Akhir-akhir ini layar kaca seringkali banyak disiarkan tentang kabar duka dari musibah yang menerpa keluarga Ridwan Kamil yang harus ditinggal oleh anak pertama mereka yaitu Eril, memang saya kagum dengan follow up media berita semenjak kabar Eril menghilang di sungai Aare Swiss sampai prosesi pemakaman Almarhum Eril dimana dengan pemberitaan yang ditayangkan membuat banyak orang ikut bersimpati dengan kehilangan yang dirasakan keluarga beserta rekan yang kehilangan orang terdekat mereka.
Namun seringkali timbul pertanyaan di dalam benak saya dimana kebanyakan media memang beberapa mendapatkan sebuah penghasilan dari sebuah berita yang mereka siarkan, dan seberapa boleh hal tersebut dilakukan? Belum lagi sekarang sebuah konten yang memanfaatkan traffic sosial media sengaja dibuat selaras dengan hal-hal yang sedang menjadi headline dan yang paling agak mengganggu perasaan saya adalah ketika suatu headline berkaitan dengan kondisi sedih dan duka yang dirasakan oleh orang lain.
Kembali lagi di satu sisi berita tersebut sangat bermanfaat untuk informasi untuk masyarakat luas namun agaknya sangat terlalu miris jika memang pemberitaan hal yang disampaikan justru lebih dari hal tersebut, namun mungkin saja beberapa media di layar kaca tv meliput hal tersebut dengan ijin dari pak Ridwan Kamil selaku orang tua dari Eril, itu mengapa hampir semua berita profesional di tv lebih kurang hanya menyampaikan kronologi kejadian mengharukan tersebut sampai prosesi pemakaman yang dimana saya yakin hal ini disampaikan untuk orang yang baru menonton dan sebelumnya belum tahu sama sekali mengenai hal tersebut.
Namun apa jadinya apabila justru hal informasi tersebut dilakukan dengan maksud meraih komersial dan engagement semata. Dimana dengan gencarnya zaman sosial media dan internet ini ada saja orang yang memanfaatkan tersebut memang secara ilmu komunikasi menggali hal yang sedang headline adalah hal yang baik namun bagaimana jika sebuah headline itu adalah sebuah kabar duka?
Terlepas dari itu hal ini bukan saja terjadi pada saat ini saja namun seringkali fenomena orang yang hilang atau terkena suatu musibah justru sengaja dikonten kan dengan berbagai cara seperti misalnya diramal dan diberitakan dengan kebenaran yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Belum lagi memang kebebasan bermain sosial media tidak memiliki sensor yang pasti.
Kembali lagi tulisan ini adalah sebuah pertanyaan dan bukan pernyataan yang tiba-tiba saja timbul di benak saya .
Dan berapa bolehkah saya memasukan nama korban dan keluarga yang sedang berduka
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H