(1)
Malam mengintip dari celah jendela, berbisik dengan tangan yang gemetar, menggapai dalam gelap. Pesannya seperti bayangan, mendekat dan menjauh. Namun kau bertahan, melawan kantuk yang basah dengan cahaya lampu meja.
(2)
Di jalan-jalan yang tak pernah kosong, orang-orang menari tanpa sadar, bahu menyenggol bahu, langkah mengisi jeda. Suara klakson melengking seperti burung yang tak punya sarang, dan mesin-mesin bergemuruh, melagukan ninabobo bagi yang gelisah.
(3)
Ombak tak kenal istirahat, mencambuk beton di tepi kota, cipratan air menjulang tinggi, disambar angin, tercerai di udara. Tidurlah, bisik camar yang lelah, di atas riak yang memikul rahasia; bulu-bulu mereka tajam, mata mereka dingin, mengintai buih.
(4)
Pagi datang seperti denting sendok, dinginnya jeruk bali mengusik lidah. Bus yang berhenti bergumam lelah, dan kabar burung berbisik tentang hari yang terulang. Setiap langkah di trotoar adalah gema dari mimpi yang pudar.
(5)
Dan malam terus berjalan, seperti ombak yang tak habis-habisnya, mengikis tepi harapan. Hujan jatuh seperti luka yang perih, daun-daun mati mengalir di selokan. Tidurlah, kata letih, sambil membawa bisikan dari jauh: malam ini tak akan benar-benar berakhir.