Di Sebuah Hutan Belantara, manusia menyebutnya Hutan Angin –Surga udara segar di sana- hiduplah seekor anak Singa, Rion yang tinggal bersama Ayahnya Brown. Di Hutan ini, Rion memiliki beberapa sahabat di setiap sudut hutan. Ada merpati, anak macan, anak ular dan juga anak kura-kura. Dari keempat temannya, yang suka berburu hanya macan dan ular.
Di suatu sore yang mendung. Mentari bersembunyi di balik awan yang semakin menghitam. Rion tengah asik mengunyah daging yang dibawa Ayahnya sambil memulai perbincangan akrab.
“Ayah dapat daging ini darimana? Ayah bertarung dengannya sendirian?” tanya Rion dengan tatapan kagum.
“Oh ini, Ayah bertarung dengannya di tepi danau tadi” Jawab Ayah singkat sambil menyodorkan lagi bagian daging kaki kuda yang didapatnya.
“Aku juga mau seperti ayah, mau berburu juga. Besok ajak aku ya Yah..!” Pinta Rion manja.
“Tidak Rion! Belum waktunya kamu untuk berburu nak, usiamu terlalu muda untuk keluar dari sarang kita ini. Sudahlah makan saja ini dan tidak usah membicarakan soal itu lagi!” Brown meninggalkan Rion masuk ke dalam rerumputan, tempatnya istirahat.
Rion yang mendapat jawaban tersebut tertunduk kecewa. Ia mengigiti setiap inchi daging kuda tak bernapsu.
*****
Malam telah datang di Hutan Angin bersama udara yang dingin. Rion termenung di bawah pohon berakar besar. Ia memikirkan perihal ucapan Ayahnya tadi sore. Ia masih tidak bisa menerima, jika ia belum diijinkan untuk berburu. Sementara kawannya, Macan dan Ular selalu mengejeknya sebab hanya Rion yang belum mendapatkan buruan. Pikirannya bercabang, antara kesal dan sedih. Ia benar-benar ingin menunjukan pada teman-temannya kalau ia bisa mendapatkan buruan yang lebih besar.
Perlahan lamunannya berhenti, karena kantuk yang tak bisa ditahan. Ia lelap di kasur rerumputan.
****
“Jadi, kapan kita bisa melihat hasil buruanmu Rion?” tanya anak macan, Borni dengan wajah penuh ejekan.
Rion terdiam, ia asik melihat tanah basah yang habis tersentuh air hujan pagi itu.
Anak ular, Math ikut menyuduti Rion dengan ceritanya, “Tadi malam aku bersama Ayahku berburu di tepi sungai. Dan kalian tauuuu? Aku dapat seekor kelinci. Hahaha, semakin besar buruanku kan?!” Math menyombongkan diri.
Hal itu membuat Rion semakin geram, ia tidak suka mendengar cerita teman-temannya.
Saat itu, anak kura-kura dan juga merpati tidak ikut menikmati pagi dengan berbincang bersama. Biasanya anak kura-kura dan merpati selalu menghibur Rion jika sudah diejek oleh Math dan juga Borni. Karena Rion merasa kesal, ia pun mencari alasan untuk pamit.
“Emm..karena hari sudah terik, aku pamit pulang dulu ya teman-teman!”
Tanpa penolakan, Math dan Borni mempersilahkan Rion untuk pulang. Tapi Borni tetap tidak lupa mengingatkan Rion mengenai buruan.
“Jangan lupa yaaaa..buruan, buruaann..hahaha”
****
Dua malam Rion tidak bisa tidur, hanya karena memikirkan soal mendapatkan buruan. Ya, Rion memang belum waktunya untuk berburu. Taringnya saja belum tumbuh sempurna. Ia berpikir untuk menemui anak kura-kura.
Pagi-pagi sekali Rion meninggalkan sarang untuk menemui anak kura-kura.
“Saaaammmmm…..” Teriak Rion memecah keheningan pagi di sarang kura-kura.
“Ya yaaa.., aku di sini!” Sam keluar dari balik tumpukan rumput kering.
“Sam, dengarkan aku. Aku ingin sekali berburu Sam, sama seperti Math dan Borni. Tapi, Ayahku belum mengijinkanku. Bagaimana ini?” Tanya Rion gelisah.
“Apa susahnya sih Rion, kamu seharusnya menuruti apa kata Ayahmu. Bukan Math dan Borni! Meski memang mereka itu sahabatmu. Nanti kalau kamu kenapa-kenapa bagaimanaa? Ayahmu kan lebih tahu tentangmu Rion, mungkin kamu memang belum pantas untuk berburu” jawab Sam panjang lebar.
Ternyata jawaban itu membuat Rion kesal. Satu lagi yang tidak mempercayai dirinya sudah pantas berburu keluar sarang. Ia pun meninggalkan Sam tanpa sepatah kata.
Rion berjalan gagah menuju ujung bukit. Di sana ia melihat luasnya Hutan Angin, ia juga melihat kumpulan Bison. Ia tergoda untuk menangkap seekor Bison. Ia menuruni bukit, lalu mengendap-endap di balik rumput yang tinggi di dekat seekor Bison. Ia mengintai satu Bison yang bertubuh gemuk. Sesekali ia meneguk liur sebab ia tergiur banyaknya daging Bison tersebut. Tapi, ia tidak pernah tahu betapa kekuatan Bison lebih besar dari dirinya. Yang terlintas di kepala Rion hanya kekaguman dari kawan-kawannya saat ia berhasil membawa bangkai Bison.
Saat Rion tengah asik mengintai, Sam si Kura-kura berteriak dari sarangnya memanggil Merpati. Ia memberitahukan pada merpati perihal keinginan Rion untuk berburu siang itu. Saat itu juga selepas diberitahu oleh Sam Merpati – Siwy – terbang tinggi menuju sarang Ayah Rion. Betapa terkejutnya Brown, ketika ia tahu anaknya nekat berburu. Dengan perasaan gelisah serta cemas, Brown pergi bersama Siwy mencari Rion.
Rion menguatkan pijakan kakinya di tanah untuk keluar dari persembunyian. Dalam hitungan mundur, tiga dua satu. Ia berlari kencang mendekati Bison. Bison terkejut dengan kedatangan Rion yang tiba-tiba. Rion mengaum sekuat tenaga meski sayang suara Rion tidak bisa menggretak Bison sedikitpun. Bison hanya tertawa mendengar auman Rion seperti suara nyamuk.
“Apa yang mau kamu lakukan nak?” Tanya Bison heran.
“Aku ingin memakanmu! Memangsamu, ya menjadikanmu buruanku!” Jawab Rion tegas.
Sekali lagi, Bison tertawa terbahak-bahak. Rion tampak kesal ditertawai, merasa diejek kekuatannya. Dengan cepat, gigi-gigi Rion yang kecil menancap di kaki Bison. Bison berteriak kesakitan, ia pun membela diri. Bison mendorong Rion dengan kuat. Rion terjatuh, seketika rasa panik menghantui dirinya.
Bison sudah siap menyeruduk Rion dengan kuat. Saat itu juga ada suara teriakan dari jauh.
“Jaaannggaaan..Kumohon, jangan lukai anakku!”
Rion hampir saja pingsan karena sedikit lagi Bison membunuhnya. Beruntung Ayahnya datang tepat waktu. Keringat sudah membanjiri seluruh tubuh Rion.
“Oh ini anakmu? Berani sekali ia ingin menjadikanku sebagai buruannya. Kukunya saja belum runcing, sudah pingin mati!” tanya Bison.
“Rioooonnn! Apa yang kau lakukan, kau hampir saja mati Riooon!” Bentak Brown penuh amarah.
Rion terkejut, baru kali ini ia melihat ayahnya marah besar. Dan saat itu juga Rion benar-benar menyesal atas apa yang ia lakukan. Ayahnya benar, ia belum pantas untuk berburu. Tadi karena kenekatannya ia hampir saja mati. Rion menangis.
“Ayaaahh…Maafkan aku..Aku takut Ayah..”
Bison yang melihat situasi ini, mengambil kesempatan untuk lari. Sementara itu, Siwy Si Kura-Kura hanya terdiam.
“Ayah maafkan kamu Rion, sekali lagi jika Ayah bilang belum waktunya, jangan dilawan omongan Ayah. Jangan sekali-kali lagi kamu keluar dari sarang sebelum Ayah yang menyuruhmu. Sebab Hutan Angin memanglah surga buat kita tapi hutan ini benar-benar liar anakku! Biarkan saja kedua temanmu sudah berhasil berburu, sebab mereka mencari buruannya di tempat yang aman bukan seperti kita!”
Rion tertunduk, menyesal.
(Foto Ilustrasi: Dari Sini)
****
Katanya: "semua itu ada waktunya!”
*GeeR*
Palangka Raya, September 2013.
Gilang Rahmawati
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H