Mohon tunggu...
Gilang Rahmawati
Gilang Rahmawati Mohon Tunggu... Jurnalis - Sehari-hari menjadi kuli tinta.

*** silahkan tinggalkan pesan *** ** http://www.kompasiana.com/the.lion ** #GeeR

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Panggil Mereka, Kakek, dan Nenek

5 Juli 2012   03:02 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:17 551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_192505" align="aligncenter" width="540" caption="(tatapku sudah mulai sayu)"][/caption]

Kita akan menjadi seperti mereka

Dua insan yang hidup lebih dari dua generasi

Kita akan menjadi seperti mereka

Merasakan nikmatnya asam garam yang penuh sensasi

Mereka, insan yang punya sejuta sejarah

Lihat saja dari keriput yang sudah seperti beranak-pinak

Dongeng masa lalu, pasti menjadi cerita yang penuh gairah

“Dulu..”

Kata itu adalah awal, dari sebuah sejarah milik mereka

Kita, patut diam, dan nikmati saja dongeng masa lalunya

Tak akan lama

Mungkin hanya menghabiskan dua gelas teh hangat dan sepotong roti

Seketika, tangan yang bergetar itu akan membelai lembut

Rasanya hangat

“Cu..kamu adalah salah satu misteriku dahulu, yang kini menjadi nyata”

Ya, mereka tak kan pernah mengira

Menjadi insan yang kini telah renta

******

[caption id="attachment_192506" align="aligncenter" width="540" caption="(aku telah menua, tapi tetap berkhayal bahagia)"]

13414566761129893537
13414566761129893537
[/caption]

Aku telah hidup pada empat generasi

Aku ini lelaki, yang kini tak punya istri

Hidupku sekarang hanya menyendiri

Aku punya banyak cerita,

Tentang gagahnya aku menghadapipenjajah

Akan ku dongengkan untuk kalian dengan rasa cinta

Dan penuh gairah

Dulu suaraku banyak dipuja

Kini suaraku menjadi antara ada dan tiada

Aku sudah terlalu banyak makan asam garam

Dari kisah menjadi bangsawan, hingga kisah kelam

[caption id="attachment_192507" align="aligncenter" width="540" caption="(masih ku tatap pasti, sebuah kebahagiaan)"]

13414567271422489392
13414567271422489392
[/caption]

Aku duduk disini

Bukan seperti pengemis

Aku duduk disini

Bukan untuk minta-minta

Biarkan aku istirahat sejenak

Menata nafas, yang tak beraturan

Lihat keriputku seperti beranak-pinak

Lihat pula, rambutku, putih tanpa polesan

Tulangku sudah merapuh, ia akan membentuk seperti udang

Tak apa, yang penting aku masih ada untuk hidup senang

****

[caption id="attachment_192508" align="aligncenter" width="540" caption="(inilah bahagiaku, tersenyum bersama keriput)"]

13414567821624843593
13414567821624843593
[/caption]

Dan lihat, aku ini seorang perempuan yang diberi gelar “nenek”

Aku sudah lupa, aku punya cerita bahagia apa

Cucuku bilang, aku ini periang

Anakku bilang, aku banyak disayang

[caption id="attachment_192509" align="aligncenter" width="540" caption="(berdiri sabar, menanti rejeki)"]

1341456864794415933
1341456864794415933
[/caption]

Dan aku, pada usiaku kini, masih ingin mencari rejeki

Berjejal dengan tumpukan pisang

Berharap pagi cerah mendatangkan uang

Biarkan kelak aku istirahat tanpa dihujani tangisan

Biarkan aku tersenyum senang

Hingga surga yang telah dijanjikan datang

****

Ya, sebut saja kami ini adalah insan yang telah menjadi tua renta

Yang masih punya cinta

Dan ingin bahagia

**

Yogyakarta, Juli.

Gilang Rahmawati

(WPC: Potrait)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun