Saya ingat ketika itu masih duduk di kelas 2 SMA di tahun 2011. Suatu ketika, saya diajak oleh teman sekolah untuk membeli film dalam format DVD yang banyak dijual di pinggir jalan. Meski memang "bajakan" namun untuk anak sekolahan seperti saya yang jarang ke bioskop serta uang saku yang terbatas, pilihan membeli dvd film yang saat itu sedang booming tentu menjadi pilihan utama.
Tempat fenomenal di Bandung yang menjual DVD bajakan seperti ini adalah di Kota Kembang. Koleksinya sangat lengkap. Mulai dari yang menjual film zaman dulu, yang beberapa bulan baru rilis, atau bahkan yang masih diputar di bioskop. Harga yang dijual pun tidak lebih dari 5000 rupiah untuk satuannya. Tidak heran juga, bisnis DVD di tahun itu cukup menggiurkan karena diminati juga oleh banyak orang.
Masa-masa SMA saya pun dilengkapi dengan mengoleksi berbagai film DVD. Apalagi ada tempat DVD yang baru buka di dekat komplek, sehingga saya pun dengan bebas membeli film kapanpun saya mau. Biasanya, saya membelinya ketika pulang sekolah kemudian langsung menontonnya lewat laptop di kamar bersama teman sekolah atau adik saya sendiri.
Kalau saya biasanya membeli film yang menurut saya seru, apalagi jika memang masih baru-baru tayang di bioskopnya. Sementara itu adik saya (perempuan) lebih memilih drama Korea Selatan yang 1 pcs DVD-nya berisi 3-4 CD, jadi harganya pun jadi berkali-kali lipat.
Sialnya, setiap beli DVD film seperti ini, ada saja apesnya. Yang sering terjadi adalah si CD yang tidak bisa diputar. Entah itu macet, atu justru sama sekali tidak bisa digunakan. Kalau memang sempat ya saya datang lagi ke tempat si penjual. Tapi kalau misalkan lagi malas ya jadi mau tak mau diikhlaskan saja hehehe.
Beranjak kuliah di tahun 2013 keberadaan film DVD ini masih berada di puncaknya. Saya masih sering datang ke tempat DVD langganan dekat rumah untuk mencari film yang belum sempat saya tonton di bioskop. Bahkan, ketika saya mengunjungi teman saya yang kuliah di luar kota, kami menghabiskan waktu semalaman untuk menonton film dari DVD yang sebelumnya kami beli di toko DVD dekat sana.
Mulai di tahun 2015 hingga tahun 2016 kepopuleran film dari DVD ini perlahan memudar. Situs film bajakan bermunculan, ditambah lagi dengan teknologi ponsel android dan sinyal 4G, nonton film kini cukup di ponsel masing-masing saja dengan mengandalkan kuota ataupun sinyal wifi. Meski begitu, beberapa masyarakat (termasuk saya) masih beberapa kali menyempatkan diri membeli film dari DVD ini.
Di tahun 2017, saya ingat sedang semangat-semangatnya melakukan penelitian untuk Tugas Akhir. Pada tahun ini, saya semakin jarang membali DVD film. Saya mulai suka nonton langsung di bioskop dan mengulas film di Kompasiana, sehingga fasilitas DVD film ini sudah tidak lagi memenuhi kebutuhan saya dalam memenuhi hobi menonton film.
Tahun 2018, aplikasi menonton film yang legal semakin dikenal oleh masyarakat. Katakanlah ada Netflix, Iflix, Viu, hingga Hooq. Bahkan meski harus berlangganan dengan menguras uang yang cukup dalam, tidak sedikit orang yang rela tetap berlangganan demi menonton film yang mereka ingin. Dari sinilah riwayat toko DVD film semakin sedikit. Beberapa mulai gulung tikar, bahkan toko DVD dekat rumah saya mengurangi lapak jualannya jadi semakin sempit, tidak seperti dulu yang cukup luas.
Menurut saya, tahun 2019 hingga 2020 ini jadi tahun yang cukup mematikan bagi para pebisnis DVD bajakan. Bagaimana tidak, bioskop-bioskop semakin banyak bermunculan di beberapa kota besar hingga kota kecil. Aplikasi daring untuk membeli tiket bioskop memudahkan masyarakat untuk mencarinya, apalagi banyak promo-promo yang diberikan di sana. Hal ini menjadikan banyak orang lebih baik langsung menonton film di bioskop dibandingkan dengan menunggu hingga si DVD bajakan keluar.
Toh jika pada akhirnya memang ingin menungggu filmnya turun layar, memang lebih mudah jika kita menontonnya via streaming baik itu melalui aplikasi legal ataupun melalui website film gratisan di internet.