Mohon tunggu...
Gilang Dejan
Gilang Dejan Mohon Tunggu... Jurnalis - Sports Writers

Tanpa sepak bola, peradaban terlampau apatis | Surat menyurat: nagusdejan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Sepak Bola yang Terasa 'Gitu-gitu Aja' bagi Real Madrid

10 Februari 2017   14:39 Diperbarui: 10 Februari 2017   18:02 1238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesebelasan Real Madrid kontra Sevilla di La Liga. Skysport

Seandainya Real Madrid berkompetisi di Liga Inggris, agaknya mereka bakal mengalami dan memahami betul kalimat ‘dunia pasti berputar’. Bisa jadi Los Galacticos akan menikmati sepak bola yang kompetitif. Dan kita pun sebagai pemirsa sepak bola tidak akan megalami rasa bosan yang akut melihat Liga Spanyol dikuasai oleh Madrid dan tim asal Katalunya, Barcelona.

Dulu, dulu sekali, penulis pernah tenggelam dalam segala kemewahan yang dimiliki Real Madrid (menjadi Madridista, red). Namun, seiring berjalannya waktu jenuh juga menyaksikan pemain kelas A macam David Beckham, Michael Owen, Ronaldo de Lima, Raul Gonzales, dan lainnya hilir mudik dari tim ini.

Rasanya, mendukung Real Madrid tak ada tantangannya dan sampailah pada satu kesempatan di medio 2000-an ketika saya membikin pernyataan untuk mencari pelabuhan baru yakni Liga Italia, Ya, negeri pizza pada periode itu masih begitu kompetitif, bahkan klub yang saat ini sudah tiada di Serie A, Parma FC, ketika itu berhasil merusak peta keharmonisan persaingan klub-klub besar macam AC Milan, AS Roma, Juventus, Inter Milan, hingga Napoli.

Madrid sendiri memulai kejayaan pada tahun 1945, tepat ketika Indonesia baru merdeka. Bersama Santiago Bernabeu Yeste, tim Ibu kota Spanyol ini membangun kekuatan dengan materi pemain terbaik macam Alfredo Di Stefano. Hasilnya luar biasa, setengah dekade mereka mendikte benua biru. Trofi Liga Spanyol jatuh ke pangkuan Madrid sebanyak 16 kali dan menjadi jawara Liga Champions lima kali beruntun pada masa kepemimpinan Bernabeu.

Kontribusi Bernabeu tak hanya untuk Madrid, dia juga berjasa besar untuk perkembangan sepak bola Eropa. Ia andil bagian dalam lahirnya turnamen Champions League. Tak heran jika kini namanya diabadikan untuk tempat bermukim Real Madrid (Santiago Bernabeu Stadium).

Sukses kembali diulang oleh Lorenzo Sanz kemudian dilanjutkan Florentino Perez hingga saat ini. Kejelian Sanz menunjuk Fabio Capello sebagai juru taktik membuahkan hasil manis. Mereka mengakhiri puasa gelar Liga Champions selama 32 tahun. Pada final 1997, Madrid sukses menundukan Juventus dengan skor tipis 1-0 dan membawa “si kuping besar” ke lemari trofi Real Madrid untuk ke tujuh kalinya.

Pada tahun 2000 masa transisi kembali terjadi. Florentino Perez didapuk sebagai presiden Real Madrid menggantikan Lorenzo Sanz. Perez menerapkan proyek Los Galacticos demi meneruskan supremasi Eropa. Pemain dengan banderol selangit semacam Roberto Carlos, Luis Figo, hingga Zinedine Zidane mendarat di Madrid. Kesimpulannya, trofi Liga Champions kembali dimenangkan pada tahun 2000 dan 2002. Tahun selanjutnya mereka juga menjuarai Liga Spanyol.

Era Florentino Perez ini juga berhasil menelurkan dua Ronaldo dari generasi berbeda. Ronaldo de Lima dan Cristiano Ronaldo. Keduanya, sama-sama mempunyai kontribusi yang besar dan berhak dinobatkan sebagai legenda hidup Real Madrid. Zinedine Zidane juga berhasil menjadi legenda dengan dua profesi yang berbeda, pemain dan pelatih. Ketika bermain Zizou terbilang sukses dan saat menjadi pelatih torehannya juga kinclong. Dua trofi Liga Champions berhasil didaratkan coach Zizou di Madrid semasa kepelatihannya.

Yang menjadi menarik adalah bukan pemain atau pelatih itu sendiri yang datang dan pergi. Namun, konsistensi dari manajemen dalam menjaga kemewahan dan supremasi Eropa. Presiden Perez bisa saja diabadikan namanya tak ubahnya Santiago Bernabeu mengingat kontribusi dia tak kalah mentereng dengan presiden klub sebelum-sebelumnya.

Di Italia, AC Milan bersama Silvio Berlusconi sudah oleng sedangkan Perez sendiri masih saja membuat tim Madrid sehat secara finansial. Rosonerri kini berkelit dengan persoalan penjualan klub ke pihak investor baru asal Tiongkok. Saudara kandung AC Milan juga tengah dalam masa transisi yang tidak begitu baik, setelah Massimo Morrati melepas sahamnya kepada orang Indonesia bernama Erick Thohir, Internazionale Milano ini masih belum stabil penampilannya.

Pemain-pemain terbaik macam Geofrey Kondogbia, Ever Banega, hingga Gabriel Jesus terus didatangkan untuk bongkar pasang tim menuju ke kejayaan. Pelatih seperti Frank de Boer,Stefano Pioli, hingga Roberto Mancini pun dipanggil, namun hasilnya masih belum mendekati kata sukses.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun