Mohon tunggu...
Gilang Rahmawati
Gilang Rahmawati Mohon Tunggu... Jurnalis - Sehari-hari menjadi kuli tinta.

*** silahkan tinggalkan pesan *** ** http://www.kompasiana.com/the.lion ** #GeeR

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cahaya Terang Untukmu, Riani!

29 Desember 2012   06:49 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:52 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13567635242124189838

[caption id="attachment_224439" align="aligncenter" width="640" caption="(ilustrasi: dok. pribadi)"][/caption]

Dibalik kaca bening, ia berusaha kuat melambaikan tangan. Berusaha kuat tak meneteskan air mata. Dibalik kaca bening ia melihat pundak kekasihnya, melihat kepergiannya. Ya, tepat dihari yang berselimut mendung, kekasih Riani itu pergi keluar kota untuk menuntut ilmu. Sementara, ia masih disini, dikota yang sepi, masih menjadi pelajar di SMU Negeri.

Kakinya berjalan tanpa semangat, ia meninggalkan kerumunan orang yang mengantar pergi sanak saudaranya dipintu keberangkatan. Tepat di area parkir, matanya memandang ke arah langit. Pesawat itu semakin samar terlihat menembus awan, ya pesawat yang ditumpangi Bima. Ia menangis, air matanya membasahi pipi.

“Hei…sudah, jangan nangis ah, Bima pasti balik lagi!”

Shinta, Kakak Bima berusaha menyemangati Riani. Ia merangkul dengan kehangatan. Tapi sayang, hal itu membuat Riani semakin menangis kencang. Keluarga Bima mendadak panik, mereka kaget dengan ekspresi tangis Riani. Ya, dia begitu kehilangan meski ia tahu Bima akan kembali.

Hanya karena sebuah foto, Riani mengingat kembali kejadian empat tahun lalu itu. Foto dirinya memeluk erat tubuh Bima dengan senyum berbentuk bulan sabit. Sambil mengingat kenangan, Riani menggengam sebuah boneka beruang berwarna putih. Boneka ini pun salah satu kenangan cerita cinta SMU yang dialaminya.

“Hm…” Riani mendekap erat bonekanya.

Menjelang senja, ia dilanda rindu. Disini, dikamar 4x3 ia menyudut ditepi tembok. Disebuah rumah besar dengan banyak kamar. Sekarang Riani pun pergi keluar kota, karena ia telah lulus SMA. Sayangnya ia tidak memilih kuliah di kota yang sama dengan Bima. Ia telah terbiasa pacaran jarak jauh. Kurang lebih sudah dua tahun, ia bisa kuat pacaran hanya lewat telepon dan sms.

“Ingat ya! Kalau sudah kuliah, jangan sampe lirik cowok-cowok dikampus!”

Ia ingat betul peringatan Bima saat Riani mengabarkan akan kuliah juga.

Selama SMA Riani merasa Bima tak pernah melupakan janjinya, janji untuk selalu menghubunginya. Saat Riani masih SMA, Bima benar-benar menepati janjinya. Tapi, disaat Riani sudah masuk semester dua di bangku kuliah, Bima perlahan hilang dari layar handphone. Sesekali, disaat Bima tengah kesepian, ia pasti menghubungi Riani. Dan disaat Bima bersenang-senang, ia hilang.

Masih mendekap beruang putih, Riani merebahkan tubuhnya. Senja telah tertutup gelapnya malam. Angin dingin menerobos masuk jendela kamar yang terbuka. Riani bangkit, berjalan mendekati tepi jendela. Ia tak lagi menggenggam beruang putih, kini ia duduk dikursi yang sengaja ia letakkan di depan jendela.

“huuffh..” dihelanya nafas sambil bertopang dagu.

Dilihatnya (lagi) sebuah foto yang terbingkai cantik ditepi meja. Masih tentang Bima, itu foto terakhir yang ia abadikan. Ketika Bima membuat acara perpisahan bersama teman-temannya, dan tentu saja bersama Riani. Senyum Riani di foto itu terlihat terpaksa untuk dilukiskan menjadi senyum bahagia. Karena, ia tahu itu adalah malam terakhir Riani melihat Bima tertawa bahagia dengan teman-temannya.

“Malam ini aku traktir kalian semuanyaaaa..haha” teriak bima sambil mengangkat segelas es jeruk.

Di foto itu, Bima tidak memeluk Riani, Bima tersenyum lebar persis disamping teman-teman lelakinya. Dan di foto itu, Riani duduk ditepi meja makan memegang segelas jus melon. Kebahagiaan malam itu tampak hanya untuk Bima dan kawan-kawan saja, tidak untuk Riani.

Bima adalah kekasih terlama bagi Riani, ia mengenal Bima sejak kelas dua SMA dan saat ini Riani telah beranjak masuk ke semester lima di bangku kuliah. Waktu telah mengubah segalanya. Bima yang dulu ada untuknya, kini berubah dingin, menghilang dengan kesibukannya.

“Ah..Bimaaa..andai saja Lestari itu tak pernah berkenalan denganmu di kampus, pasti kau tidak seperti ini padaku” Riani bergumam dalam hati.

Riani pun terbayang tentang pertengkaran hebat dengan Bima. Saat itu nama Lestari menjadi nama yang membuat Riani naik darah. Riani adalah wanita yang terbilang setia pada kekasih, ia ingat dengan komitmen bersama Bima. Tapi, sayangnya kali ini ia menghadapi Bima lelaki yang gampang melupakan janji.

“Lestari..” Lagi-lagi Riani menyebut nama wanita yang menjadi orang ketiga.

Tepat di tiga tahun perjalanan cintanya dengan Bima, kata putus terlontar jelas dari seberang telepon genggam. Bukan Riani yang berucap, tapi Bima dengan suara lantangnya. Ada air mata yang tertahan, ia ingin meluapkan tapi ia pun tidak ingin terlihat lemah. Lebih dari seminggu Riani hanya bisa terdiam, mengurung diri dikamar. Dia patah hati.

Malam ini adalah setahun ia tak lagi bersama Bima. Masih dengan bertopang dagu Riani melihat banyak bintang di langit, tak ada awan yang berani menghalangi mereka. Diambilnya secarik kertas dan sebuah pena berwarna biru muda. Ia terinsiprasi tentang kisah hidupnya bersama Bima.

“setidaknya satu puisi tercipta malam ini, masih tentang diriku bersamamu Bima” ucapnya lirih sambil menulis.

Ia mencoba merangkai kata menjadi kalimat, ia mencoba menuangkan rasa menjadi prosa. Tidak butuh waktu lama, ia pun selesai bercengkrama dengan kata.

“huuffh..” kembali ia hela nafas sambil mengangkat kertas yang telah terisi coretan pena.

Ia mencoba membaca apa yang telah ia tuliskan, didalam hati. Tapi, disaat puisi itu hampir berakhir, ia membacanya dengan bersuara.

Masa lalu..

Biarkan aku bahagia

Bersama pria yang ku sebut sebagai

Masa depanku..

Selamat datang Bima kedua!

Disaat puisi itu terhenti, dering telepon genggam memecah keheningan. Riani mencari telepon genggamnya, dan dilihatnya layar.

*Dhamar memanggil*

Riani mengangkat telepon dengan senyum mengembang.

***

Untuk seorang sahabat.

Lihat ada cahaya terang dibalik awan gelap!

**

GeeR

Yogyakarta, Penghunjung Desember.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun