Mohon tunggu...
Gilang Dejan
Gilang Dejan Mohon Tunggu... Jurnalis - Sports Writers

Tanpa sepak bola, peradaban terlampau apatis | Surat menyurat: nagusdejan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen |I'm Flamboyant (Bagian Kedua)

4 Maret 2017   16:36 Diperbarui: 4 Maret 2017   16:53 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Galang masih sibuk berselebrasi, entah dia merayakan kemenangan timnya, mensyukuri gelar individu,  atau pengakuannya atas label flamboyant itu. Yang jelas Ia sangat bergembira. Hari semakin sore, beberapa lampu stadion mulai menerangi, selepas merayakan pesta kemenangan timnya dan menerima award sebagai pemain terbaik, Galang dihampiri oleh jurnalis, agen pemain, talent scouting, dan pelatih papan atas nasional. Agency pemain kenamaan PSG (Pablo Sport Group) menjadi pihak pertama yang menawarkan kerja sama dengan Galang agar sudi bergabung bersama klub Giacarta Calcio, tim sepak bola terkemuka di Ibukota. Dengan embel-embel bermain bersama pemain populer macam Ommar Baskara, Eduardo Redondo, hingga Rio Nasution.

Namun, Galang menolak mentah-mentah tawaran menggiurkan tersebut. Pihak PSG tak habis pikir bagaimana seorang pemain muda macam Galang tidak bisa mereka bujuk untuk bergabung ke tim sebesar Giacarta Calcio. Di stadion tempat sejarah baru itu berlangsung (lolosnya tim Batavia FC ke kasta tertinggi, read) tinggal hanya menyisakan sang pahlawan, Galang, dia terlihat begitu sibuk meladeni pertanyaan demi pertanyaan dari media, agen, talent scouting, hingga pelatih klub lain yang sengaja datang langsung membujuk potensi terbaik di negeri gila bola ini.

Agen PSG baru saja menutup pintu ruang ganti tempat dimana Galang berada, kemudian datang agen lain yang mengaku delegasi dari tim Jacatra United bernama Jack Nelson. Yang ditawarkan tetap sama agar supaya Galang meningalkan klub Batavia FC dan bergabung bersama tim mereka. Siapa yang tak mengenal Jacatra Utd. Tim paling ditakuti di Ibukota, bahkan seantero negeri. Armando Rodrigo dan Gabriel Wewengkang bermain disana.

Jack mengawali percakapan. “Anda ingin berkembang di sepak bola nasional?”Galang hanya memainkan alisnya untuk mengisyaratkan bahwa Ia menginginkannya. “Jika anda bergabung dengan kami, yang akan didapat bukan hanya popularitas tapi juga label pemain termahal abad ini. Bagaimana?”Tandas Jack seakan merayu dengan kekuatan terbaiknya. “Saya hidup di sepak bola bukan semata karena uang tapi dengan cinta. Seaindainya saya tidak punya cinta disini, maka saya tak akan se-konsisten ini. Uang bukan segalanya”.

“Omong kosong, dewasa ini hidup tanpa uang hanya lelucon, bersama cinta manusia hanya bersembunyi dibalik kesangsian. Suatu saat nanti anda pasti akan menyesal sudah menolak tawaran ini!”.Jack menimpali jawaban Galang dengan nada yang sedikit tinggi sekaligus mengandaskan rokoknya ke lantai seolah menjadi sebuah pertanda bahwa percakapan dengan pemain terbaik dan pemain flamboyant bernama Galang itu berakhir sudah.

Galang pun mengikuti Jack dari belakang untuk mengosongkan ruangan. Beberapa jurnalis masih terlihat bercakap-cakap disekitaran lorong menuju loker room. Galang sedikit berteriak “Tolong dicatat ya teman-teman media. Saya akan berada disini selamanya. Sampai klub ini tidak membutuhkan tenaga saya lagi”.

Jack agen dari Jacatra Utd itu mendengar dengan fasih omongan yang baru saja keluar dari mulut Galang, Ia hanya bergidik meninggalkan kerumunan. Begitulah cara pemain muda memberikan loyalitasnya, Ia seakan berbalas budi kepada klub yang telah memberikannya kesempatan untuk menjadi seperti sekarang ini.

Seperti déjà vu, dulu ayahnya sering menolak tawaran menjanjikan dari klub-klub besar, bedanya, Galang sudah bermain untuk klub profesional sedangkan ayahnya belum sama sekali menjadi pro alias pemain tarkam saja.

Keesokan harinya, telepon genggam Galang tak berhenti berdering sejak pagi gulita. Di mess Batavia FC ia baru membuka matanya ketika jam menunjukan pukul 08.00 WIB. Boleh ditoleransi, mengingat malam kemarin Galang menjadi awak tim paling sibuk, Ia baru pulang ke mess jam 00.45. Pemain Batavia berkumpul di teras mess seakan melanjutkan pesta dengan cara yang sederhana; ngopi santai.

Suara percakapan memenuhi udara tiada henti. Saling bergantian menceritakan manisnya hari kemarin. “Gue kira kita bakal habis pas si Galang gagal eksekusi penalty. senewen gue!”Ummar dengan nada yang sedikit gembira mengulas saat-saat getir timnya itu.

“Ah, gue sih udah punya feeling kalo kita bakal menang. Semaleman gue udah berdoa, tahajud, gak tidur cuma bisa komat kamit agar kita juara”. Danial meneruskan percakapan. “Eh, pemain lawan juga sama kali, mereka doa, tahajjud, bahkan gak tidur kayak lo. Riya banget sih lo pake diceritain segala”. Ummar dengan nada khas orang betawi yang nyablak sedikit menggerutu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun