Mohon tunggu...
Gilang Rahmawati
Gilang Rahmawati Mohon Tunggu... Jurnalis - Sehari-hari menjadi kuli tinta.

*** silahkan tinggalkan pesan *** ** http://www.kompasiana.com/the.lion ** #GeeR

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ada Kenangan di Padang Pasir

13 Juni 2012   04:05 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:03 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Dilla..sinii” Teriak Baim dari seberang jalan.

Ku lihat hamparan pasir hitam nan lembut disana. Ku turunkan kaki dari dalam mobil, dan aku berlari mendekati Baim. Ayah dan Ibu menggelengkan kepala, menyaksikan tingkah kita berdua. Siang itu tampak mendung, tapi tidak untuk kegembiraan kami.

“Aku suka pantai..” Ucapku seraya mendekati Baim.

“Haha..Pantainya masih jauh de” Sahut Baim padaku.

“Tapi, nanti kita pasti kesana kan (sambil menunjuk pantai yang ada dikejauhan)”

“Iya, lihat, kenapa pasir pantainya warna hitam ya?” Tanya Baim.

Aku tak menjawab, hanya berlari kembali mendekati Ibu. Ku tinggalkan Baim yang seketika itu memasang muka cemberut. Dan aku, tertawa terbahak-bahak ketika ku lihat kakak lelakiku ‘ndlosor’ karena ngambek. Hingga akhirnya, dia pun berlari mendekati Ayah.

Ayah sudah berdiri diantara hamparan pasir hitam yang bertumpuk, katanya sih ini padang pasir. Berkacak pinggang, dan bergaya seperti “koboy”, Ayah memandangi luasnya padang pasir. Dibelakangnya tampak Baim pun menirukan gaya Ayah. Aku kembali tertawa terbahak-bahak, mereka seperti kembar tapi dengan ukuran berbeda.

“Ibu, ini mau ditaruh dimana tikarnya?”

“Sini aja nak, dibawah pohon cemara, ayo bantu Ibu”

Sudah rapi semua, ini namanya piknik keluarga. Ku tinggalkan Ibu yang asik membaca buku, ku datangi Baim yang asik memotret sesuatu.

****

“Lihat sini Dilla…” Pinta Baim padaku yang tengah bermain pasir.

*jepret

Bunyi klik kamera mengejutkanku. Aku sudah bergaya manis, tapi ternyata Baim hanya memotret bayanganku saja. Katanya itu sesuatu yang lain dari aku.

[caption id="attachment_187727" align="aligncenter" width="540" caption="Bayangan (Minimalis)"][/caption]

“haha..lihatkan, kamu tampak tinggi saat aku foto bayanganmu, padahal kamu itu pendek de’, hihi” Ucap Baim girang.

“ih iya ya ka’, aku tinggi banget, kalah sama ka Baim” Sahutku terpana.

Perjalanan menyusuri pasir-pasir hitam ini kami lanjutkan. Tanpa ku sadari, Baim sedaritadi tengah asik memperhatikan jejak langkahku. Ia pun jahil, menekan shutter kameranya. Dan didapatilah sebuah jejak kaki berukuran kecil dikamera, aku masih tak tahu hal itu. Aku berlari, menikmati hembusan angin kencang. Aku hampir terbang, dan Baim menertawakannya.

[caption id="attachment_187729" align="aligncenter" width="540" caption="jejak kaki ini minimalis"]

1339559736652735987
1339559736652735987
[/caption]

Siang itu kini menjadi sore nan cantik. Langit yang mendung tampak berlalu pergi. Sudah setengah lingkaran padang pasir hitam kami nikmati. Dan aku lelah, aku ingin berbaring, tapi kata Ibu pasir pantai itu lengket. Aku pun hanya duduk menopang dagu. Disaat ku pulihkan tenaga, aku lihat Baim masih asik berlari, mencari objek.

Baim, dia kakak lelaki yang memanjakanku. Kakak lelaki yang bisa menjagaku. Lama ku perhatikan, Baim tak tampak lagi dari balik bukit pasir itu.

“Ih kakak hilang, udah ah, aku mau datangi Ibu” Gumamku dalam hati.

***

Sudah hampir senja. Baim belum juga tampak dihadapan kita. Ibu terlihat cemas, Ayah berusaha menyusul mencarinya. Aku hanya bisa diam, mengepalkan tangan.

“Tadi kalian main kemana nak? Kok kakakmu belum pulang? Arahnya kemana tadi?” Pertanyaan beruntun keluar dari mulut Ibu.

Masih seperti tadi, aku hanya diam, tak bisa menjawab. Karena aku pun tak tau harus menjawab apa. Terhitung sudah setengah jam, semua berusaha mencari. Hingga air mataku turun berlinang. Ku lihat dari kejauhan, Ayah menggendong Baim. Dia tampak lemas, sama seperti aku melihatnya.

“Dia kenapa Yah?” Tanya Ibu.

Ayah tak dapat menjawab, dia terlihat panik, dan hanya berucap “cepat masuk mobil, kita ke rumah sakit?,”

Dibalik badan Ibu aku melihat kepala Baim bercucuran darah, aku menangis tersedu dan memeluk Ibu.

***

Mobil berderu kencang, aku lihat muka Baim pucat pasi. Tiba di Rumah Sakit, Ayah menggendong Baim masuk kedalam ruang gawat darurat. Aku dan Ibu, duduk menunggu dengan harap-harap cemas. Tampak sunyi Rumah Sakit ini, yang ku cium hanya bau obat. Suasana ini membuatku bergidik merinding. Tangisku semakin menjadi-jadi ketika aku mendengar Ayah dan Ibu berbicara dengan dokter tentang Baim.

***

Aku terhanyut mengingat kejadian itu, didepanku ada satu album foto terakhir dari Baim untukku. Foto-foto ini, kenangan kami, yang membuatku terhanyut menyusuri kisah dibaliknya. Aku meneteskan air mata. Aku rindu Kakakku. Kakak yang hebat, Kakak yang pemberani dan penuh canda. Foto ini adalah foto terakhir yang diberikannya untukku. Demi membuatku terpana, ia rela bergelut di balik Bukit Pasir, hingga nyawa terenggut.

Ada bayanganku, ada jejak kakiku. Ada beberapa daun diatas pasir yang difotonya dengan sederhana. Ada dandelion, bunga kesukaanku ketika aku mengharap sesuatu.

[caption id="attachment_187731" align="aligncenter" width="540" caption="(mungkin saja ini minimalis)"]

13395598921955083353
13395598921955083353
[/caption] [caption id="attachment_187732" align="aligncenter" width="540" caption="(dan masih ku bertanya tentang minimalis)"]
1339559964550283204
1339559964550283204
[/caption] [caption id="attachment_187735" align="aligncenter" width="540" caption="(minimalis itu hitam putih)"]
1339560045917244293
1339560045917244293
[/caption] [caption id="attachment_187737" align="aligncenter" width="462" caption="(dandelionkah ini)"]
1339560124829303971
1339560124829303971
[/caption]

Ah terlalu menyesakkan ku dapati foto-foto ini kembali.

**

Karena sebuah foto, mewakili seriap kenangan.

Yogyakarta, Juni.

Gilang Rahmawati

(WPC 8) Minimalist Photography

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun