Penikmat sepak bola nasional yang berbasis di Bandung dan Jawa Barat sempat dibuat bangga dua kali berturut-turut kala Liga Indonesia (Ligina) yang merupakan wajah baru dari kompetisi perserikatan digulirkan. Pada Ligina edisi pertama tahun 1994/95, Persib Bandung berhasil meraih gelar juara. Berselang setahun, giliran Peri Sandria cs yang membawa trofi Ligina edisi ke-II mendarat di Bandung bersama klub yang dibelanya, Mastrans Bandung Raya (MBR).
Bagi Persib, gelar juara Ligina I 1994/95 bukanlah yang pertama. Mereka punya beberapa koleksi trofi Liga yang tersimpan di lemarinya yakni tahun 1937, 1959-1961, 1986, 1989-1990, dan 1993-1994. Pada musim 1994, kompetisi di Indonesia kemudian digabung antara Perserikatan dan Galatama menjadi Liga Indonesia.
Sistemnya pun ikut berubah, termasuk pada musim itu jadi awal pintu masuk bagi para legiun asing. Namun menariknya, trofi Ligina I sukses digondol Maung Bandung tanpa legiun asing. Bukan karena manajemen Persib tak memfasilitasi atau melarang perekrutan pemain asing, melainkan karena kepercayaan sang pelatih, Indra Tohir, kepada putra daerah yang membuat Persib kemudian berjaya bersama produk lokalnya.
Pelatih yang akrab disapa Abah Tohir itu mengklaim bila timnya tak membutuhkan pemain asing mengingat betapa melimpahnya talenta lokal yang mereka miliki. Bahkan hal itu telah mereka manfaatkan di musim-musim sebelumnya.
"Persib sejak 1993 tinggal maintanance saja. Karena kualitas tekniknya masih mumpuni dan terjaga sejak 1982 tidak putus gunakan talenta lokal terbaik. Secara fisik pun mereka masih mampu bersaing dua musim ke depan. Itu kenapa saya tidak memakai servis pemain asing," demikian kata Abah Tohir. Seperti dinukil dari Skor Indonesia.
Bah Tohir juga melihat keuntungan dari segi finansial bagi klubnya jika dirinya tidak mengambil opsi perekrutan pemain asing. Sebab para legiun asing sendiri sistem pemberian upahnya berbeda dengan pemain lokal. "Pemain asing kan harus dikontrak dan digaji. Sementara pemain lokal tidak dikontrak dan digaji. Mereka hanya dapat uang pertandingan," tegas dia.
Hal senada juga diungkapkan oleh salah satu pemain Persib 1994/95, Yadi Mulyadi, ketika banyak klub mendatangkan legiun asing Grade AÂ seperti Roger Milla yang merupakan pemain jebolan Piala Dunia atau Dejan Gluscevic yang pernah membela Timnas Kroasia level junior, para pemain Persib musim itu justru termotivasi untuk membuktikan bahwa kualitas pemain lokal pun tak kalah dari mereka.
"Di Liga Indonesia pertama, kami tanpa pemain asing. Itu jadi motivasi terbesar kami untuk membuktikan, pemain lokal juga bisa memberikan prestasi," pekik Yadi. Seperti dinukil dari SuperBall.
Bagi mantan Persib yang kini mengasuh Persib U-20 itu, skuad Persib era Perserikatan 1993/94 yang juga meraih trofi juara tak bisa ditampik mempunyai dampak besar bagi Persib dalam mencatatkan sejarah fenomenal tersebut.
"Memang antara perserikatan dan Liga [Ligina] pertama punya sistem berbeda. Tetapi label juara Perserikatan juga modal dan kami tidak melakukan perubahan. Jadi pemain sudah saling mengetahui kemauan masing-masing," pungkasnya.
Perjalanan Persib Menuju Senayan