Matahari berada di puncaknya. Sinar sempurna tanpa tertutup awan memperjelas warna langit yang senada dengan laut. Angin sesekali berembus, meniupkan poni rambutku yang mulai memanjang. Abu dari rokok yang sedang kunikmati seolah ikut menari mengikuti arah angin.
Menikmati suasana kota dari atas sini saat jam istirahat kerja memanglah pilihan terbaik. Untungnya kantor ini memiliki tempat rahasia di lantai paling atas. Suasana outdoor tanpa atap, cukup luas, dan tentunya sunyi karena jarang ada orang yang datang kemari.
Langkah kaki seseorang kudengar perlahan mendekat. Aku menarik napas cukup panjang, lalu berbalik arah melihat seorang perempuan dengan pakaian rapi ala kantoran sedang berdiri di sana menatapku serius.
"Sampai kapan mau menghindar?" tanya perempuan dengan rambut sebahu itu tanpa basa-basi.
"Sampai kamu berhenti berharap dari hubungan ini. Aku nggak bisa membalas perasaan kamu, Alya."
Alya, rekan kerja yang selama setahun ke belakang menemaniku di sini tidak memberikan respons apa-apa atas jawaban yang kuberikan.
Kami masih berdiri pada posisi masing-masing yang belum berubah, saling menatap, lalu membawa ingatan ini ke kejadian dua minggu lalu. Saat kami berdua ditugaskan lembur hingga tengah malam.
Alya membawa segelas kopi untukku malam itu sebagai penyemangat diri dan penahan rasa kantuk. Sialnya, kopi itu tanpa sengaja terjatuh mengenai kemeja biru muda yang kukenakan. Gerak refleks perempuan itu setelah mengambil tisu justru membuka kancing kemejaku, hingga bagian dada ini yang tak dibalut oleh kaos apapun tersentuh langsung oleh telapak tangannya.
Suasana kantor yang sepi dengan beberapa lampu yang sudah dimatikan membuat kami menatap satu sama lain untuk beberapa saat.
Perlahan, kejadian itu terjadi tanpa permulaan. Wajah Alya terus mendekat hingga mendaratkan bibir seksinya pada bibirku. Respons awalku setelah memejamkan mata adalah membalas ciuman yang ia beri untuk beberapa detik. Rasanya hangat, basah, juga lembut.
Tapi aku sadar, itu sudah di luar batas.