Mohon tunggu...
Gilang Dejan
Gilang Dejan Mohon Tunggu... Jurnalis - Sports Writers

Tanpa sepak bola, peradaban terlampau apatis | Surat menyurat: nagusdejan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Saatnya Sepak Bola Indonesia Berbicara Program Jangka Panjang (Bagian 1)

19 Agustus 2020   15:39 Diperbarui: 20 Agustus 2020   11:25 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: © Naufal/PSSI

Bila ditarik lebih jauh, dulu sekali PSSI punya program Primavera namun hasilnya belum memuaskan juga. Setelah sekian lama, akhirnya PSSI sebagai induk sepak bola nasional punya program jangka panjang yang lebih konkret dan berpotensi membuat sepak bola Indonesia lebih berkembang. Mengapa demikian?

Kita bisa belajar kepada Jerman soal program jangka panjang. Dalam buku Das Reboot: How German Football Reinvented It Self and Conquered garapan Raphael Honigstein, dipaparkan bahwa momentum kebangkitan sepak bola Jerman terjadi selepas dua kegagalan besar, yakni tersingkir di Piala Eropa 2000 dengan status juru kunci di fase grup dan kekalahan yang menyakitkan di Piala Dunia 2002 kontra Brasil.

Berawal dari dua kegagalan itu akhirnya Jerman berbenah setahun berselang lewat presiden DFB -- federasi sepak bola Jerman, Gerhard Mayer-Volfelder, mereka mempresentasikan program pengembangan bakat atau bahasa aslinya Das Talentfoerderprogram.

Nama program yang sederhana namun kemudian tak hanya mencetak pemain-pemain kelas dunia, melainkan mencetak lebih banyak pelatih berkualitas di Jerman. Tak heran jika banyak pelatih Jerman yang bertebaran di Bundesliga dan kompetisi Eropa lainnya. Sebabnya untuk mencetak pemain berkualitas tentu dibutuhkan pula pelatih dengan kualitas mumpuni.

Hal tersebut berimbas pada superioritas timnas senior mereka di level internasional. Bagaimana mereka berhasil memenangkan Piala Dunia 2014 dan berhasil menelurkan generasi emas seperti Thomas Mueller, Manuel Neuer, Toni Kroos, Marc-Andre ter Stegen, Jeroma Boateng, Julian Draxler, Marco Reus, Mats Hummels, Leon Goretzka, Mesut Ozil, dan banyak lagi pemain lainnya yang hingga kini masih jadi tulang punggung timnas Jerman.

Sepak bola Jerman hari ini merupakan jalan panjang dari proses demi proses. Bukanlah program instan seperti yang terjadi di sepak bola kita. Mungkin penulis bisa salah menilai, namun bila dipikirkan lagi, timnas Indonesia kerap berganti pelatih.

Dan mirisnya, nyaris setiap pelatih ditekan buat berprestasi tanpa melihat segala fakta-fakta yang ada mulai dari akar rumput hingga level atas. Bukankah proses bisnis demikian merupakan manuver instan mencapai kesuksesan yang sulit berhasil?

Saatnya....

Penulis tak bisa mengingat jelas apa saja prestasi sepak bola Indonesia dalam cakupan internasional, yang paling relevan dan paling segar diingatan adalah ketika Indonesia dinyatakan memenangi bidding piala dunia U-20 2020. Sebuah prestasi?

Ya tentu saja, sebab sejauh ini mimpi mengumandangkan lagu kebangsaan Indonesia Raya di pentas piala dunia bisa semakin cepat terealisasi. Meskipun dalam level yang berbeda/junior. Namun, setidaknya sepak bola Indonesia bisa lebih yakin buat mencapai target di 100 tahun Indonesia merdeka.

Tersisa 25 tahun buat merealisasikan hal itu. Dalam jangka waktu tersebut Indonesia bisa melakukan branding, utamanya di piala dunia U-20 nanti. Langgeng tidaknya perjalanan tim yang dibesut Gong Oh Kyun cs bukan jaminan Indonesia bisa naik level. Di usia junior, justru negara-negara maju tak mencatat prestasi tim junior sebagai tolak ukur kesuksesan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun