Kamis membuka mata adalah kolom artikel setiap hari kamis yang berisi tentang sosial, politik, dan ekonomi yang menjadi kebijakan di mancanegara dan mungkin akan sesuai dan bagus apabila diadaptasi oleh Indonesia.
Â
2 tahun lalu Inggris resmi keluar dari Uni Eropa karena menurut sebagian masyarakat mereka bergabungnya Inggris di dalam EU tidak serta merta menambahkan keuntungan yang signifikan bagi rakyat UK sendiri.
Hal ini sebenarnya membutuhkan proses yang amat panjang dimana wacana brexit memang sudah digemborkan dari tahun 2015 pada saat kepemimpinan David Cameron Perdana menteri UK pada saat itu.Â
Dimana pada tahun 2016 dirinya secara sengaja membuat referendum di parlemen Inggris Raya tentang perencanaan Inggris akan tetap menjadi anggota Uni Eropa atau keluar secara penuh dari Uni Eropa dimana Voting tersebut dilakukan pada tahun 2016 antara remain dan exit. Dimenangkan secara landslide dengan kemenangan exit dari Eropa.
Meski begitu hal yang perlu diingat adalah proses bagaimana seorang parlemen yang mewakili rakyat UK pada saat itu harus memutar otak bagaimana caranya UK tidak serta merta keluar secara full brexit karena bakal menjadi tugas baru bagi parlemen untuk mengatur ulang peraturan yang sebelumnya secara bebas aktif terbuka dengan negara di Eropa.Â
Namun karena memang mandat Rakyat secara banyak menyerukan dan memilih untuk keluar dari uni Eropa maka dari itu semua anggota parlemennya akan menghargai mandat yang sudah diberikan oleh masyarakatnya untuk membuat hal itu terjadi,Â
disini parlemen UK memang banyak bernegosiasi dengan dewan perwakilan EU untuk membahas referendum tentang brexit ini dimana mereka masih meminta sesuatu walaupun sudah memutuskan untuk keluar dari Uni eropa itu.
 Keluar dari Brexit sebuah parlemen di Eropa selalu mempertanyakan sesuatu visi dan misi yang dibawa oleh para pemimpin negaranya yaitu Perdana Menteri mereka dimana, beberapa partai oposisi selalu mempertanyakan suatu keputusan yang telah dilakukan oleh para PMnya tersebut di acara PMQ (Prime Minister Question).Â
Belum lagi serunya di negara-negara maju yang mempunyai sistem parlementer selalu membuat badan perlawan dari semua badan yang pemerintahnya bentuk hanya untuk sebagai pembanding dan bisa menjadi perbandingan bagi para masyarakatnya.
Dimana seringkali justru pemilu dilakukan diluar jadwal yang sudah ditentukan apalagi ketika pemimpin terpilih sudah merasa atau dirasa sudah mendapat sebuah mosi tidak percaya dari para masyarakatnya. Hal ini juga bahkan datang biasanya dari orang yang sudah berkuasa sebelumnya,Â