Pernah mencoba mencari tahu tentang sejarah di Indonesia selain mendapatinya di bangku sekolah? Monjali (Monumen Jogja Kembali) sebagai salah satu tempat yang mungkin bisa menjadi alternative anda. Betapa tidak, Monjali merupakan sebuah monumen yang didirikan pada tanggal 29 Juni 1985, yang terletak di Ring Road Utara, Yogyakarta. Monjali sebagai sebuah monument yang digunakan untuk mengenang beberapa sejarah di Indonesia, terutama Yogyakarta. Penamaan Yogya Kembali dikarenakan mengingat adanya peristiwa sejarah ditariknya tentara penduduk Belanda dari Ibukota Yogyakarta. Sekaligus menandakan bebasnya Bangsa Indonesia secara nyata dari kekuasaan pemerintah Belanda.
Beberapa hari yang lalu, saya mengunjungi Monumen ini. Ternyata beberapa Sekolah memanfaatkan monumen ini sebagai salah satu aktifitas belajar bagi siswa mereka. Terbukti saat saya datang kesana, saya mendapati banyak sekali rombongan siswa dari berbagai sekolah yang ada di Yogyakarta. Saat itu adalah hari kedua masuk sekolah, dan sepertinya beberapa pihak sekolah memanfaatkannya dengan mengajak siswa untuk berwisata sejarah ditempat ini. Tidak hanya itu, saat saya mengunjugi Monjali disaat awal masuk sekolah ini. Saya mendapati di bagian depan Monumen, sedang dilakukan aktifitas MOS (Masa Orientasi Sekolah) oleh salah satu sekolah.
[caption id="attachment_195420" align="aligncenter" width="540" caption="rombongan siswa yang datang berwisata sejarah"][/caption]
[caption id="attachment_195421" align="aligncenter" width="540" caption="kegiatan MOS yang berlangsung disisi Monumen"]
Dengan membayar biaya tiket sekitar 7ribu perorang, kita bisa menikmati berbagai peninggalan sejarah Indonesia, khususnya Yogyakarta. Terdapat beberapa bagian ruang “pamer” disini, tidak ditentukan harus menikmati dari ruang bagian mana terlebih dahulu. Karena, ruangan-ruangan ini terletak berbeda tingkat. Pada lantai satu, disini terdapat empat ruang museum yang menyajikan benda koleksi, diantaranya Realia, Replika, Foto, Dokumen dan berbagai senjata serta Evokatif Dapur Umum.
Berikut dibawah ini beberapa foto yang berhasil saya abadikan:
[caption id="attachment_195425" align="aligncenter" width="540" caption="bentuk dapur umum yang digunakan oleh para pejuang"]
[caption id="attachment_195428" align="aligncenter" width="540" caption="Tempat duduk Sri Sultan Hamengkubowono IX di Warung PUAS tempat berkumpul para pejuang, dan baju yang dipakai Sri Paduka Pakualaman VII saat bertugas pengembalian Yogyakarta"]
[caption id="attachment_195429" align="aligncenter" width="540" caption="Dokar yang digunakan oleh Jendral Sudirman pada Perang Gerilya menuju Yogyakarta"]
Sembari menikmati dan membaca beberapa keterangan disetiap lorong museum. Para wisatwan serta pelajar yang datang berkunjung, akan ditemani oleh beberapa lagu kebangsaan Indonesia. Hal ini sengaja untuk diputarkan, mengingat tempat ini dipenuhi oleh beberapa koleksi sejarah. Sehingga, dimaksudkan agar para pengunjung (wisatawan) bisa merasakan getirnya perjuangan.
Sebelum masuk diruangan yang disebut “Ruang Diorama”, diluar bangunan terdapat relief yang melindungi tubuh monument. Disajikan 40 buah relief Perjuangan Fisik dan Diplomasi Perjuangan Bangsa Indonesia sejak 17 Agustus 1945 hingga 28 Desember 1949.
Ruang Diorama, sebuah ruangan yang terdapat beberapa patung yang dibuat “life size” atas beberapa peristiwa sejak tanggal 19 Desember hingga 17 Agustus 1949. Terlihat seperti nyata, dan membuat bulu kuduk merinding saat berada diruangan ini. Betapa tidak, masih seperti saat di lantai I, disini diputar langsung suara disetiap peristiwa. Semisal, saat penarikan Belanda dari Yogyakarta 29 Juni 1949. Dan juga, terdapat Diorama pada tanggal 17 Agustus 1945, disaat dikibarkannya bendera Indonesia, sebagai penanda Indonesia telah merdeka.
[caption id="attachment_195437" align="aligncenter" width="540" caption="Diorama peristiwa Serangan Umum 11 Maret Yogyakarta"]
[caption id="attachment_195438" align="aligncenter" width="540" caption="Sri Sultan HB IX"]
Berlanjut pada tingkat ketiga, disini merupakan ruang hening. Hanya terdapat sebuah tiang beserta bendera, dan juga sebuah relief berupa tangan memegang bamboo runcing. Sebagai ruang henigng, diharapkan bagi para pengunjung untuk mengheningkan cipta sesaat menghargai para pejuang yang telah gugur. Namun sayang, saat saya memasukin ruang ini, saya tidak mendapati sebuah keheningan. Karena, siswa yang sedang “study tour” justru bermain dan membuat ruangan ini lumayan berisik. Memang terdapat sebuah tulisan bahwa ruang ini juga bisa digunakan sebagai arena bermain anak, karena adanya gema yang ditimbulkan sehingga membuat ketertarikan bagi para siswa.
Ya, dari melihat-lihat Monumen ini, saya bisa melihat langsung dan merasakan bagaimana desir jiwa juang mereka yang telah gugur. Hal ini dibuktikan dari setiap saya melewati beberapa koleksi, bulu kuduk saya merinding. Jika tidak ada Monumen ini, mungkin saja generasi muda tidak akan bisa mengetahui mengenai sejarah.
***
JAS MERAH (JANGAN MELUPAKAN SEJARAH)
BUNG KARNO
Yogyakarta, Juli
Gilang Rahmawati
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H