Mohon tunggu...
Gilang Dejan
Gilang Dejan Mohon Tunggu... Jurnalis - Sports Writers

Tanpa sepak bola, peradaban terlampau apatis | Surat menyurat: nagusdejan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Dinamika Klub Transformer

1 Maret 2017   19:22 Diperbarui: 1 Maret 2017   19:41 3100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seiring berjalannya waktu, klub dengan citra rasa klasik macam PSMS Medan, Persijatim Jakarta Timur, Pelita Jaya FC, Persebaya Surabaya, Petrokimia Gresik, Persik Kediri, PSIS Semarang, Persitara Jakarta Utara, Persita Tangerang, Persekabpas Pasuruan, Mastrans Bandung Raya, dan lainnya, kian sulit ditemui dalam peredaran kompetisi sepakbola nasional level atas. 

Ada yang tergerus jaman alias terdegradasi karena tak sanggup bertahan di kompetisi utama akibat penurunan kualitas dan terseok-seok di divisi bawah, ada pula yang bertransformasi menjadi klub yang kemudian asing ditelinga pemerhati sepakbola nasional kategori lawas.

Tentu beberapa penikmat kompetisi sepakbola dalam negeri merindukan pertandingan sengit yang mempertemukan klub-klub original semisal Persib Bandung vs PSMS Medan, Pelita Jaya vs Mastran Bandung Raya di era 90-an, atau derby Jakarta antara Persitara Jakarta Utara vs Persija Jakarta.

Sepakbola nasional era globalisasi mengakrabi kata ‘merger’ atau akusisi klub. Siapapun dengan mudahnya bisa menggunakan jalur tol (red: cara cepat) untuk bisa berlaga di kompetisi utama sengan syarat utama; ‘punya duit’. Diawali dengan munculnya Sriwijaya FC, kemudian Pusamania Borneo FC (PBFC), Bali United, Bhayangkara FC, PS TNI, Gresik United,  hingga Madura United.

Diawali oleh Petrokimia Gresik yang diakusisi oleh Persegres Gresik. Kemudian dilanjutkan oleh Sriwijaya FC yang berdiri pada 23 Oktober 2004 dan bermukim di Palembang. Terbentuknya SFC ini ditenggarai oleh keberhasilan Provinsi Sumatera Selatan menjadi tuan rumah PON XIV pada tahun 2004. Fasilitas dan arena PON XIV yang mubazir jika tidak dimanfaatkan memunculkan ide Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, yang saat itu dipimpin Ir. Syahrial Oesman, untuk membeli klub sepakbola agar Stadion Gelora Sriwijaya yang dibangun dengan dana miliaran rupiah dapat digunakan dan tidak mubazir pembangunannya. Sriwijaya FC menjadi tim sarat prestasi bahkan mereka pernah berlaga mewakili Indonesia di AFC Cup.

Langkah sukses Laskar Wong Kito di ikuti oleh beberapa klub lainnya termasuk Pusamania Borneo FC. Klub yang satu ini berdiri pada 11 Maret 2014. Pada 2015, mereka berlaga di Indonesia Super League berstatus sebagai klub promosi. Nabil Husein Said Amin yang sebelumnya merupakan ketua koordinator wilayah Pusamania di Malaysia (Pusamalaya) menjadi orang penting dibalik terbentuknya Pusamania Borneo FC. Pemuda berusia 20 tahun itu bersama PT Nahusam Pratama Indonesia sebagai badan hukum PBFC.

Berbeda dengan Sriwijaya FC yang mendapatkan ide karena takut fasilitas bekas penyelenggaraan PON mubazir, Ide membentuk klub profesional justru muncul dari kelompok suporter Pusamania yang dilandasi sikap tak puas mereka terhadap klub sebelumnya (Persisam Putera Samarinda) yang tak kunjung memiliki prestasi. Sehingga muncul, wacana mengelola klub yang lebih transparan, profesional dan merakyat. Memang PBFC belum bergelimang prestasi namun dengan materi pemain dan sistem pengelolaan klub yang baik, membuat tim asal Kalimantan ini patut di waspadai kehadirannya.

Lain hal dengan Bali United FC, mereka terlahir ditengah himpitan keuangan tim Persisam Samarinda. Pada 15 Februari 2015 Persisam berpindah homebase ke Bali dan namanya pun berganti menjadi Bali United FC. Komisaris Utama Bali United FC, Harbiansyah Hanafiah menerangkan, pihaknya bersedia mengubah nama dan bermarkas di Bali, karena di Pulau Dewata itu belum ada tim sepak bola profesional yang berlaga di Liga utama.

Menurut Harbiansyah, langkah mengubah nama dan bekerjasama dengan Corsa itu untuk menyelamatkan Pusam. Bali juga awalnya tidak di perhitungkan di liga utama namun sebagai salah satu klub paling professional di Indonesia membuat mereka tak ubahnya investasi besar pengganti sejarah (baca: klub klasik) yang telah hilang dari peredaran.

Jika anda merupakan seorang fans fanatik Pelita Jaya sudah barang tentu Madura United FC yang berbasis di Bangkalan, Madura memiliki romantisme tersendiri. Bukan tanpa alasan, mengingat tim yang satu ini merupakan gabungan antara Persepam Pamekasan dan Pelita Bandung Raya atau Persipasi Bandung Raya. Sebetulnya beberapa persen saham mereka menempel di tim Arema Cronous akan tetapi Madura United memiliki ikatan batin tersendiri karena silsilah nama Pelita tercantum disana.

Pada 10 Januari 2016, Ari D. Sutedi akhirnya menjual klubnya (Persipasi Bandung Raya)  ke Achsanul Qosasi, dan kemudian bertransformasi menjadi Madura United FC. Di TSC 2016 penampilan klub yang satu ini terbilang mengejutkan dengan menasbihkan diri sebagai tim kandidat juara. Namun sayang kedigdayaan Persipura Jayapura sulit dihentikan oleh klub semenjana ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun