Mohon tunggu...
Gilang Anarki
Gilang Anarki Mohon Tunggu... Lainnya - Hah? Apa?

Mendengar adalah keahlianku, terkadang. Seorang petualang, tidak suka diatur, dan agak sembarangan. Saya akan melihat dunia dari sudut pandang orang kalimantan, lalu menulisnya disini. Follow untuk update tulisan saya.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Jangan Seenaknya Mengemban Ridho Tuhan

15 Mei 2020   10:22 Diperbarui: 22 Februari 2021   02:15 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sepertinya, anak yang durhaka terhadap orangtua itu, tanpa disadari mungkin orangtuanyalah yang terlebih dahulu durhaka terhadapnya, tidak semua. Jangan mentang-mentang ridho Tuhan ada di tangan, maka bebas memperlakukan anak seenaknya.

Setiap individu memiliki hak atas dirinya sendiri, tentu orangtua dan anakpun memiliki hak dan kewajiban terhadap masing-masing peran.

Dalam keadaan apapun anak wajib berbakti kepada orangtua, selama tidak keluar dari kebaikan, hukum Negara mengatakan seperti itu, didalam agama menyebutnya tidak keluar dari syariat. Orangtua juga memiliki hak dan kewajiban terhadap anak, dan itu sudah mereka lakukan dengan baik disatu sisi, tetapi tidak sedikit orangtua yang melupakan sisi lain hal terpenting dalam memenuhi hak dan kewajibannya terhadap anaknya.

Saya pernah mendengar dan membaca sebuah kisah, tentang penyesalan orangtua yang seharusnya jika dilihat oleh mata dunia, merupakan sebuah kegembiraan.

Ada seorang dosen di universitas terkemuka di Indonesia, ia bercerita memiliki tiga orang anak laki-laki dan memiliki kehidupan yang ia inginkan. Dengan baik dan penuh kasih sayang mereka berdua membesarkan anaknya. Waktu terus berlalu, mereka bertiga menjadi pria yang cerdas dan sukses, ada yang kuliah di luar negeri, ada yang bekerja di luar negeri dan ada yang bekerja di perusahaan besar. 

Sama seperti anaknya, siapapun pasti akan mengatakan bahwa orangtua mereka juga sukses dalam mendidik anak-anak mereka. Namun, sang Ayah menyadari sesuatu saat sang Ibu jatuh sakit, keras. Terbaring lemah dan tak berdaya, berteman sang suami tercinta.

Berkali-kali Ayah menelepon anak-anaknya, sang anak selalu merespon tidak bisa, bahkan hanya untuk sekedar menjenguk, sibuk dan sibuk kata mereka. 

Dosen tersebut bercerita dengan suara yang lirih dan suasana yang sedih. Saya yang sebagai anak dari kedua orangtua sayapun ikut terbawa suasana. 

Hingga suatu hari, Tuhan memanggil Ibu dari ketiga anak tersebut. Pemakaman dilakukan dengan sangat baik, tanpa satupun kehadiran dari anak mereka, betapa sedihnya Ayah. Ibu yang disebut Nabi tiga kali itu tak berarti apa-apa lagi bagi anak-anaknya.

Anak-anak yang durhaka, tapi sebelumnya, Ayah bercerita bahwa ia sangat menyesal tidak memberikan hak anak yang berupa diajarkannya ilmu agama dan Al-Quran, yang mana sangat penting untuk tambahan bekal ke tempat abadi. Yang disayangkannya lagi, anakpun tidak pernah menyadari dengan sendiri pentingnya ilmu agama. Dosen tersebut tidak bisa menyalahkan anaknya, sedari awal ia dan istrilah terlambat menyadari.

Orangtua memanglah mengemban ridho Tuhan, tapi bukan berarti serta merta menyalahgunakan kekuasaan. Jika tiga orang anak tadi menyadari sendiri apa itu agama, mereka tak juga bebas dari kedurhakaan, mengapa? karena sang anak mungkin akan menuntut haknya, ‘mana didikan agamamu?’ Serba salah sepertinya, dan menjadi orangtuapun juga serba salah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun