Mohon tunggu...
Gilang Aditya Pratama
Gilang Aditya Pratama Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Ibn Khaldun Bogor
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Ayo maju kaum muda untuk menghibur Ibu Pertiwi

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Omnibus Law dan Indonesia sebagai Negara Civil Law

27 April 2020   23:00 Diperbarui: 27 April 2020   23:26 1011
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Secara konseptual, omnibus law merupakan istilah yang diterapkan di negara-negara yang memiliki sistem hukum common law seperti Amerika Serikat. Sementara itu, negara Indonesia sendiri menganut sistem hukum civil law, sehingga istilah omnibus law ini relatif asing dalam sistem hukum negara Indonesia. Omnibus law sendiri merupakan metode mengganti/atau mencabut ketentuan dalam suatu peraturan perundang-undangan, atau mengatur ulang ketentuan-ketentuan tertentu dalam beberapa Undang-Undang (UU) ke dalam satu UU khusus.

Gagasan pemerintah untuk menerbitkan omnibus law adalah dalam rangka menyederhanakan birokrasi perizinan dan harmonisasi regulasi yang selama ini dinilai saling tumpeng tindih dan menyulitkan pelaku usaha dalam mengembangkan kegiatan usahanya di Indonesia. Pemerintah akan menyasar sekitar 80-an UU yang akan disatukan dalam Omnibus law berupa RUU Cipta Kerja, sehingga menyederhanakan ketentuan-ketentuan yang sebelumnya diatur dalam puluhan UU berbeda menjadi terkompilasi dalam satu UU.

Salah satu tujuan pemerintah menggulirkan omnibus law yaitu untuk mendorong tumbuhnya investasi di Indonesia, dengan harapan masuknya investasi tersebut akan menciptakan penciptaan pekerjaan baru untuk mengurangi angka pengangguran sekaligus pemerataan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan ini juga sekaligus untuk mengejar visi Indonesia 2045 untuk menjadi 5 kekuatan besar ekonomi dunia, termasuk target 2040 agar menjadi negara berpendapatan tinggi. Upaya peningkatan investasi melalui penyederhanaan regulasi dan perizinan, jika tidak dilaksanakan bersamaan dengan harmonisasi UU sektoral maka sama saja dengan menambah potensi konflik dan ketidakadilan dalam akses penguasaan dan pemanfaatan SDA bagi kelompok masyarakat di luar korporasi.

Namun Omnibus Law terus dikritisi berbagai kalangan mulai dari kalangan buruh, akademisi, lembaga/komisi negara, akademisi, hingga kalangan guru besar dari berbagai perguruan tinggi, baik dari aspek formil maupun materiil dalam kebijakan penyusunan RUU Cipta Kerja. Berbagai perspektif diutarakan mulai dari alasan stabilitas politik dan keamanan, efisiensi pasar (kebijakan, aspek legal, pajak, akses ke sumber daya alam), pasar domestik yang besar, kondisi dan stabilitas ekonomi makro, infrastruktur, tenaga kerja, dan pasar keuangan.

Khususnya dari sisi formil, Omnibus Law yang sedang dalam pembahasan di DPR diwajibkan untuk transparan dan memperhatikan masukan dari pihak terkait, selain itu agar tidak tergesa-gesa serta mempertimbangkan jangka waktu yang efektif berlakunya suatu peraturan perundang-undangan. Terkait tata cara pembentukan peraturan perundang-undang di Indonesia ini diatur lebih lanjut dalam UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, sehingga pembahasan Omnibus Law harus merujuk pada UU tersebut. Namun Omnibus Law sendiri merupakan suatu kebiasaan yang berkembang dalam tradisi hukum common law, sementara Indonesia menganut civil law (eropa kontinental). Pemerintah berpandangan bahwa Omnibus Law dapat juga diterapkan di Indonesia dengan bersandarkan pada keterikatan pada sumber hukum tertinggi yaitu Pancasila dan UUD RI 1945.

Pemerintah yang telah mengkonsepkan Omnibus Law dalam bentuk draft RUU Cipta Kerja, selanjutnya menyerahkan ke DPR sebagai lembaga negara yang memiliki fungsi legislasi. Pada tahap iniah, maka pembahasan komprehensif akan dilaksanakan dengan memperhatikan asas keterbukaan, kehati-hatian, dan partisipasi masyarakat. Sosialisasi yang lebih luas, terutama untuk pejabat dan pihak terkait lainnya, ahli hukum dan perundang-undangan, dan akademisi akan dilibatkan dalam proses pembahasan di tahp ini. Berbagai asas hukum nasional, seperti asas konsistensi terhadap Pancasila dan UUD 1945, konstitusionalisme, pembangunan hukum terencana dan terpadu, keterbukaan, liberalisasi, deregulasi, perlindungan, pelestarian, dan pengembangan termasuk asas persatuan dan kesatuan, kebangsaan, kemitraan, non-diskriminasi akan menjadi pertimbangan utama dalam proses ini.

Dengan demikian, memperhatikan visi dan misi, maupun maksud dan tujuan Omnibus Law bagi bangsa dan negara, maka sejatinya tidak ada alasan untuk menolak keberadaan RUU ini. Terlepas apakah Indonesia merupakan negara dengan system hukum Civil Law, selama seluruh pedoman tata cara pembentukan peraturan perundang-undangan diikuti dan ditaati, maka Omnibus Law RUU Cipta Kerja perlu untuk didukung oleh seluruh kalangan dan elemen masyarakat Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun