Mohon tunggu...
M. Gilang Riyadi
M. Gilang Riyadi Mohon Tunggu... Penulis - Author

Movie review and fiction specialist | '95 | contact: gilangriy@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Someone From The Past

28 Januari 2022   15:00 Diperbarui: 28 Januari 2022   15:06 409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
image by fangirl verdict

Hampir satu tahun sudah laki-laki itu lulus dari sekolah ini. Ia ingat betul bagaimana perjuangannya menghadapi Ujian Nasional hingga mengikuti seleksi PTN ke kampus impian. Tak ada yang mudah karena sesuatu memang harus diraih dengan pengorbanan. Maka di siang yang cerah dengan mengenakan jas almamater kebanggaan berwarna merah ati, Faris menatap gerbang sekolahnya itu penuh percaya diri.

Ada banyak alumni lain yang juga seangkatan dengannya datang menggunakan jas almamater berbeda warna. Ia sempat mengobrol dengan beberapa di antaranya, tapi tetap memilih berdiri di sana sampai dua orang yang ditunggunya menampakkan diri. 

Alva dan Stefani, dua sejoli itulah yang membuatnya betah mematung. Hingga tak lama setelah itu, keduanya datang menggunakan sepeda motor matic yang dibawa Alva.

Laki-laki tinggi berkacamata itu mengenakan jas almamater berwarna biru muda, lain lagi dengan sang kekasih yang berwarna biru dongker. Ketiganya memang sudah tak bersama lagi dalam menempuh pendidikan, namun setidaknya hubungan itu tetap terjalin baik meski jarak dan waktu menjadi tembok yang akan selalu memisahkan.

"Ris, apa kabar?" tanya Alva cukup antusias sembari memeluk sahabatnya itu erat.

"Baik, dong," jawab Faris yang kemudian berjabat tangan dengan Stefani. "Alva gimana, Fan? Masih jinak?"

"Ya sejauh ini masih bisa diatur."

Percakapan basa-basi itu terus berlangsung ketika langkah ketiganya memasuki area sekolah. Sambil sedikit bernostalgia, topik masa SMA yang penuh warna benar-benar menarik perhatian. 

Faris tentu tak akan lupa ketika ia menjadi orang penting dalam berseminya hubungan Alva dan Stefani. Mulai dari drama coklat valentine, hingga proses pengungkapan perasaan di tengah lapangan yang disaksikan banyak orang termasuk guru.

"Mana ada coba laki-laki yang lebih sweet dari Alva pas mau nembak ceweknya. Nyanyi di tengah lapangan pakai gitar, terus Stefani diam-diam malu dari lantai dua."

"Faris, cukup!" kata Alva sangat malu karena harus membahas soal ini. "Lagian itu saran lo juga kan karena kebetulan kelas kita lagi tampil pelajaran musik."

Sementara itu Stefani hanya tersenyum melihat tingkah kedua laki-laki itu yang menurutnya seperti Tom dan Jerry yang bisa bersahabat tapi juga tak jarang malah menjadi rival dadakan.

Ketiganya kini menuju tempat utama, aula sekolah di lantai 2. Di tempat inilah acara inti diselenggarakan, yaitu sebuah kegiatan internal sekolah yang memperkenalkan tentang kampus kepada anak kelas 12. Faris dan Alva menjadi contoh kecil alumni baru yang hadir dan akan menempati stand kampus masing-masing yang sudah disediakan.

"Faris?" kata seorang perempuan berambut pendek dengan jas almamater yang sama dengan laki-laki itu. "Mau bareng ke stand?"

Alfa dan Stefani saling tatap beberapa detik sampai memilih meninggalkan Faris berdua dengan perempuan itu. Rasanya mereka berdua memang sengaja pergi untuk membuat Faris bisa berduaan di sana.

"Yang tadi itu Seila, kan? Tumben banget dia baik gitu ke Faris," kata Alva yang masih merasa heran.

"Agak aneh memang. Tapi siapa tahu pertanda baik."

"Bukan gitu, Stef. Masalahnya perempuan itu pernah menolak Faris dengan cara yang nggak baik, terus sekarang tiba-tiba malah jadi sok manis begitu."

Kemudian keduanya berpisah sejenak untuk mengisi stand kampus masing-masing. Sementara itu keadaan di pintu aula terasa canggung antara Faris dan Seila yang sebenarnya satu kampus tapi malah terasa asing. Ajakan Seila tadi pun justru ditolak halus Faris dengan senyum yang dipaksakan, membawa langkah laki-laki itu menjauh dan memilih datang ke stand kampus lain.

***

Kantin sekolah menjadi tempat paling pas untuk kembali mambahas nostalgia ketika Faris, Alva, dan Stefani istirahat sejenak dari kegiatan University Day. 

Faris yang biasanya paling ceria di antara ketiganya kini berbalik jadi yang paling diam sambil mengaduk jus jambunya tanpa diminum. 

Alva sempat melirik kekasihnya yang kemudian dibalas perempuan itu dengan kode tak tersirat untuk menanyakan lebih lanjut soal Seila tadi.

Maka Alva memberanikan diri bertanya apakah memang Seila lah yang jadi penyebab utama Faris jadi murung seperti ini. Yang ditanya belum menjawab, hanya mengembuskan napas panjang sambil menatap Alva dan Stevani bergantian.

"Ini bukan pertama kalinya," kata Faris pelan yang akhirnya membuka suara. "Di kampus dia sering ngajak ketemu padahal kita beda jurusan."

"Jangan, Ris. Lo sama sekali nggak boleh terima ajakannya atau apapun itu," jawab Alva dengan penekanan.

"Al, tapi gimana kalau Seila punya maksud sesuatu?"

"Stefani, apapun maksud dia sama sekali nggak berarti apa-apa sekarang. Dia cuma orang jahat dalam hidup Faris."

Permasalahan yang seharusnya hanya melibatkan Faris dan Seila kini justru merembet ke Alfa dan Stefani yang semakin berselisih paham. Keduanya jadi membahas hal yang tak perlu, seperti soal mantan masing-masing yang dulu pernah singgah di masa lalu mereka. 

Stefani pun tak bisa melupakan momen salah paham ketika ia cemburu dengan Marry, satu-satunya mantan Alva. Tapi untungnya konflik itu tidak sampai berlarut panjang.

"Guys, stop. Ini masalah gue. Kalian nggak perlu ikut campur kalau akhirnya malah saling debat."

Bertepatan dengan itu, Faris yang masih mengenakan jas almamater merah atinya memilih pergi tanpa menghabiskan minumnya yang tinggal setengah gelas. Momen yang ia percaya bisa mendapat saran dari pasangan itu ternyata malah berbalik menimbulkan konflik baru yang tak penting.

"Al, kita harus bantu Faris," kata Stefani memohon. "Bukannya dulu kamu hampir menyerah untuk ngejar aku karena ngira aku deket dengan Kak Andrean?"

"Aku nggak akan lupa itu," kata Alva sambil membenarkan kacamata.

"Jangan sampai ada kesalahpahaman juga di antara mereka."

Dari sana pun Alva sadar bahwa sejauh ini Faris telah membantunya banyak terutama soal asmara dalam mendapatkan Stefani. Maka kali ini ia membuat janji untuk membuang sedikit egonya dan akan membantu Faris menyelesaikan masalahnya dengan Seila.

***

University Day hanya berlangsung satu hari saja. Besoknya di hari Sabtu ketika siswa sekolah hanya melaksanakan KBM setengah hari, Faris kembali datang ke kebun kecil belakang sekolah jam 1 siang di mana suasana mulai sepi. Ia mengenakan kemeja polos kasual dengan perpaduan celana chino yang senada. Sementara itu lawan bicaranya saat ini, mengenakan pakaian santai dengan rambut pendek sebahunya.

Kalau bukan karena Alva yang menyuruhnya, mungkin dia sama sekali tak ingin membuang waktu percuma bersama perempuan ini.

