Mohon tunggu...
Achmad GilangAriyanto
Achmad GilangAriyanto Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa hubungan internasional

saya percaya bahwa etika harus ditegakkan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bagaimana IMF menjadi Budak yang Menghadirkan Ketidakadilan?

29 Maret 2024   16:23 Diperbarui: 29 Maret 2024   16:23 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Disaat dunia tengah menghadapi krisis yang mengacam dunia kemanusiaan yaitu perang dunia kedua kepentingan ekonomi menjadi penting dibahas. Pasalnya negara hanya bisa bertakan jika mereka memiliki angkatan bersenjata atau kekuatan militer yang kuat, dan atau mereka memiliki kemampuan ekonomi yang besar. Dengan melihat suatu urgensi eksistensial suatu negara ini maka kepentingan ekonomi suatu negara tetap dilanjutkan. Hal ini dibuktikan bahwa pada 1944 ditengah terjadinya peristiwa yang sangat menegangkan pada umat manusia 44 negara berkumpul di bretton wood untuk membahas sistem moneter internasional. Disana kemudian disepakati bahwa sistem moneter internasional adalah berbasiskan pada dollar amerika dengan standard nilai tukar emas.

Disana juga disepakati untuk membentuk suatu institusi baru yang bertujuan untuk membantu negara-negara dalam catatan transaksi ekonomi luar negerinya dan juga dalam kebijakan kebijakan dalam penentuan nilai tukar mata uang. Institusi yang disepakati itu adalah IMF (International Monetary Fund) dan juga World Bank yang lahirnya difungsikan untuk membantu dalam pembangunan dan merekonstruksi perekonomian secara umum. Disepakati bahwa semua negara wajib menetapkan nilai mata uangnya dengan emas namun, tak harus menukar mata uangnya dengan emas. Hanya dollar amerika yang dikonfersi langsung pada emas aitu sebesar 35 dollar per ons emas. Dengan begitu semua negara menetapkan mata uangnya pada mata uang yang terkonfersi langsung pada emas yaitu dollar amerika.

Dalam konteks ini jika kita lihat menggunakan pendekatan teori dari gramsci maka dalam peristiwa ini terjadi hegemoni yang diciptakan negara, terutama negara barat khususnya amerika. Negara itu mengembangkan suatu wacana yang dilakukan secara terus menerus dengan konsisten untuk membuat negara lain menjadi melakukannya juga. Hal ini dilakukan negara lain ada 2 kemungkinannya yaitu karna coercion atau consent. Tentu jika ada negara yang tidak melakukan apa yang telah disepakati di bretton wood itu akan minimal di kucilkan dalam kancah pertemanan internasional. Namun banyak juga negara yang dengan sukarela melakukan itu dengan persetujuan negara itu. Negara itu setuju normalnya karena permainan wacana yang dikembangkan berhasil mempengaruhi pemangku kebijakan. Dengan begitu hegemonipun berhasil.

Namun, hegemoni seperti ini menurut gramsci bukan untuk menghasilkan keadilan namun justru menghasilkan ketimpangan. Dengan setiap negara mengkonfersikan uangnya dengan dollar amerika maka pengaruh amerika akan mencengkram dengan kuatnya. Dia bahkan bisa saja mengintervensi setiap kebijakan negara baik domestik terlebih terhadap kebijakan luar negerinya. Dengan begitu maka kedaulatan suatu negara mungkin saja tetap ada namun bentuk kedaulatan suatu negara itu menjadi semu.

Kita bisa melihatnya dengan suatu peristiwa sejarah ekonomi internasional yang sampai dengan saat ini menjadi dilema banyak negara yang hampir merasuk pada nadi masyarakat. Dalam sebuah sistem moneter internasional yan baik seharusnya ada semacam kerangka acuan ataupun aturan-aturan yang memaksimalkan apa yang disebut dengan perdagangan dunia. Tak hanya itu, sistem moneter internasional yang baik harusnya mampu meningkatkan investasi yang ada dan juga mempu untuk menghadirkan pola untuk mendistribusi kekayaan atau keuntungan yang merata pada semua negara yang terlibat didalamnya. Namun ternyata jauh panggang dari pada api. Sistem moneter internasional yang ada hari ini ternyata dibangun agar supaya memberikan keuntungan sebesar-besarnya hanya pada suatu negara. Rezim moneter internasional ini kemudian menjelma menjadi refleksi dari kepentingan nasional negara-negara besar. Dengan begitu sistem ataupun rezim moneter internasional ini menjadi medan perang berbagai negara besar untuk membuat suatu sistem moneter yang menguntungkan atau minimal memperjuangkan kepentingan negaranya. Dengan melihat momen ini maka eksistensi sistem moneter internasional ini tak dapat di pisahkan pada politik internasinal yang juga berkaitan dengan erat mengenai tata cara bekerja hubungan internasional. Dengan begitu negara yang memiliki hegemoni, entah dia hegemoni dalam konteks gramsci (dalam bentuk wacana) ataupun definisi hegemoni dari morgenthau (dalam bentuk kekuatan politik, ekonomi dan lainnya)tentu akan berusaha entah itu mengubah arus atau paling tidak membentuk aturan di rezim internasional bagi para negara hegemon.

Kalau dilihat di tahun 1997-1998 dimana indonesia berkembang suatu wacana untuk kemudian menghidupkan kembali salah satu asumsi yang dikembangkan oleh seorang maha guru ekonomi yaitu adam smith yang mengemukakan suatu pasar akan menawarkan banyak sekali kebebasan pasar untuk menjalankan suatu tujuan yang baik. Dengan kebebasan itu dipercaya akan menghasilkan suatu persaingan yang baik dan menguntungkan. Dengan didukung sistem produksi yang efisien dan akan menghasilkan pertukaran barang dan jasa yang lebih baik. Tekanan yang besar dari pendapat adam smith ini adalah negara memiliki peran yang sangat minim dalam mengatur pasar. Dengan masuknya IMF dalam krisi ekonomi banyak melakukan intervensi dan perubahan dalam kebijakan perekonomian indonesia untuk melakukan liberalisasi. Pembersihan yang masif terhadap korupsi, kolusi dan nepotisme yang mengakar di pemerintahan orde baru, juga menuntut untuk adanya partisipasi dan pengawasan publik pada kebijakan yang diambil oleh negara. Tetapi dengan masuknya IMF untuk "membantu" menangani permasalahan ataupun krisi yang terjadi di indonesia tidak membuat kondisi ekonomi menjadi lebih baik. Bahkan dari beberapa negara yang dibantu oleh IMF pertumbuhan ekonomi indonesia adalah yang terburuk. Meskipun ada beberapa pendapat yang menyatakan bahwa ketika terjadi krisis moneter yang menimpa asia tidak ada upaya untuk mengontrol arus modal, IMF juga tak memiliki data mengenai investasi dan modal keluar dia asia. Meskipun, banyak sekali faktor yang mempengaruhinya terutama pinjaman jangka pendek yang tidak bisa ditangani oleh negara. Dengan masuknya IMF ini membuktikan bahwa konsep hegemoni gramsci benar-benar efektif untuk melakukan intervensi ekonomi di indonesia bagaimana wacana liberalisasi ekonomi saat itu seolah menajdi firman tuhan yang semua negara berusaha mengadopsinya. Sialnya, banyak negara yang tidak melakukan filter ataupun adaptasi terhadap keunikan lokal terhadap suatu konsep sehingga tak sedikit negara yang kemudian terjebak pada arus ketidakadilan liberalisasi yang efeknya masih terasa hingga saat ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun