Mohon tunggu...
Gilang Dejan
Gilang Dejan Mohon Tunggu... Jurnalis - Sports Writers

Tanpa sepak bola, peradaban terlampau apatis | Surat menyurat: nagusdejan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Indonesia Menghadapi Krisis Bepe

16 Desember 2016   07:50 Diperbarui: 16 Desember 2016   17:56 1443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika Beny Wahyudi degil mengirimkan umpan-umpan lambung ke pertahanan Thailand di laga final leg pertama AFF Cup 2016 seketika hati saya mengerutu ‘seandainya ada sosok Bepe, pasti umpan itu tidak menjadi sia-sia’. Ditambah lagi kehadiran Terasil Dangdaa generasi barengan Bepe yang membuat saya pribadi semakin bernostalgia secara autis terhadap era Bepe di Timnas.

Bambang Pamungkas pernah berteriak dengan lantang: SAYA ADALAH GENERASI YANG GAGAL! Sejak saat itu pula Bepe (baca: sapaan Bambang Pamungkas) berhenti dari Timnas Indonesia. Namun hingga kini kita belum menemukan sosok Bepe baru yang berdedikasi, kharismatis, dan konsisten di Tim Nasional Indonesia.

Memang penikmat sepakbola nasional hari ini agaknya sudah bisa melupakan sosok semacam Firman Utina, Charis Yulianto, atau Ponaryo Astaman di Tim Nasional berkat kehadiran Stefano Lilipaly, Andik Vermansyah, dan Rizki Pora. Namun sesungguhnya wadah bela Negara pesepakbola di Indonesia (baca: Timnas) tengah dihadapkan pada satu krisis yang terbilang serius. Adalah regenerasi yang kurang mulus terhadap sosok Bepe alias Bambang Pamungkas di posisi penyerang Timnas.

Meskipun Bepe belum sekalipun meraih cita-citanya bersama Timnas (red: juara), sosoknya yang kharismatis menjadi begitu khas bagi Timnas senior selama beberapa tahun kebelakang. Hanya prestasi individu yang dapat ia tinggalkan di catatan sejarah Tim Nasional.

Secara konsisten, selalu ada sosok bernomor punggung 20 dengan belitan ban kapten dilengan kiri, dan pelbagai aksesoris lainnya disetiap Timnas Indonesia berlaga. Bepe mengumpulkan 85 caps dan 37 gol di Tim Nasional Indonesia. Ia mengawali debut Timnasnya kala Indonesia manggung di kualifikasi Piala Asia 1999. Sosoknya dianggap misterius mengingat Bepe memiliki jiwa kepemimpinan yang luar biasa didalam lapangan maupun diluar lapangan. Seperti pada artikel sebelumnya saya sempat membahas mengenai pemimpin yang memiliki supernatural powers.

Selama tiga generasi terakhir di Timnas senior sosok penyerang yang disegani oleh lawan maupun kawan tak pernah bisa dilepaskan dari tupoksi-nya. Mulai dari generasi Widodo Cahyono Putro, Kurniawan Dwi Yulianto, hingga Bambang Pamungkas sendiri. Bukan saja disegani karena naluri gol-nya yang kelewat tajam melainkan berkat kepribadiannya juga.

Hanya Boaz Solossa yang tersisa dari era Piter White yang saat ini masih menjadi tumpuan Timnas. Bukan bermaksud membandingkan Boaz, tetapi kalau boleh jujur level Boaz belum bisa disejajarkan dengan nama-nama diatas. Tanpa mengurangi rasa hormat kepada Boaz, rasa-rasanya Ia belum bisa disandingkan dengan nama Bepe sekalipun saat ini menjabat sebagai kapten Timnas. Hal tersebut mengacu pada perjalanan Boaz sendiri yang kurang konsisten di Timnas, dan kedapatan kerap melakukan tindakan indisipliner tatkala dipanggil untuk bela Negara di masa lampau.

Dewasa ini bahkan peran penyerang macam Bepe dirasa begitu menurun drastis disetiap klub maupun Timnas sendiri. Kembali lagi ke kompetisi, karena acuan Timnas itu ya kompetisinya itu sendiri. ada dua kemungkinan yang membuat penyerang tipe Bepe di kancah nasional kian langka. Pertama karena tergerus jaman, kedua karena memang bagian dari menurunnya bakat-bakat yang tersedia di seantero Nusantara.

Untuk kemungkinan pertama ‘tergerus jaman’ sangat mungkin terjadi mengingat di sepakbola modern peran vital seorang striker mulai sedikit berkurang dengan adanya konsep strategi ‘false nine’ atau penyerang palsu. Hari ini pelatih-pelatih di Eropa sudah jarang menggunakan pemain nomor 9 atau 10 biasa disebut penyerang nomor klasik. Pep Guardiola merupakan dalang utama dalam revolusi penyerang nomor klasik ke penyerang palsu era modern ini.

Atas dasar data diatas maka bukan tidak mungkin pelatih yang manggung di kompetisi Indonesia pun menerapkan mind-set serupa karena memang kiblat sepakbola diseluruh penjuru dunia adalah sepakbola Eropa. Hal demikian sedikit banyak mempengaruhi kepada suplai penyerang khas Bepe kian minim di Tim Nasional.

Kemungkinan kedua bisa jadi karena stok bakat penyerang number klasik macam Bepe kian menurun di tanah air. Hari ini pemain-pemain potensial muncul disektor lain, yang paling kentara adalah sosok gelandang. Kemunculan Firman Utina atau Ponaryo baru lebih terasa pesat ketimbang sektor lainnya. Evan Dimas, Stefano Lilipaly, Bayu Pradana, Andik Vermansyah adalah sedikit bukti bahwa Indonesia sedang berkembang disektor tengah permainan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun