melakukan perawatan gigi dan mulut yang dibantu oleh asuransi dan pengalaman orang lain yang melakukannya dengan BPJS. Apapun pilihannya tentu akan selalu bermanfaat selama kita tetap menjaga kebersihan gigi dan mulut.
Semoga tulisan ini bermanfaat! Akhir kata, sampai jumpa di tulisan selanjutnya.
-M. Gilang Riyadi, 2023-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H