1
Aku tiba, menyentuh tanah yang pecah, mencoba menjahit retakan dengan dingin. Seekor kucing melompat di bawahku, jejaknya sirna di genangan. Doa-doa meresap, jatuh di daun, lalu ke bumi. Seperti aku, yang tak pernah ditahan.
2
Di ruang remang, aku mengetuk jendela, dalam detak pelan, tapi terus-menerus. Ada ibu yang membawa hidup, membasahi mulut kering seorang ayah yang terlupakan di balik jeruji. Mereka bilang aku pengganggu, tapi aku hanya membawa waktu.
3
Di sudut dunia, kereta berhenti, dan aku, mengintip dari celah atapnya. Di dalam, dua orang asing berbagi sunyi. Seorang pria lapar, dan seorang wanita, membawa hujan di dadanya; tak tahu siapa yang lebih hampa. Aku mengerti, kadang memberi adalah luka.
4
Nenek buyutmu mengenalku, sebagai kabut yang merayap di pagi, saat dia menggenggam hidup dengan satu sisi tubuhnya. Aku ada di rerumputan basah, di udara berat yang tak dia hirup penuh. Polio, katanya. Aku, diam-diam, menjawab: ya.
5
Aku ini cerita yang tak pernah selesai, jatuh dari langit, membuat sungai, tapi juga banjir. Seekor kucing melompat di bawah hujan, dan dunia ini mengisahkan dirinya sendiri; di antara tetes yang membasuh, di antara genangan yang tak pernah surut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H