"Aku nggak punya waktu banyak. To the point aja sebenarnya apa yang mau kamu bahas," kata Faris tanpa basa-basi.

"Maaf. Cuma itu yang mau aku bilang," jawab Seila tanpa ragu. "Aku sadar dulu pernah jadi orang jahat."

"Sadar kan kalau kamu telat dua tahun untuk bilang itu? Terus selama ini ke mana aja?"

Nostalgia itu pelan-pelan datang mengisi pikiran keduanya. Tentang Faris yang dulu pernah mengungkapkan cinta pada Seila, namun mengalami penolakan yang berbekas sampai sekarang. Bukan soal penolakannya, namun sikap Seila setelahnya yang justru keterlaluan. Perempuan ini dengan entengnya memutuskan komunikasi dan memblokir semua sosial media milik Faris, padahal Faris sama sekali tak merasa punya kesalahan fatal.

"Waktu itu aku punya pacar yang nggak banyak orang tahu."

Faris terdiam tanpa merespons apapun. Ia pun benar-benar baru tahu bahwa ternyata dulu Seila punya pacar. Mungkin akan lebih baik jika waktu itu ia tak mengungkapkan perasaannya.

"He's toxic. Kalau tahu ada orang yang juga suka sama aku, semua akan jadi berantakan. Aku cuma... mau melindungi kamu dari hal buruk yang akan terjadi."

"Biar aku tebak. Kamu udah putus?"

"Ya, benar. Maka aku mau menebus semua rasa bersalah yang selama ini selalu menganggu aku."

Apa yang dikatakan Alva kemarin ada benarnya juga bahwa alasan apapun yang Seila katakan sebenarnya tak akan berpengaruh apa-apa. 

Faris tak lagi punya perasaan, dan kebenaran tadi tidak serta merta membuatnya menyukai perempuan itu kembali. Tapi setidaknya ada hal penting yang bisa diambil hari ini.

Seperti apa kata Stefani, bahwa Seila telah berusaha keras meluruskan salah paham ini. Maka ia pun harus menghargai perempuan itu yang dalam beberapa waktu ke belakang selalu ingin menemuinya.

"Makasih atas kejujuran kamu, La.  Aku juga minta maaf terlalu emosional sampai nyaris nggak kasih kamu kesempatan untuk bicara."

"So... kita masih temenan, kan?" tanya Seila pelan.

Faris tidak menjawab. Ia hanya melangkah lebih dekat ke perempuan itu, lalu mengulurkan tangannya untuk mengajak Seila berjabat tangan.

"Faris Ramadhan. Salam kenal."

"Raseila Febriani. Salam kenal juga," jawab Seila membalas jabatan tangan Faris sambil tersenyum tipis.

***

Seila pulang duluan karena masih ada urusan bersama himpunannya di kampus. Faris memilih santai sejenak di kantin yang kini benar-benar sepi untuk membeli minuman segar. 

Sebelumnya ia mendapat pesan singkat dari Alva yang menanyakan apakah agenda hari ini berjalan lancar atau tidak. Ketika hendak membalasnya, seorang siswi lengkap dengan seragam putih abu mendekat ke arahnya yang masih duduk.

"Alisa?" Faris mencoba menebak adik kelasnya ini yang dulu pernah satu ekskul dengannya.

"Ini buat Kakak," kata Alisa kemudian memberikan sebatang coklat kemasan yang diikat pita warna merah. "Selamat hari valentine."

"O-Oke. Thanks," jawab Faris yang masih kebingungan. Bahkan ia tak ingat bahwa hari ini tanggal 14 Februari.

Perempuan kelas sebelas itu langsung pergi dari hadapannya dengan wajah merah menahan malu, meninggalkan rasa penasaran dan senyuman yang pelan-pelan mekar dari bibir Faris. Sambil menggenggam ponsel membalas pesan Alva, coklat tadi terus digenggam erat.

Hari ini lebih dari lancar. Dan tebak, gue punya kabar baik!

***

Someone From The Past - Selesai

Baca juga kisah Alva dan Stefani di Cerita Coklat Valentine

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun