Aku berdiri diam,
menjadi pohon di tepian rimba,
di mana angin membawa aroma damar
dan burung-burung menyulam nyanyian.
Daun-daun bercerita tentang waktu,
tentang jejak yang ditinggalkan hujan.
Di bawah rembulan tua,
aku mendengar kisah tentang Cempaka
yang menari sebelum berubah menjadi akar,
tentang pasangan petani yang mencintai padi
hingga tubuh mereka menjelma pohon randu,
menjaga ladang dari kekeringan.
Baca Juga: Puisi yang Tak Pernah Pergi
Langit di atas seperti payung kelabu,
berbisik tentang para malaikat
yang hanya datang saat api dapur menyala,
saat tangan-tangan menanak nasi
dengan doa-doa sederhana,
karena di sana, keajaiban lahir.
Tapi aku di sini, menjadi pohon
dengan cabang yang menggapai bintang,
mengerti hal-hal yang dulu tertutup kabut:
kenapa air sungai tak pernah lelah mengalir,
kenapa nyiur selalu menunduk pada angin.
Baca Juga: Bisik Sungai dan Tarian Bayang
Kini, setiap helai daun
menyimpan rahasia yang dulu kuabaikan:
dongeng tentang tanah yang berbisik,
tentang hujan yang memeluk bumi,
dan tentang aku,
yang akhirnya paham apa artinya menjadi akar.
Jakarta-Bekasi, 2024
Sumber Foto: Pexels.com/Lum3n
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H