Malam-malam selalu membakar habis diriku.
Amsal saja cinta itu kayu bakar.
Maka rindu laiknya kepingan arang yang tak pernah bisa lebur.
Sementara jarak bak angin yang meniup semuanya.
Kumatikan masa lampau agar rindu lebih temaram.
Disudut lain, sorotnya mengajukan ancaman.
Seperti api yang dihembus angin.
Persis pelatuk pistol yang hendak ditarik.
Aku masih termenung ketika sebuah gejolak melabrak kesunyian.
Suaranya terlampau lirih, seolah mengubur bising.
Bisiknya masih terasa ngeri.
Pekiknya, kelak aku akan mati bersama rindu-rindu.
Lantas aku menyalami, sebab semua akan pergi tanpa bisa menanggalkan kerinduan.
Kiranya liang lahat terlampau sempit untuk berbagi rindu.
Pada waktunya, semua akan saling berdesis tanpa bisa bertemu.
Dan yang tersisa hanya kerinduan-kerinduan.
Kepergian tak lebih dari ritual merayakan rindu.
Aku butuh segelas kopi lagi buat menyiram rindu.
Agar rindu tak jadi arang yang panas.
Dan siapapun berhak memanggil ingatan, memelihara kenangan.
(Gilde, 18 Mei 2020)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H