Burgerlijk wetboek atau KUHPer yang kita kenal sekarang merupakan salah satu Undang Undang warisan belanda. Pengaturan dalam Undang Undang ini menyangkut hubungan antar subjek.
Lahirnya KUHPer erat hubungannya dengan revolusi prancis abad 18 Masehi. Ketika itu angin liberalisme sangat kuat pengaruhnnya, diantaranya hembusan liberalisme ini mencapai belanda akibat ekspansi yang di lakukan oleh prancis yang saat itu dalam posisi sedang menjajah indonesia di tandai salah satunya dengan lahirnya kodifikasi (tahun 1838 dengan terbentuknya kodifikasi/code Napoleon). Akibatnya, lahirlah asas baru dalam ketata Undang Undang hindia belanda yakni asas kebebasan berkontrak. Asas ini merupakan asas paling utama dalam suatu perjanjian.
Dalam prakteknya tak hanya ada satu asas saja akan tetapi ada dua asas hukum dalam , perjanjian yang berlaku di indonesia tunduk pada dua Asas perjanjian, Asas inilah yang menjadi sebab perjanjian dapat terlaksana sebagaimana mestinya denganketentuan yang berlaku dan di atur secara Normatif dalam KUHPer. Diantara Asas yang terkait adalah :
Asas Kebebasan berkontrak (open system/freedom of contract)
Asas ini mensyaratkan bahwa setiap orang boleh membuat kesepakatan atau perjanjian. Dalam KUHPer tercantum dalam pasal 1338 yang berbunyi :
Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku bagi undang-undang bagi mereka yang membuatnya Perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasanalasan yang oleh undang-undang dinyatakan untuk itu Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Kebebasan di sini bukan berati kita bebas melakukan perjanjian yang melanggar UU, Kesusilaan, ataupun ketertiban umum. Asas ini secara tidak langsung memberikan batasan terkait apa apa yang dilarang sebagai suatu pelarangan (lebih lanjut ada dalam pasal 1320).
Asas Kelengkapan (Optimal system)
Asas ini adalah apabila pihak pihak yang melakukan perjanjian mengkhendaki pergantian kesepakatan. UU yang sebelumnya di buat kemudian di hapuskan ataupun di tambahkan haruslah secara tegas di sebutkan, jika tidak maka yang akan berlaku adalah Undang Undang. Seperti contoh dalam jual beli tanpa adanya perjanjian akan tetapi dalam pasal 1477 KUHPer mengatur bahwa :
Penyerahan harus dilakukan di tempat barang yang dijual itu berada pada waktu penjualan, jika tentang hal itu tidak diadakan persetujuan lain.
Demikianlah pengaturan asas asas dalam berkontrak dalam KUHPer. Maka segala sesuatu dalam perjanjian adalah sah (selama tidak melanggar peraturan yang sudah ada) dan segala perjanjian yang kita cantumkan secara otomatis akan menjadi UU bagi pihak pihak yang membuat.